Kemarin, saya kembali menaiki Trans Jatim, dari arah Paciran ke Gresik. Lumayan hemat, batin saya. Sekalian saya mencoba koridor baru (K4: Koridor Paciran-Gresik). Oh, iya, fyi aja, koridor 4 ini cukup laris manis. Sering full penumpang. Saya ingat, di awal kemunculannya bulan lalu—yang kemudian digratiskan untuk beberapa minggu—banyak sekali yang “gabut” ingin mencoba. Sekadar naik dari satu terminal, kemudian kembali lagi.
Yah, memang banyak yang rela berdesakan untuk sekadar mencoba moda transportasi ini. Beberapa bahkan mengatakan kalau AC sampai tidak terasa dingin, saking penuhnya umat manusia di dalam. Tapi setelah akhirnya bus Trans Jatim berbayar (Rp5.000), ternyata animo masyarakat masih saja membludak. Bus ini selalu ramai dari pagi sampai malam hari. Sungguh fenomena yang menarik.
Saya kira alasan ramainya Trans Jatim memang karena masyarakat sudah sangat ingin ada transportasi umum yang nyaman dan terintegrasi, serta murah muriah. Makanya sampai hari ini bus ini masih cukup digemari.
Sebagai warga Jawa Timur, jujur saja, selain Trans Jatim, saya tidak tahu apa saja proker dari Bu Khofifah selaku gubernur. Mungkin ada yang terlaksana, tapi tidak terasa untuk kalangan akar rumput seperti saya. Satu-satunya yang saya ingat adalah bus ini. Meski demikian, ini terobosan menarik dan patut diapresiasi.
Semenjak ada Trans Jatim, Terminal Bunder lebih menyala
Terminal Bunder adalah salah satu terminal mungil yang ada di Gresik. Dulu seingat saya, terminal ini tidak terlalu populer. Sebab, tidak banyak menjadi “rujukan” bus antarkota.
Tapi semenjak ada Trans Jatim, terminal ini jadi lumayan ramai. Penjual makanan juga mengatakan demikian. “Lebih ramai sekarang, Mas. Gara-gara ada Trans Jatim,” ucap ibuk-ibuk sambil menghidangkan kopi panasnya. “Makin ramai lagi karena ada koridor arah Paciran,” lanjut ibuk tadi sambil kembali membuatkan pesanan pelanggan lain.
Terminal Bunder memang menjadi salah satu rujukan utama program Trans Jatim. Terminal ini menghubungkan beberapa koridor, mulai dari arah Surabaya, Mojokerto, sampai Paciran. Selain lebih ramai, kondisi terminal juga lumayan terurus. Paling tidak kamar mandi lebih layak.
Ini Terminal Osowilangun nggak mau dihubungkan sama Trans Jatim sekalian? Biar lebih terawat juga gitu?
Hiburan baru buat bapak-bapak usia senja
Selain menjadi moda transportasi andalan, Trans Jatim ternyata juga menjadi hiburan bagi banyak pihak, khususnya kalangan lansia. Pacar saya pernah cerita, ketika naik bus, ada gerombolan bapak-bapak lanjut usia yang naik. Dari obrolan mereka yang cukup keras itu, pacar saya tahu kalau ternyata gerombolan bapak-bapak tadi tujuannya bukan mau menuju ke suatu tempat. Mereka cuma ingin jalan-jalan saja, mengitari kota, dan menghabiskan hari bersama beberapa teman satu sirkelnya.
Btw, bapak-bapak tadi kebanyakan sudah ditinggalkan istrinya. Iya, mereka sedang ada di fase kesepian dan harus tetap bertahan hidup. Nah, siapa sangka kehadiran Trans Jatim membuat mereka bisa menghibur diri sesaat. Mungkin, dalam hati mereka, mending bayar Rp5.000 saja bisa keliling kota ketimbang di rumah malah kesepian.
Selain itu, bus ini juga menjadi kabar baik untuk kaum LDR. Setidaknya bagi saya. Jadi kalau mau ketemu, kami hanya perlu mengeluarkan uang Rp10.000 saja untuk ongkos pulang-pergi. Yah, benar-benar program yang memfasilitasi semua kalangan.
Meski cuma ada satu program yang dirasakan semua kalangan, Trans Jatim sudah sangat bagus. Serius, bagus banget. Sayang baru berjalan, jadi belum menjangkau seluruh wilayah Jawa Timur. Semoga saja koridor lain dilanjutkan dan diperluas. Makin banyak makin bagus. Iya, semoga saja dilanjutkan oleh siapa saja Gubernur Jawa Timur selanjutnya.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Bus Trans Jatim: Ekonomis dan Nyaman, tapi Nggak Ramah untuk Penumpang Pendek seperti Saya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.