Apa coba bandingin UIN Solo sama UNS? Nggak tepat lah perbandingannya
Saat membaca tulisan Mas Fajar Novianto Alfitroh di Terminal Mojok soal UIN Solo, saya merasa agak tergelitik. Saya berusaha memahami itu merupakan keluh kesah saja seorang mahasiswa. Atau memang tahu seluk beluknya, itulah asumsi saya.
Sebagai orang yang pernah kuliah di UIN RM Said tahun 2016 dan baru lulus 2022, saya tidak berusaha membantah tulisan Mas Fajar, tapi mencoba memberi perspektif lain saja bahwa UIN Solo tidak se-mengenaskan itu kok. Terlebih ukuran yang dipakai Mas Fajar hanya sebatas letak kampus, tempat nongkrong, dan keramaian.
Ya walau itu sudah cukup memberi gambaran kalau kampus ini jan-jane yo ngenes wqwqwq.
Saya coba kasih pandangan lain. Tentu ini hanya sebatas pengetahuan saya yang dulu pernah kuliah. Jadi saya akan rangkum perkembangan UIN Solo dari 2016 ke 2022. Ditambah kebetulan, karena kerjaan, saya juga masih memantau perkembangan UIN tahun ini.
Daftar Isi
Letak UIN Solo yang justru jadi kekuatan
Sebelum membandingkan keramaian dan kelengkapan sekitar UNS dan UIN Solo yang bagai bumi langit, perlu diingat sebetulnya UNS sekalipun awalnya dibangun di lahan kosong yang cukup jauh dari pusat Kota. Kentingan kala itu awalnya ya hanya daerah antah berantah.
Nah, setelah UNS dibangun di situ, baru setelahnya pertokoan, perkantoran, dan warung-warung kecil itu tumbuh subur di atas tanah yang dulunya kosong.
Jadi sebetulnya, kehadiran kampus UIN Solo di daerah terpencil seperti Pucangan, Kartasura membawa keuntungan tersendiri. Ya akan sama kayak Kentingan, nantinya Pucangan bisa saja jadi salah satu tempat perputaran uang yang besar.
Ketika saya masuk 2016, sebenarnya sudah cukup ramai penjual. Kebanyakan warga sekitar buku warung di depan rumah, jual sayur murah meriah dengan porsi idaman mahasiswa. Tidak lupa, para penjual cilok, cakue, bakso bakar, dan kawan-kawan yang ada di depan kampus.
Sekarang, 2023, bukan hanya warung-warung kecil milik warga. Cafe dan warung makan agak besar sudah mulai merapat. Kamu bisa cek di sekitar kampus UIN Solo ada Bento Kopi, Inbox, dan modelan cafe lain.
Belum lagi harga tanah di Kartasura. Seiring kehadiran kampus dan mahasiswa dari berbagai kota. Tentu lahan di sekitar kampus potensi buat buka bisnis. Nah itu bisa jadi salah satu faktor kenapa harga tanah di sekitar UIN Solo mahal.
Powerful kan?
Transisi IAIN dan UIN mayan mulus
Tahun 2022 IAIN akhirnya resmi berubah jadi UIN. Just info, sejak saya masuk perubahan itu sudah dijanjikan Rektor, Prof Mudhofir. Tapi baru terealisasi sekitar enam tahun setelahnya.
Ini bisa jadi privilege buat kampus, sebab selain ya tentu branding namanya lebih keren, yang lebih penting lagi peluang membuka prodi umum.
Terakhir baru minggu lalu, ketika saya berkesempatan ngobrol dengan Pak Rektor sudah ada rencana tambah Fakultas Sains Teknologi. Malah sudah ada prodi S1 Sains Data, Bioteknologi, Teknologi Pangan, sama Ilmu Lingkungan,
Udah oke lah ya!
Baca halaman selanjutnya
Kalau UIN Solo tertinggal, lalu apa masalahnya?
UIN Solo sudah BLU
Nah sekarang soal status UIN Solo yang udah jadi Badan Layanan Umum atau singkat aja BLU. Ini teknis sih yaa sebenarnya, tapi ini ngaruh sama perkembangan kampus terutama fasilitas yang dulu kurang bagus. Nggak tahu ya sekarang, aku udah nggak kuliah di kelas soalnya.
Jadi gias, BLU itu sederhananya UIN Solo udah bisa mengelola uang sendiri, mengelola aset seperti gedung dan lapangan secara mandiri, dan yang paling penting UIN sekarang udah punya “kas”.
Kalau dulu mah nggak punya kas. Jadi uang yang diberikan dari negara, ketika tutup buku kalau memang sisa ya dikembalikan lagi ke negara, dalam hal ini Kementerian Agama. Makanya UIN tidak terlalu leluasa mengembangkan fasilitas kampus.
Nah, sekarang dengan alih status ke BLU, UIN Solo bisa simpan uang yang sisa dan tidak perlu dikembalikan ke negara. Lah terus ke mana, ya masuk ke kas dan disimpan ke bank. Ya idealnya, uang kas itu buat kembangin UIN biar nggak ngenes seperti kata Mas Fajar tadi.
Kok nggak bantah Mas Fajar sih?
Ya benar, saya tidak ingin membantah. Saya hanya memberi pandangan, bahwa jika dibandingkan saudara tuanya, UMS dan UNS, jelas UIN Solo ini tertinggal jauh. Tapi, ingat, kampus ini “baru menetas”. Dan mungkin memang tidak perlu menyaingi kedua kampus tersebut. Pertanyaannya, buat apa?
UIN Solo memang tak mentereng, tapi ya nggak perlu mentereng. Selama mahasiswa yang menimba ilmu di situ puas dan tercerahkan, ya sudah, itu cukup. Ha nek mung kafe we prei. Tapi memang, perkara rute transportasi umum itu harus dipikirkan betul sih itu. penting soalnya.
Jadi apakah UIN Solo mengenaskan? Ya bagi saya tidak. Kurangnya banyak, kampus lain pun juga seperti itu. Tapi ya, selama mahasiswanya tak ambil pusing, dan kegiatan belajar tak terganggu, masalahnya di mana?
Penulis: Dhima Wahyu Sejati
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Polemik Ospek UIN RM Said Surakarta, BEM Wajibkan Mabanya Daftar Pinjol?