Saya yakin kalian belum tahu, kalau tugas utama petugas damkar adalah menangani tawon
Kita semua paham, bahwa tugas pasukan dinas pemadam kebakaran (damkar) tak hanya soal menangani si jago merah. Dan ngomong-ngomong soal damkar lagi, mungkin sebagian dari kita bakal terngiang-ngiang ke salah satu episode serial Upin & Ipin.
“Tugas bomba lebih daripada itu, bomba ni penyelamat; kucing atas pokok, kerbau masuk parit, kuda terlepas, ular dalam rumah, semua kami selamatkan,” kata seorang petugas bomba atau damkar dalam bahasa Melayu di episode tersebut.
Kendati episode ini sering kita tertawakan, dan kita sebarkan melalui berbagai media sosial, faktanya, petugas damkar memang sering menangani kasus-kasus pelaporan di luar kebakaran. Dan salah satunya, petugas damkar itu bertugas menangani tawon. Ya, tawon. Saya tak bercanda soal ini.
Dinas yang memiliki slogan “Pantang Pulang Sebelum Padam” ini memang tak sedikit menangani kasus pelaporan tawon, wabil khusus tawon jenis vespa affinis atau yang bisa disebut tawon kendi. Di beberapa kota, kasus pelaporan tawon ini tak bisa diremehkan.
Dilansir dari berbagai sumber, di Solo tercatat selama 2021 terdapat 300-an kasus, terbaru di Tulungagung selama Januari-Februari 2022 tercatat 66 kasus. Lebih ngeri jika menilik kasus di Sukoharjo 2019 silam, selama Januari-November tercatat 450 kasus. Dan petugas damkar lah yang sering ditugasi untuk menangani perkara tersebut.
Selain soal angka yang bikin bergidik, berita soal tawon vespa juga tak kalah bikin ngeri. Pada Maret 2021 lalu, melansir dari Solopos.com, seorang warga Wonogiri bahkan dilaporkan lumpuh usai tersengat tawon ini.
Ya, fakta ini jelas menjadi perhatian, dan tak berlebihan jika saya mengatakan job desc utama petugas damkar kini bukan hanya cakap menjinakan si jago merah. Melainkan juga dituntut cakap menjinakan tawon vespa.
Padahal, beberapa hari lalu atau tepatnya Kamis (31/3) saya masih terkekeh mendengar pengakuan Kepala Damkar di Solo. Kala itu, sembari disuguhi tengkleng, di tengah semerbak aroma kambing, ia berujar kalau anggota dinasnya mesti menjadi “pawang tawon”.
Seketika saya sedikit menahan tawa mendengar itu, sembari menahan aroma tengkleng yang menghambur di dalam ruangan. Beberapa rekan saya pun demikian, ada yang menahan tawa, ada yang sedikit tertawa, ada pula yang sedikit buang angin. Ah sudahlah, saya akan menyimpan kekehan saya ini sampai rumah, pikir saya kala itu.
Saya lantas tertarik membuka-buka laman berita sembari masih sedikit tertawa mengingat kata Kepala Dinas tersebut. Dan di sinilah saya menemukan data-data yang cukup ngeri, seperti yang saya sebutkan di atas, karena memang faktanya kasus ini sangat tinggi di beberapa kota.
Jujur saja, saya sedikit menyesal lantaran lupa menanyai banyak hal, untuk secara spesifik bertanya soal petugas damkar dan tawon vespa. Saya masih ingin bertanya, lantas bagaimana kriteria perekrutan damkar di masa kini yang lebih sering menangani pelaporan tawon vespa dibanding kebakaran itu sendiri?
Saya juga lupa menanyakan, apakah dengan fakta tersebut, damkar lantas perlu mengganti nama kesatuannya, atau minimal mengubah sedikit slogan “Pantang Pulang Sebelum Padam”-nya.
Saya hanya merasa beruntung tak kualat mentertawakan paparan kepala dinas tersebut. Beruntung juga saya tak sempat mimpi kamar kos saya diserang tawon vespa, lantas ujug-ujug didatangi petugas pemadam tawon, eh, maksud saya, pemadam kebakaran.
Yah, hanya saja, aroma tengkleng yang saya rasakan bersamaan dengan pemaparan data tersebut, masih tertahan keesokan harinya..
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Rizky Prasetya