Tiga Pisau yang Menusuk Prabowo

pisau prabowo

pisau prabowo

Mahkamah Konstitusi beberapa hari lalu telah menggelar kembali sidang kedua sengketa hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019 yang diajukan oleh kubu paslon nomor nol dua yaitu Prabowo-Sandiaga Uno.

Agenda sidang yang diadakan kali ini adalah mendengarkan jawaban dari Komsisi Pemilihan Umum (KPU), kubu paslon nol satu Jokowi-Amin, serta keterangan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dari sejak pengumuman hasil rekapitulasi tersebut, kubu Prabowo-Sandi nampak menggebu-gebu dan penuh gairah dalam melayangkan berbagai gugatan. Bahkan beberapa kali Om Prabowo dengan tegas di media-media massa meminta coblosan ulang di berbagai daerah karena dianggap menyalahi aturan. Tentu karena dia merasa dirugikan.

Saking semangatnya bikin gugatan sampe ketelisut dan ketika sadar mereka gak mau kalah sama mahasiswa tingkat akhir, langsung bikin versi revisiannya lalu diajukan lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sudah puas kubu om Prabowo mengadu ke MK dengan misi menyerang lawan dan penyelenggara Pilpres atau Pemilu, nah giliran di persidangan kedua ini kubunya Om Prabowo malah diserang habis-habisan.

Nggak tanggung-tanggung, guys—setidaknya secara bebarengan ketiga kubu pada persidangan kedua itu yaitu KPU, paslon 01, dan Bawaslu memberikan tanggapan yang secara langsung maupun nggak langsung melemahkan posisi Om Prabowo dan konco-konco.

Pertama, tanggapan dari KPU. Layaknya seorang dosen pembimbing yang killer, revisian gugatan yang nggak sesuai aturan yang dilontarkan kubu Om Prabowo pada tanggal 14 Juni kemarin dibantah sampe ke akar-akar oleh KPU. Yaps mau gimana lagi—kurang jos apa coba KPU. Apalagi buat nanganin tuntutan dari kubu Om Prab aja mereka udah siap-siap jawaban buat gugatan sebelum revisi sampai pas udah revisian—dikira KPU nggak jos kali yhaaa~

Kalo kubu Om Prab minta hasil rekapitulasi suara yang diumumkan KPU dianggap nggak sah dan kudu diselenggarakan ulang, KPU juga udah siap dengan 6000 halaman bukti. Di persidangan kali ini aja malah dikeluarin tuh sampe 300 halaman. Untung buktinya diserahkan ke MK, kalo buat dilempar ke kepala Om Prab keknya bisa benjol.

Ibarat mau makan ayam penyet, KPU nggak cuman jual ayamnya doang. Tapi sedia es teh, tempe, tahu, jeroan, kepala, lele, bebek, sampe kremes-kremesnya—siap sedia segala sesuatunya. Ya gimana lagi, udah capek berbulan-bulan KPU kerja—sampai mungkin anak istri atau suami di rumah nggak diurusin—eh ini malah ada yang minta diulang lagi. Ya, pasti KPU membela diri lah. Hmmm

Kedua, kubu Jokowi-Amin. Kayaknya kalau buat urusan bilang curang-curangan yang terstruktur, sistematis, dan masif disingkat T-S-M, kubunya Om Prab jago bener ya. Tapi bagi Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum sang lawan saat hal tersebut dibawa ke MK menjadi nggak relevan karena bukan wewenang MK tapi merupakan wewenang Bawaslu. Ya ibarat ada maling di rumah kita, lapornya ke Rumah Sakit bukan datang ke Polisi—apa iya maling kita nanti bakalan ketangkep? Bisa-bisa malah kita yang digiring ke IGD gara-gara dianggep linglung, Om Prab.

Terus tentang Pak Jokowi yang nggak ambil cuti pas masa kampanye, yang membuat kubu Om Prab menuding adanya abuse of power atau penyelewengan kekuasaan oleh Pak Jokowi. Bagi Yusril, gugatan ini adalah hal yang asumtif sehingga MK nggak bisa menerimanya. Serba salah pokoknya sih jadi Pak Jokowi di mata kubu Om Prab—nggak cuti dibilang penyelewengan kekuasaan, nanti cuti dibilang makan gaji buta. Ya apalagi mottonya Pak Jokowi itu “KERJA! KERJA! KERJA!” bukan “Kampanye! Kampanye! Kampanye!”. Jadi Om Prab haraplah maklum.

Ketiga, pandangan dari Bawaslu. Ya mereka ini sih adem-adem saja sih sebenernya. Nggak terlalu getol kaya KPU dan Paslon nol satu. Apalagi soal gugatan tentang dugaan keterlibatan pelanggaran Pemilu yang menyeret beberapa nama- nama orang besar seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan juga Menteri Kordinator Maritim Luhut Binsar Panjaitan, pihaknya akan segera memproses. Hal itu langsung disampaikan oleh Abhan selaku ketua Bawaslu. Clear kan?

Gugatan lain tentang cawapres Paslon nol satu yaitu Kiai Ma’ruf Amin yang memiliki jabatan di beberapa Bank BUMN—Abhan menganggap kalo nggak ada tuh pasal yang dilanggar. Lagian, ini pasti gara-gara Om Prab nggak pakai kuasa hukum kondang Hotman Paris jadi ya melayangkan gugatan kek gitu. Apa karena yang penting MK rame aja nih, Om?

Gugatan lain yaitu tentang adanya penggalangan dukungan terhadap anggota kepolisian dan juga BIN, Bawaslu nggak menemukan adanya laporan dari upaya ketidaknetralan Polri dan intelejen saat perhitungan suara berlangsung. Btw, kalo misal Polri dituduh nggak netral keknya masih masuk akal deh. Tapi ini BIN woy!

Emang yang mana anggota BIN? Setahu saya, intelejen di mana-mana mah nggak ada yang tahu identitasnya, kecuali petinggi-petingginya. Mbah dukun mana yang ngasih tahu Om Prab kalo intelejen main nggak netral-netralan pas Pilpres?  Ya, memang ada pepatah lama “mana ada maling yang ngaku?” Itu juga sedikit banyak berlaku buat kubunya Om Prab. Namun, ada modifikasi keren buat mereka pakai pepatah sejenis. Mungkin bakalan kayak gini bunyinya: “mana ada pihak kalah yang terima?”

Dengan berbagai tanggapan tersebut, tentu posisi Om Prab dan konco-konco makin tersudutkan. Bukan cuman secara hukum tapi juga sosial. Masyarakat kaya saya, bisa aja tuh mikir kalo Om Prab bikin gugatan pake metode cocokologi atau sejenisnya karena bahkan diserang sama tiga kubu sekaligus. Apalagi banyak yang dikasih bantahan telak, kek anak kecil yang ngadu ke bapaknya tapi asal ngomong begitu.

Namun, di luar itu semua ada hikmah yang perlu diambil dari sini yaitu saat tertusuk satu pisau kita bisa menjerit, tapi kalo sampe tiga pisau yang menusuk kita—apalah daya musti pasrah. Pasrah bukan berarti kalah, tapi biar kelihatan dewasa dan juga berwibawa, Om Prab.

Tenang aja Om Prab meskipun nanti hasilnya kalah, anda akan tetap ada dalam hati dan sanubarinya para kampret, begitu juga Bang Sandi akan selalu ada emak-emak kompleks yang mengagumimu.

 

Exit mobile version