Tinggal di Perumahan Nggak Semenyenangkan Itu, Ini Dia 3 Alasannya!

Tinggal di Perumahan Nggak Semenyenangkan Itu, Ini Dia 3 Alasannya!

Tinggal di Perumahan Nggak Semenyenangkan Itu, Ini Dia 3 Alasannya!

Seru sekali membaca beberapa tulisan rekan-rekan di Terminal yang menceritakan keuntungan dan kerugian punya rumah di daerah masing-masing dengan lingkungan yang berbeda. Ada tinggal di perumahan, ada yang tinggal dekat kuburan, ada pula yang harus bersabar bermukim di pinggir rel kereta api. Apa pun keadaan tempat tinggal kita saat ini, sebaiknya disyukuri saja karena pulang yang sesungguhnya itu ya ke rumah sendiri. Baik buruknya tetap diterima, kan nggak enak kalau menumpang sama orang lain.

Saya jadi terpikir untuk ikutan berbagi hal serupa yang mungkin juga relate sama rumah kamu. Kali ini saya akan bercerita tentang nggak enaknya tinggal di perumahan yang nggak elit-elit amat. Jangan berpikir kalau punya hunian bergaya cluster itu menyenangkan dan berasa sultan.

Nyatanya, tinggal di perumahan nggak melulu nyaman ya karena ada 3 hal yang kurang enak versi saya sebagai penghuni.

Jauh dari minimarket dan warung, nggak bisa sering-sering jajan

Dulu sebelum tinggal di cluster ini, saya dan keluarga memiliki rumah di sebuah komplek sederhana milik negara. Rumahnya nggak besar dan bentuknya beda-beda. Seperti pemukiman pada umumnya, jarak toko kelontong ataupun minimarket nggak terlalu jauh dari rumah. Bisa lah ditempuh dengan berjalan kaki, paling cuma 5 menit. Malah ada beberapa rumah yang punya warung di depannya. Tetangga saya pula.

Saat saya sudah pindah ke perumahan rada bagus dikit, tidak ada warung di dalamnya, ya karena dilarang buka usaha di rumah. Selain itu, minimarket pun cukup sulit dijangkau. Bisa sih ditempuh jalan kaki aja tapi effort banget, sekitar 20 menit lah waktu tempuhnya. Minimal wajib punya motor deh biar bisa sering-sering ke Indomaret atau Alfamart terdekat. Ah kalau gini sih saya nggak bisa jajan melulu dong. Udah gitu, semacam warung madura pun tak ada yang dekat. Ah, repot amat.

Tidak ada tukang jualan keliling

Sewaktu saya tinggal di komplek biasa, tukang jualan keliling masih banyak yang lewat. Mulai dari gerobak bakso, ketoprak, sayuran, sampai ibu-ibu dengan ragam kue pasarnya. Pokoknya lengkap deh dan tinggal panggil saja, mereka pun mendekat. Tapi, kalau di perumahan, nggak usah berharap yang muluk-muluk lah, rombongan itu dilarang masuk berjualan. Padahal penting banget buat keberlangsungan hidup saya sekeluarga.

Memang sih, hal positif yang didapat adalah keamanan. Bukan mau negatif thinking, tapi ya kita nggak tau hari apes kapan tibanya karena nggak ada di kalender. Apalagi perumahan cluster kan biasanya tak berpagar, meski ada security 24 jam. Di samping itu, saya jadi hemat dan nggak dikit-dikit panggil kang bakso, dikit-dikit panggil kang somay. Namun, tetap saja kurang seru kalau nggak mendengar ketukan mangkok yang berarti bakso dan suara-suara menggoda lainnya.

Tinggal di perumahan rasanya terlalu eksklusif, seperti nggak punya tetangga

Sebagai seorang introvert, tinggal di perumahan adalah zona nyaman. Pagi hari pun terasa tenang dan semua orang sibuk dengan kegiatannya tanpa ocehan-ocehan. Tangisan bocil pun jarang terdengar. Malam hari pun lebih sunyi lagi, sudah lelah bekerja dan aktivitas lain, mereka memilih diam di dalam rumah.

Akan tetapi, keadaan ini membuat saya seperti nggak punya tetangga, kesannya terlalu eksklusif. Rata-rata hanya focus dengan isi rumahnya. Ya sesekali pernah lah menyapa, itupun bisa diitung jari, sisanya ya “lo lo, gue gue”.

Beda banget kalau tinggal di pemukiman biasa, semuanya akrab dah bahkan sering ada arisan. Entah itu kumpulan khusus emak-emak, bapak-bapak, dan anak-anak mudanya. Rasa kekeluargaan kental sekali. Setiap hari kaum lelaki ngeronda di pos sambil main gaplek dan ngopi. Para ibu rumah tangga pagi atau sore hari ngerumpi sambil nungguin anaknya main. Jika lebaran tiba, mereka akan saling mengunjungi satu sama lain. Asik deh pokoknya.

Kalau disuruh memilih, ya sekali lagi karena introvert akut, saya tetap stay di perumahan yang nggak elit-elit amat itu sih.

Ketiga hal di atas belum tentu berlaku di perumahan lain, mungkin tiap developer menerapkan aturan dan sistem yang berbeda ya. Di manapun kamu tinggal, harus tetap dinikmati dan disyukuri ya. Tapi ngeluh dikit boleh lah.

Penulis: Rachelia Methasary
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 5 Derita Memiliki Rumah di Daerah Perkebunan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version