Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Tradisi Memanggil Hujan dari Tulungagung: Mulai dari Ritual Tiban yang Berdarah-darah hingga Manten Kucing Menggemaskan

Erma Kumala Dewi oleh Erma Kumala Dewi
11 Desember 2024
A A
Tradisi Memanggil Hujan dari Tulungagung: Mulai dari Ritual Tiban yang Berdarah-darah hingga Manten Kucing Menggemaskan

Tradisi Memanggil Hujan dari Tulungagung: Mulai dari Ritual Tiban yang Berdarah-darah hingga Manten Kucing Menggemaskan (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Hujan mulai rajin mengguyur Kota Malang. Memandangi rintik hujan sore itu membuat angan saya melayang pada pertemuan dengan kerabat saya di momen Lebaran tahun lalu. Obrolan kami tentu ada kaitannya dengan hujan. Tepatnya mengenai tradisi minta hujan yang oleh warga Tulungagung disebut Tiban.

Saya keheranan ketika mendengar tradisi pemanggilan hujan masih eksis di zaman sekarang. Yang membuat saya lebih terkejut adalah tradisi ini masih hidup di tempat yang tidak asing bagi saya. Bagaimana bisa mbah kakung yang rajin bercerita soal tradisi dan budaya lama luput menceritakan tradisi pemanggilan hujan ini?

Ritual Tiban Tulungagung yang berdarah-darah

Sebenarnya saya nggak asing dengan ritual pemanggilan hujan yang dilakukan oleh pawang hujan. Tapi yang melibatkan aksi teatrikal seperti di Tulungagung, saya belum pernah dengar. Oke, mari kita mulai ceritanya.

Tiban adalah tradisi memanggil hujan yang dilakukan di Tulungagung. Ritual ini melibatkan adu cambuk antara dua kelompok laki-laki dewasa, Masing-masing kelompok terdiri dari satu orang atau lebih, asal jumlahnya seimbang.

Para pemain diwajibkan bertelanjang dada, dan dilarang mencambuk kepala serta kemaluan. Pertandingan dipimpin oleh seorang plandang yang bertindak sebagai wasit. Permainan diiringi dengan gamelan jawa untuk menyemarakkan suasana.

Senjata yang dipakai berupa pecut yang terbuat dari pilinan lidi dari pohon aren. Jangan tanya gimana sakitnya kalau kena cambuk. Sudah tentu akan meninggalkan bekas nggaler-nggaler kemerahan di kulit, bahkan sanggup mengoyak lapisan kulit.

Menurut kerabat saya, kadang ada juga yang curang memasukkan remukan beling maupun duri di pecutnya. Para pemain mengaku bahwa mereka tidak merasakan sakit selama permainan berlangsung.

Ritual ini digelar saat kemarau panjang. Konon, zaman dulu pernah terjadi kemarau panjang yang membuat warga kekurangan air dan gagal panen. Ketika ditemukan sumber air, kelompok warga dari dua desa saling berebut hingga terjadi baku cambuk. Darah dari luka cambuk bercucuran dari kedua kelompok yang bertikai.

Baca Juga:

Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran

10 Kebiasaan Buruk yang Harus Ditinggalkan agar Motor Nggak Gampang Mogok Saat Musim Hujan

Setelah pertikaian itu, tiba-tiba hujan yang didambakan turun dengan derasnya. Warga jadi meyakini bahwa pertumpahan darah tadi membuat Yang Kuasa iba dan berkenan menurunkan hujan. Begitulah asal mula tradisi ini dilakukan setiap kemarau panjang sedang melanda. Banyaknya darah yang tumpah dipercaya membuat ritual ini semakin manjur.

Sebenarnya tradisi Tiban tidak hanya hidup di Tulungagung. Ritual ini juga bisa dijumpai di daerah plat AG lainnya yang merupakan bekas wilayah Karesidenan Kediri. Bahkan ternyata tradisi memhon hujan dengan melukai diri serupa Tiban juga bisa dijumpai di beberapa wilayah Indonesia. Tentunya dengan nama yang berbeda.

Manten kucing yang menggemaskan

Selain tradisi pemanggilan hujan yang melibatkan adu fisik, ada tradisi lain yang lebih kalem, namanya manten kucing. Sebenarnya tradisi ini hanya menjadi perlambang untuk memandikan sepasang kucing yang kemudian diarak keliling desa, bukan menikahkan kucing. Arak-arakan yang heboh menyamai pawai pengantin itulah yang membuatnya dijuluki Manten Kucing.

Kabarnya, tradisi ini sudah ada di Tulungagung sejak zaman Belanda. Diperkirakan usianya lebih muda dibandingkan Tiban.

Konon, pada zaman dulu Desa Pelem di Kecamatan Campurdarat Tulungagung berada di bawah kekuasaan Eyang Sanggrah, seorang demang yang sakti. Suatu ketika, desa tersebut dilanda kemarau panjang yang menyengsarakan warga. Sang demang pun mencari ilham dengan mandi di Coban Kromo.

Beliau mandi ditemani oleh kucing jatan peliharaannya yang setia. Kucing itu pun ikut asik bermain air selagi menunggui tuannya. Tak lama berselang, hujan turun dengan derasnya. Masyarakat desa menganggap hujan turun setelah memandikan kucing di coban. Alhasil, ritual ini terus diulang ketika desa dilanda kemarau panjang.

Awalnya tradisi ini dikemas secara sederhana, hanya memandikan sepasang kucing belang telon. Kucingnya pun tidak sembarangan, harus berasal dari penjuru barat dan timur desa. Lambat laun tradisi ini dikemas semakin meriah, sekalian dimanfaatkan untuk atraksi turisme.

Di masa sekarang, sepasang kucing yang jadi bintang utama dalam tradisi ini dibawa oleh sepasang orang yang didandani ala pengantin Jawa. Mereka diiringi dengan sekelompok orang yang berpakaian adat Jawa, lengkap dengan kembar mayang. Persis seperti arakan pengantin. Kucing diarak sampai ke Coban Kromo Tulungagung untuk dimandikan. Kemudian diarak lagi keliling desa dan didudukkan di pelaminan. Setelah itu diadakan selamatan dan berbagai pertunjukan untuk menghibur masyarakat.

Ritual memanggil hujan lumrah di berbagai daerah

Pada zaman dulu, di mana perkembangan teknologi belum secanggih sekarang, kemarau panjang memang sangat menyengsarakan. Nalar manusia yang belum sampai, kerap menghubungkan hal-hal yang tidak masuk akal dengan segala yang mistis. Tidak mengherankan jika ritual pemanggilan hujan menjadi hal yang lumrah di berbagai daerah.

Kini, hujan bisa dibuat dengan menyemai garam perak iodida di angkasa. Banyak tradisi memanggil hujan yang punah, terlebih setelah agama bekembang pesat. Tradisi Tiban dan Manten Kucing Tulungagung adalah sedikit contoh yang bisa bertahan. Keduanya pun sudah mengalami pergeseran makna menjadi sarana hiburan dan penarik wisatawan.

Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 6 Sisi Gelap Kabupaten Tulungagung.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 24 November 2025 oleh

Tags: hujanmemanggil hujantradisitulungagung
Erma Kumala Dewi

Erma Kumala Dewi

Penggemar berat film kartun walaupun sudah berumur. Suka kulineran dan kekunoan.

ArtikelTerkait

Tak Hanya Statusnya yang Aneh, Cuaca di Purwokerto Juga Aneh: Beda Gang Bisa Beda Cuaca

Tak Hanya Statusnya yang Aneh, Cuaca di Purwokerto Juga Aneh: Beda Gang Bisa Beda Cuaca

28 Februari 2025
4 Keunikan Kabupaten Tulungagung yang Nggak Dimiliki Kabupaten Lain kudus kota kretek

Tulungagung, Kota yang Siap Bersaing dan Menggeser Kudus sebagai Pemilik Takhta Kota Kretek

20 Februari 2025
Di Daerah Saya, Ketupat Tidak Disajikan di Momen Idulfitri, Melainkan Disajikan di Tradisi Kupatan terminal mojok

Di Daerah Saya, Ketupat Tidak Disajikan di Momen Idulfitri, Melainkan Saat Tradisi Kupatan

13 Mei 2021
Jalanan Jakarta Saja Sudah Menyebalkan, Ditambah Musim Hujan Makin Mengesalkan Mojok.co

Jalanan Jakarta Saja Sudah Menyebalkan, Ditambah Musim Hujan Makin Mengesalkan

4 November 2025
liga 2 judi bola shin tae-yong konstitusi indonesia Sepakbola: The Indonesian Way of Life amerika serikat Budaya Sepak Bola di Kampung Bajo: Bajo Club dan Sejarahnya yang Manis terminal mojok.co

Budaya Sepak Bola di Kampung Bajo: Bajo Club dan Sejarahnya yang Manis

24 November 2020
Mandok Hata: Kelas Public Speaking Tahunan ala Orang Batak

Mandok Hata: Kelas Public Speaking Tahunan ala Orang Batak

19 Desember 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Solo Gerus Mental, Sragen Memberi Ketenangan bagi Mahasiswa (Unsplash)

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

13 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo Mojok.co

Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo

14 Desember 2025
Suzuki S-Presso, Mobil "Aneh" yang Justru Jadi Pilihan Terbaik setelah Karimun Wagon R Hilang

Suzuki S-Presso, Mobil “Aneh” yang Justru Jadi Pilihan Terbaik setelah Karimun Wagon R Hilang

13 Desember 2025
Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia Mojok.co

Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia

13 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban
  • Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan
  • Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega
  • Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba
  • Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya
  • Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.