Tak bisa dimungkiri, media menjadi senjata yang sangat ampuh untuk meningkatkan branding suatu organisasi, apalagi di era pandemi seperti sekarang ini. Banyak sekali internship dan pelatihan khusus melatih skill bermedia sosial, entah copywriting, admin, media sosial marketing, dan lainnya. Dan media sosial bukan hanya sekadar Instagram, namun juga Twitter, YouTube, hingga Spotify. Banyak orang akhirnya sadar, kemampuan bermedia sosial itu ternyata menjadi keharusan jika ingin beradaptasi di era yang serba cepat berubah ini.
Makanya, termasuk bagi organisasi yang ingin melejitkan performanya, harus bisa mengelola dan memprioritaskan penggunaan media sosial ke dalam program-programnya. Dengan begitu, media sosial akan membentuk karakter dari organisasi tersebut. Ya, karakter. Banyak orang di zaman sekarang mencari informasi tentang profil organisasi ke mana lagi kalau bukan di media sosial. Jika organisasi gagal meletakkan karakter yang pas, maka itu akan menjadi dosa pertama yang harus dibenahi. Oleh karena itu, kita perlu tahu apa saja yang tidak boleh ditinggalkan organisasi dalam mengelola medial sosial. Hanya ada dua poin besar, namun ini sangat vital, yaitu bidang desain grafis dan social media strategist.
Pertama, kemasan informasi jauh lebih penting daripada informasi itu sendiri. Percuma informasinya sangat penting, tapi tidak didesain dengan menarik. Sehingga yang pertama dan paling penting, peran desain itu harus diberikan kepada orang yang dapat membungkus kemasan dengan baik. Jangan manusia abal-abal, senggaknya yang suka dan mau belajar, ini jauh lebih baik. Saat desain, pastikan inspirasi desain yang digunakan juga bukan dari blog jadul—yang isi desainnya lebay dan tidak HD.
Kedua, harus ada peran social media strategist jika tidak mau kontennya berantakan. Ini adalah peran kunci. Maka dari itu, walau bisa dibilang banyak posisi, peran social media strategist menduduki tempat tertinggi dalam tim media sosial. Dengan posisi tertinggi itu, banyak tuntutan juga yang harus ia lakukan.
Posisi ini sangat penting karena mengurusi interaksi dengan pengikut, membalas komentar publikasi, melemparkan pertanyaan ke pengikut, memikirkan publikasi konten yang meningkatkan engagement, mengevaluasi berdasar insight, dan segala macamnya. Jika bisa diibaratkan, seorang social media strategist adalah marketingnya organisasi. Ia harus merancang strategi konten, waktu publikasi, penampilan keseluruhan, dan kesan bagi pengikut dengan sebaik-baiknya. Jika di Instagram, social media strategist harus piawai memanfaatkan fitur story Instagram, stiker, hashtag, pin komentar, dan mengelola direct message dengan baik, bukan hanya sekadar-sekadar saja, tapi harus beda, inovatif, dan menarik.
Lalu, selain kedua hal tersebut, ada yang tak kalah penting yaitu soal komponen utama organisasi yang harus ada di media sosial. Komponen tersebut adalah logo, tagline, dan maskot. Tiga hal ini wajib ada jika ingin membentuk karakter organisasi yang mudah dikenal netizen.
Logo harus berbentuk sketsa yang bisa mewakili makna keberadaan suatu organisasi. Di dalamnya harus memiliki filosofi sesuai arti organisasi. Sedangkan tagline adalah kalimat ringkas yang secara eksplisit memperlihatkan identitas organisasi. Pernah mendengar tagline “Just Do It”? Betul, itu adalah tagline milik brand Nike. Ini adalah salah satu contoh kegunaan dan kekuatan tagline yang sangat berpengaruh terhadap brand dan organisasi. Terakhir adalah maskot. Maskot memiliki peran strategis yang berbeda dari logo dan tagline. Ia lebih kepada menarik perhatian untuk memperkenalkan dan mempromosikan keberadaan organisasi sehingga akan lebih mudah diingat oleh khalayak luas.
Lalu, apa dampak secara langsung terhadap organisasi? Dengan mengoptimalkan peran desain grafis dan social media strategist, otomatis dampak yang pertama adalah akan menciptakan kesan menarik netizen terhadap performa dan karakter organisasi. Biar netizen juga tidak memandang sebagai organisasi yang jadul dan norak karena keliru dalam menggunakan media sosial. Kedua, memudahkan organisasi dalam melakukan survei programnya. Ketiga, memperluas dampak dan manfaat bahkan hingga di tingkat nasional, bukan di regional atau lokal saja. Keempat, jika dengan mengoptimalkan itu bisa mendapat feedback yang aktif dari publik terkait performa organisasi, maka otomatis akan memberikan energi yang positif dan berkelanjutan bagi pengurus organisasi untuk menginovasikan program dan tampilan yang lebih baik dan yang jelas tidak norak lagi~
BACA JUGA Plus Minus Posting CV di Media Sosial bagi Pelamar Kerja dan tulisan Raditia Yoke Pratama lainnya.