Tokoh Wayang Cangik dan Limbuk Adalah Idola Pewayangan yang Sebenarnya

Tokoh Wayang Cangik dan Limbuk Adalah Idola Pewayangan yang Sebenarnya terminal mojok.co

Tokoh Wayang Cangik dan Limbuk Adalah Idola Pewayangan yang Sebenarnya terminal mojok.co

Bagi yang pernah nonton wayang kulit, tentu tidak asing lagi dengan dua sosok tokoh wayang perempuan yang keluar setelah adegan jejer kerajaan. Tokoh wayang dengan bentuk tubuh kecil ramping disebut sebagai Cangik dan yang gemuk besar disebut Limbuk. Mereka berdua tampil dalam pementasan pada sesi limbukan yang berisi lawakan dan hiburan.

Di masa pandemi ini, keberadaan Cangik dan Limbuk sedikit tersingkir dari pementasan. Hal yang mungkin menjadi dasar adalah efisiensi waktu yang terbatas sementara alur cerita yang cukup luas. Bisa diamati di beberapa pertunjukan wayang kulit online di mana sesi hiburan hanya menampilkan tokoh punakawan sebagai pakem pedalangan, itu pun tidak begitu lama.

Jika kita boleh jujur, tokoh wayang Cangik dan Limbuk sebenarnya adalah tokoh utama dalam pagelaran semalam suntuk. Pengalaman-pengalaman saya selama nonton wayang langsung dari tempat pentas menunjukkan bahwa animo masyarakat dalam menonton wayang sangat tinggi ketika dua tokoh wayang itu dikeluarkan. Tidak perlu menunggu lama, sekeliling panggung sudah padat penonton yang hadir menyaksikan adegan limbukan itu.

Jika kita bandingkan dengan sesi Goro-goro yang sama-sama berisi banyolan, adegan limbukan tetap saja menjadi sorotan bagi penonton. Saat pagelaran wayang akan dimulai hingga masuk adegan jejer, biasanya sebagian penonton berjejalan di stand-stand jajanan maupun wahana bermain anak. Akan tetapi, saat adegan ini dimulai justru kebalikannya. Stand-stand menjadi lengang dan sekitar panggung menjadi padat.

Saat itu saya nonton pagelaran wayang kulit oleh Ki Seno Nugroho. Saat adegan limbukan, benar-benar penuh sesak dan bergerak untuk meregangkan otot-otot kaki pun susah. Maka, terpaksa harus berdiri bahkan sampai pagelaran itu selesai.

Jika sudah masuk ke alur lakon, sebagian besar penonton sudah meninggalkan sekitar panggung. Ada yang beranjak pulang dan ada yang melanjutkan jajan. Hal tersebut akan terus berlanjut hingga ke adegan Goro-goro di mana suasana sekitar panggung sangat lengang. Bahkan, saya pernah nonton wayang setelah adegan goro-goro hanya bersama beberapa orang saja, tidak sampai dua puluh orang.

Begitu juga saat pertunjukan wayang kulit via streaming. Saat mulai adegan jejer, biasanya penonton berada pada kisaran ratusan saja. Akan tetapi, jika sudah masuk ke adegan limbukan sekitar pukul 22.00 atau 22.30, penonton otomatis bertambah menjadi seribu lebih walaupun setelah itu juga mengalami penyusutan.

Jika dikatakan sebagai entertainer, mungkin dua tokoh wayang ini lebih “artis” dari tokoh wayang lainnya. Misalkan seseorang mengidolakan tokoh Gatotkaca. Walaupun Gatotkaca dalam pagelaran wayang kulit itu dikenal sakti, tetapi jika jarang keluar atau kalah perang sekalipun, mereka tidak terlalu mempermasalahkan. Toh, akhirnya pasti menang. Akan tetapi, untuk adegan limbuk cangik ini ada pengkhususan. Jangankan tidak ditampilkan, telat sedikit saja penampilan limbukan sudah dirasani oleh penonton.

Lantas, apa yang sebenarnya dicari penonton dari adegan limbukan sampai-sampai menimbulkan euforia sedemikian rupa? Jawabannya adalah hiburan. Dalam adegan limbukan ini yang ada adalah canda tawa atau sarana komunikasi yang efektif dalam pagelaran. Penonton bisa naik panggung untuk request lagu, berkomunikasi dengan dalang, maupun mengeluarkan unek-uneknya kepada masyarakat atau penonton lain. Hal inilah yang tidak bisa didapatkan di adegan-adegan lain yang cenderung pasif.

Dari beberapa uraian diatas, Limbuk dan Cangik dapat dianggap sebagai idola dalam pewayangan. Saya berasumsi bahwa hal-hal semacam itu sebenarnya merupakan intisari atau tujuan pagelaran wayang kulit di zaman ini sebagai media komunikasi dan hiburan masyarakat.

Pada dasarnya penonton yang datang ke lokasi pagelaran bertujuan mencari hiburan dari kepenatan hidup. Memang benar bahwa pitutur atau pesan moral itu penting, tetapi menetralkan pikiran dengan guyonan, dagelan, serta hiburan-hiburan limbukan lebih penting. Ketika pikiran sudah rileks dan angan-angan sudah mapan, penonton menjadi lebih mudah menangkap nilai moral pagelaran.

BACA JUGA Pandawa Adalah Simbol Yin-Yang, Mengajarkan Keseimbangan dalam Diri Manusia dan tulisan Mukhammad Nur Rokhim lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version