Ketika mobil andal telanjur disebut “mobil taksi”
Nah, perkara label “mobil taksi” yang kadung melekat pada Vios ini akhirnya merembet ke mana-mana. Julukan tersebut bukan hanya membuat Toyota Vios jadi bahan ceng-cengan di tongkrongan, tapi juga membuat banyak orang berpikir dua kali untuk meminangnya.
Pertama, faktor gengsi. Dalam hal kepemilikan kendaraan, nyatanya, yang dipertimbangan orang bukan cuma mesin dan kenyamanan, tapi juga citra. Dan di titik inilah Vios kalah langkah dengan mobil merek lain.
Selain gengsi, ada pula kekhawatiran klasik soal kesehatan mobil. Banyak pembeli waswas, jangan-jangan Vios yang ditawarkan ke mereka adalah “mobil capek”. Maklum, sejarah Vios sebagai kendaraan umum membuat imajinasi orang langsung melayang ke mana-mana.
Alhasil, tiap kali nama Toyota Vios muncul di pasar jual beli, pertanyaan klise “Ini bekas taksi bukan?” selalu muncul. Seolah, semua taksi itu Vios dan semua Vios itu taksi.
Pada akhirnya…
Label “mobil taksi” yang kadung melekat pada Toyota Vios telah membuat mobil sedan ini berada pada posisi yang serba salah ketika harus dilepas. Mau dibilang bukan bekas taksi, sekalipun itu benar, calon pembeli masih saja ragu. Dan disitulah letak ironinya. Betapa yang namanya cap-capan, label, stigma dan sejenisnya, bisa menempel lebih kuat dibanding fakta yang ada.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.



















