Tidak Ada yang Sempurna dari Hajatan Nikah di Jawa Tengah, Banyak kok Kekurangannya

Tidak Ada yang Sempurna dari Hajatan Nikah di Jawa Tengah, Banyak kok Kekurangannya!

Tidak Ada yang Sempurna dari Hajatan Nikah di Jawa Tengah, Banyak kok Kekurangannya! (unsplash.com)

Hajatan nikah di Jawa Tengah memang punya keunikan tersendiri. Sangat sesuai jika disematkan istilah “menjadi raja dan ratu sehari”. Bahkan tamu undangannya juga mendapatkan pelayanan dan perlakuan ala kerajaan.

Akan tetapi ada kekurangan yang terjadi di balik dekorasi panggung yang indah, makanan yang mewah, dan pelayanan yang wah. Terutama yang terjadi di belakang panggung secara harfiah.

Rewang hajatan nikah bisa sampai satu minggu

Secara bahasa, arti rewang adalah pembantu. Tapi, dalam konteks hajatan nikah di Jawa Tengah, rewang adalah gotong-royong, baik itu ibu-ibu, bapak-bapak dan pemuda-pemudi untuk membantu mensukseskan acara warga yang punya hajat. Akan tetapi sekarang ini di desa saya, di Klaten, kata rewang lebih melekat untuk ibu-ibu saja yang bertugas meracik, memasak makanan, dan mengantarkan tonjokan.

Ibu-ibu rewang hajatan nikah Jawa Tengah ini biasanya dibagi menjadi dua tim. Tim rewang inti dan tim rewang sukarela.

Ibu-ibu rewang inti dituntut untuk bekerja keras sebelum dan sesudah hari H acara pernikahan. Biasanya cuma terdiri 2-4 orang. Bahkan tim ini mulai tempur di dapur sejak habis subuh dan pulang malam hari. Ibu-ibu tim rewang inti ini dibayar. Tarifnya bervariasi, antara 100 sampai 250 ribu per hari. Tim rewang inti bertanggung jawab dengan cucian bolo pecah (gelas dan piring) dan ketersediaan hidangan matang seperti: teh, nasi, lauk, sop, dan lainnya.

Bayangin saja, kerja seminggu penuh selama hampir 18 jam sehari di depan tungku. Padahal kebanyakan yang saya temui, tim rewang inti hajatan nikah ini usianya sudah di atas 50 tahun. Memang nggak salah kalau emak-emak itu dinobatkan menjadi makhluk terkuat di jagat raya.

Selanjutnya tim rewang sukarela. Tim ini terdiri dari para tetangga satu RT dan juga dari keluarga trah. Tugas tim rewang sukarela adalah membantu pekerjaan yang sudah diatur tim rewang inti. Mulai dari mengupas bahan, memotong daging, mengaduk adonan, mengantar tonjokan dan lainnya. Pokoknya urusan logistik, deh.

Tim sukarela ini tidak mendapat upah berupa uang. Biasanya tuan rumah hajatan nikah akan memberikan sembako atau jajanan sebagai ucapan terima kasih. Kalau tim ini usianya bervariasi, ada yang muda sampai yang sudah sepuh.

Sinoman rela izin nggak masuk kerja demi tanggung jawab sosial

Sinoman terdiri dari muda-mudi desa. Mereka adalah tenaga sukarela yang bertugas melayani para tamu. Jadi, nggak semua generasi muda itu mageran, ya. Di desa-desa di Jawa Tengah, masih ada muda-mudi yang rela bangkit dari kasur untuk memenuhi tugas nyinom hajatan nikah. Bahkan ada yang rela izin tidak masuk kerja demi tugas mulia ini.

Ada pasal yang tidak tertulis di kalangan muda-mudi desa ini, “Nek ora srawung, rabimu suwung”. Pasal tidak tertulis ini sangat efektif membuat takut para kawula muda jika tidak ikut nyinom. Boleh saja izin tidak ikut, asalkan dia punya alasan yang bisa diterima teman-temannya.

Bahan masakan dan makanan yang hilang

Ini adalah poin yang membuat si pemilik hajatan nikah boncos. Makanan yang seharusnya disuguhkan kepada tamu, malah diembat oleh oknum-oknum nakal.

Pelaku biasanya saudara sendiri yang tidak tahu diri atau bisa juga tetangga yang culas. Tidak hanya makanan yang sudah matang, tapi bahan makanan seperti gula, cabai, bawang, garam, dan lain sebagainya ikut diembat juga.

Yang lebih tidak tahu diri lagi, makanan kecil ater-ater (hantaran) dari besan yang harusnya menambah porsi suguhan, diembat juga sama oknum-oknum nakal ini. Alhasil, shohibul hajat harus nombok beli makanan tambahan.

Kebersihan makanan hajatan nikah kurang terjaga

Karena keterbatasan tempat, makanan yang akan disuguhkan itu diletakkan sembarang tempat. Ditutup asal-asalan dengan kain taplak atau kertas koran, bahkan ada yang tidak ditutup sehingga para lalat bisa ikut berpesta.

Karena tidak memakai jasa profesional, maka memasak masakan untuk hajatan nikah pun tidak memakai standar kebersihan ala restoran. Bisa jadi ada yang tidak cuci tangan sehabis garuk-garuk atau sehabis menggali harta karun di lubang hidung.

Tapi tenang, hal semacam itu sudah dimaklumi oleh banyak orang termasuk saya. Hehehe. Tapi kalau kalian termasuk orang yang sangat ketat dengan kebersihan makanan, maka pemandangan seperti itu akan menghancurkan nafsu makan kalian.

Makanan hajatan nikah banyak yang terbuang

Indonesia adalah salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar. Prestasi itu bisa tercapai salah satunya disebabkan tata kelola logistik hajatan yang jor-joran. Semboyan shohibul hajat adalah: mending turah daripada kurang (lebih baik sisa daripada kurang). Bakal jadi aib seumur hidup kalau di tengah-tengah acara hajatan nikah ada tamu yang belum mendapatkan makan, sementara di dapur sudah tidak ada yang bisa dikeluarkan lagi.

Kalau yang sisa bahan, masih bisa dijual lagi. Yang repot kalau yang sisa adalah makanan matang. Kalau cuma sisa sedikit, bisa dibagi-bagi lagi ke tetangga dan saudara. Tapi kalau sisa banyak, bisa dipastikan makanan itu basi dan ujung-ujungnya dibuang. Ini belum termasuk sisa makanan dari tamu hajatan nikah yang tidak menghabiskan makanannya, lho.

Bujet selangit mengakibatkan utang yang baru lunas bertahun-tahun

Sudah bukan rahasia lagi kalau menikah di negara kita itu bisa menghabiskan harta benda. Salah satu teman saya juga mengamini dengan dalih menikah itu sekali seumur hidup. Jadi menurutnya wajar kalau harus keluar banyak uang walaupun harus utang bank dengan menggadaikan sawah nenek moyang.

Orang tua tidak akan setuju kalau hajatan nikah cuma dibuat sederhana dengan tamu orang-orang dekat saja. Acara harus geden (mewah) supaya bisa mengundang banyak tamu dan memuliakan mereka. Sehingga tamu tersebut berkenan nyumbang. Padahal belum tentu kedua mempelai kenal dengan tamu-tamu itu.

Teman saya ada yang nekat tanpa acara. Cuma akad ke KUA. Eh, besok-besoknya banyak kabar berembus kalau teman saya itu hamil duluan.

Belum lagi utang budi dari para rewang dan penyumbang. Itu adalah utang dengan lingkaran yang sulit ditemukan titik berhentinya. Orang rewang itu berharap kalau besok dia punya hajat, dia juga direwangi. Orang nyumbang juga sama, dia berharap sumbangannya bakal kembali kalau suatu saat dia punya hajat.

Sebenarnya masih banyak kekurangan hajatan nikah di desa Jawa Tengah yang katanya pelayanannya perfect itu. Tapi segini dulu yang bisa saya bagikan. Kalau ada yang mau menambahkan, silakan tambahkan di kolom komentar.

Penulis: Amir Sidiq
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Kondangan di Desa Jawa Tengah adalah Kondangan Paling Perfect, Melayani Tamu Sepenuh Hati, Dilayani bak Raja!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version