Entah sudah berapa kali dalam setahun ke belakang, saya melihat video nirfaedah yang dibikin oleh YouTuber atau para so called content creator. Termasuk juga video prank yang hanya menguntungkan satu pihak melalui adsense, tapi sangat merugikan pihak lain yang manjadi korban dan masuk dalam videonya. Masalahnya, endingnya selalu sama. Meminta maaf dengan membuat klarifikasi. Bosen banget liatnya. Nggak ada bedanya sama sinetron. Atau malah mendingan sinetron? Eh.
Seandainya saja klarifikasi ini termasuk ke dalam budaya Indonesia yang diakui oleh Unesco, saya rela budaya ini segera direbut oleh negara tetangga tanpa perlawanan dari bangsa sendiri.
Maksud saya, daripada para YouTuber itu capek-capek bikin video nirfaedah, bikin kesal khalayak, lalu minta maaf lewat klarifikasi, kenapa nggak buat konsep video yang betul-betul mantap? Biar nggak capek garap video sampai dua kali, atau bahkan berkali-kali. Belum lagi kalau sampai dihujat dan digrebeg oleh orang banyak karena kurangnya sensitivitas dalam pemilihan tema ketika membuat video. Bikin dag-dig-dug, Bos.
Setelah melihat banyaknya video klarifikasi yang tersebar di internet karena ulah yang dibuat oleh para YouTuber sendiri, akhirnya saya bisa mengelompokkan orang yang suka memberi klarifikasi ke dalam beberapa tipe. Sebab, banyak di antara mereka yang terlihat template ketika memberi klarifikasi. Berikut tipe-tipe orang ketika memberi klarifikasi.
Pertama, segera mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Bagi saya, YouTuber yang seperti ini merupakan sebenar-benarnya klarifikasi ketika sebelumnya berbuat kesalahan. Wajar jika manusia berbuat kesalahan, dan sudah sepatutnya mengakui kesalahan, meminta maaf, lalu berjanji tidak mengulangi kesalahan serupa di kemudian hari. Syukur jika konten yang disajikan bisa lebih baik. Tipe seperti ini juga terbilang dewasa dan memiliki visi yang cukup baik terhadap kelangsungan kariernya sebagai konten kreator. Jika klarifikasi yang dilakukan seperti ini, dijamin, bakal jadi tren setter, followers juga makin sayang dan sulit untuk berpaling. Uhuk.
Kedua, minta maaf dan tatapannya kosong/nggak ngerti harus gimana.
Ada sebagian YouTuber yang ketika membuat klarifikasi sekaligus meminta maaf tuh sambil bengong. Apalagi jika kesalahan yang dibuat tergolong fatal. Sebelum diciduk banyak gaya, setelah terciduk malah mati gaya. Nah, di saat seperti itu, sebagian YouTuber biasanya meminta maaf dengan pandangan nanar, seakan nggak ngerti lagi harus gimana. Pada waktu yang bersamaan, sepertinya mereka juga sambil menerawang bagaimana kehidupan selanjutnya setelah melakukan kesalahan yang membuat khalayak geram.
Ketiga, playing victim dan bilangnya mau tutup akun media sosial.
Ada aja lho yang ketika sudah melakukan kesalahan, minta maaf sebagaimana mestinya, sih. Tapi, sekalian playing victim. Mekanisme pertahanan dirinya tetap aktif dan nggak mau disalahkan sepenuhnya gitu. Bahkan beberapa di antaranya mengaku mau tutup akun media sosial termasuk akun YouTube-nya.
Sebagian orang percaya, sebagian yang lain tidak. Dan buat yang percaya, selamat, ternyata tipe klarifikasi seperti ini merupakan suatu teknik untuk meningkatkan engagement semata. Lebih parahnya lagi, hanya prank.
Giliran dihujat, malah playing victim. Dih.
Keempat, minta maaf sambil nangis dan ngakunya introvert.
Sejak 2019 lalu sampai dengan saat ini, entah kenapa semakin banyak orang yang mengaku introvert. Bahkan sampai disebut ketika meminta maaf dan membuat klarifikasi. Hubungannya apa, sih? Mengaku introvert kan tidak serta merta membenarkan kesalahan yang sudah diperbuat. Jadi, saran saya, mungkin bisa dipikirkan terlebih dulu kali, ya, ketika mengucapkan sesuatu, efeknya apa gitu. Untuk meminimalisir efek kejut. Hehehe.
Setiap orang memang tidak akan pernah luput dari kesalahan, termasuk saya. Selain itu, harus diakui klarifikasi masih dibutuhkan dan harus dilakukan oleh banyak orang ketika melakukan kesalahan. Toh, dalam klarifikasi sudah sebaiknya diselipkan permohonan maaf setulus mungkin. Dengan catatan, asal tidak menjadi suatu kebiasaan yang terus berulang. Itu sih tuman.
Paling penting, ketika membuat klarifikasi, jangan pasang ekspresi tengil. Situ niat mengakui kesalahan dan minta maaf atau ngajak gelut? Dan lagi, jangan sampai ketika membuat konten situ petantang-petenteng, bikin mangkel orang, giliran diberi tanggapan yang berbanding lurus dengan isi kontennya, ealah, malah gelagapan. Inget, bandel boleh, bego jangan.
BACA JUGA 5 Hal yang Bisa Diteladani Kaum Muda dari Sosok Jerinx dan tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.