“Hai, Kak. Lagi apa? Kakak sekarang lagi pakai produk apa? Sekarang Mawar lagi jualan produk ini, Kak. Kakak sudah tahu produk ini? Bisa buat kurus lho, Kak. Terus kandungan kimianya nggak ada, Kak. Masih alami, boleh dicoba, Kak.”
Hai, Warga Mojok. Mungkin kalian sudah terbiasa dengan kalimat pembuka di atas. Kalimat basa-basi yang sering digunakan oleh orang-orang yang mungkin sama denganmu. Mereka yang sedang berjuang untuk kebebasan finansial, untuk bertahan hidup. Namun, cara mereka memang sedikit berbeda. Mereka datang dengan keyakinan melebihi sales, dengan jurus S3 marketing, dan juga kepercayaan diri yang dibisikkan berulang kali oleh para mentor.
Alhasil, tanpa malu-malu kucing mereka mendatangimu yang sedang duduk di taman, belajar di lingkungan kampus, dan perpustakaan. Atau bahkan di tempat makan, pusat perbelanjaan, dan juga lampu merah. Mereka dengan sabar membagikan brosur sambil berusaha menjelaskan produknya.
Hari ini saya ingin bercerita tentang bisnis Multi-Level Marketing yang disingkat MLM. Sebuah bisnis yang membuat seseorang rela mengorbankan hubungan saudara dan pertemanannya supaya produknya laku. Saya mengenal Multi-Level Marketing sejak lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Saat itu MLM menjadi tren bisnis yang dijalankan oleh beberapa kalangan anak muda.
Teman saya yang awalnya nggak mau temenan waktu SMA dan pernah nge-bully saya habis-habisan, tiba-tiba nge-chat dengan ramah. Awalnya seperti biasa, nanya lagi ngapain. Eh, ujung-ujungnya malah nge-prospek. Kesal, kan?
Produk multi level marketing sangat banyak dan kadang juga telah menjadi produk yang dekat dengan keseharian seperti botol minum, kosmetik, dan kesehatan. Saya tidak mengatakan bahwa yang berjualan selalu menyebalkan, bahkan produknya jelek. Sebagian dari mereka ada yang tidak annoying dan juga berhasil membuat saya nyaman menggunakan produknya.
Namun, yang membuat saya merasa teranggu adalah saat saya harus diprospek dengan berkedok badan saya yang gendut. Mengawali sebuah percakapan basa-basi, tapi ujung-ujungnya malah mengarah ke percakapan yang berbau pencelaan pada badan saya yang gendut.
Sebagai perempuan yang sudah berkepala 23 ke atas, menjadi kurus tentu bukan obsesi lagi. Kalau dulu, ditawarkan produk Multi-Level Marketing, mungkin jiwa ingin mencoba saya sangat tinggi. Namun sekarang sangat berbeda, karena pola pikir yang sudah berubah.
Seperti yang saya ceritakan di atas, ada banyak cara dan alasan saya lakukan agar tidak menjadi target marketing para pelaku MLM. Sebisa mungkin menghindar, hingga akhirnya saya menyesal karena telah mengabaikan mereka dengan cara yang tidak baik.
Terakhir yang memprospek saya adalah adik kelas saya sendiri saat kuliah. Awalnya masih saya balas dengan baik, iya perkenalkan saja produknya nanti pasti dibalas. Namun, karena beliau ngotot dan meneror setiap hari, akhirnya yang saya lakukan adalah menghapus nomor WhatsApp-nya dan memilih tidak membalas setiap pesan darinya. Saya merasa menjadi manusia yang tidak humanis. Saya merasa harus belajar dari pengalaman dan merangkum bagaimana cara menolak prospek Multi-lLevel Marketting dengan baik. Menurut saya, setidaknya ada tiga cara menolak ajakan orang yang memprospek produk MLM.
Pertama, hal yang paling sering dilakukan oleh agen MLM, setelah menjelaskan seluk beluk dan manfaat produknya adalah meminta nomor handphone. Hal yang bisa kamu lakukan adalah mengganti dua digit nomor belakang handphonemu. Kebohongan ini tentunya hanya kamu, malaikat, dan Allah yang tahu.
Kedua, perhatikan mereka dengan saksama dan anggukan kepalamu sesekali saat mereka menjelaskan. Pura-pura bodoh di depan orang atau pura-pura memahami pembicaraan oran lain adalah dua hal yang berbeda. Namun, dengan terlihat pura-pura bodoh, mereka tentunya akan semangat menjelaskan produknya kepada kamu karena merasa kamu baru mengenal produknya. Setelah ia menjelaskan panjang lebar, saatnya kamu pura-pura mengerti agar ia tak berlama-lama di depanmu.
Ketiga, ketika mereka datang, sadari dan pahami mereka adalah manusia yang sama seperti kamu. Terlebih jika posisi kamu juga sama seperti mereka: sama-sama pejuang kebebasan finansial. Hanya saja caranya mungkin berbeda. Mungkin kamu saat ini masih memiliki kesempatan kuliah atau bekerja di kantor yang membuat kamu merdeka secara finansial. Menyadari posisi mereka tentunya dengan begitu kamu akan menghargai mereka yang sedang berusaha memperkenalkan produknya.
Akhir kata, hanya ini saja yang dapat saya bagikan semoga bermanfaat.
BACA JUGA Pengalaman Ikut MLM: Dapat Uang Sih, Tapi Sisanya Ketersiksaan atau Rahma Liasa Zaini tulisan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.