‘The White Tiger’ Adalah Jawaban Atas Konsep Utopis Realistis Kaya Miskin Khas Nadin Amizah

'The White Tiger' Adalah Jawaban Atas Konsep Utopis Realistis Kaya Miskin Khas Nadin Amizah terminal mojok.co

'The White Tiger' Adalah Jawaban Atas Konsep Utopis Realistis Kaya Miskin Khas Nadin Amizah terminal mojok.co

Saya sudah menonton The White Tiger, dan bukannya teringat dengan Parasite seperti kata Jeng Rizka, saya justru mengingat ide, pendapat, gagasan, atau apalah namanya yang pernah dilontarkan oleh Nadin Amizah di podcast Deddy Corbuzier. Menyoal konsep, “Jadilah orang kaya agar kamu bisa lebih mudah berbuat baik”. Balram Halwai telah membuktikan itu semua, memang benar, ketika kita kaya kebaikan bahkan kebijakan akan datang dengan sendirinya.

Film The White Tiger nggak akan relate-relate amat kalau latar waktu yang diceritakan bukan medio tahun-tahun krisis, pada 2008. Selain setting 2000-an yang jadi dasar dalam penggambaran kemiskinan dan perkembangan teknologi, ending film ini juga jadi sangat relevan dengan perkembangan startup ride sharing yang makin menggurita. Padahal, menjelang akhir film saya sempat skeptis soal betapa sedikitnya durasi tersisa padahal gurita bisnis Balram kaya belum diceritakan.

Ternyata, hanya butuh waktu kurang dari lima menit untuk menutup film persis seperti pola scene awal pembukanya. Adegan-adegan nir-dialog, diikuti penjelasan lugas Balram sebagai narator, dan tanpa diduga seolah menjawab semua dosa masa lalu lewat acts of self redemption, penebusan dosa dengan caranya sendiri. Berbuat baik dong tentu saja, dengan cara yang lebih elegan, kalau nggak mau disebut picik. Persis seperti konsep orang kaya yang pernah disinggung Nadin Amizah.

Meskipun demikian, tentu saja Balram miskin nggak akan sepenuhnya setuju dengan deskripsi orang miskin yang dijelaskan Nadin. Kata Nadin, kalau miskin, rasa benci kepada dunia yang terlalu besar bikin kita nggak punya waktu untuk baik sama orang. Balram sebagai tokoh utama dalam The White Tiger justru mendemonstrasikan lelaku yang sama sekali berbeda. Balram seolah ngomong, miskin boleh, goblok dan pekok jangan.

Kalau saya pikir-pikir mungkin sekali Balram ini terinspirasi dari Imam Syafi’i yang petuahnya dalam bentuk quote tentang belajar dan kebodohan selalu bikin kita malu. Banyak versinya, tapi kira-kira begini bunyinya: jika kamu tidak sanggup menahan letihnya belajar, kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan. Dan Balram kecil yang miskin mungkin bukannya jenius karena bisa dengan mudah membaca kata dan kalimat dalam pelajaran bahasa Inggris.

Sangat mungkin sekali Balram kecil adalah sosok yang rajin belajar pangkal pandai, tidak sombong, baik hati, dan suka menabung. Barangkali lain kali bisalah Ramin Bahrani bikin versi backstory Balram kecil, khususnya lewat framing anak pembelajar. Biar bisa ditonton oleh segmen penonton yang sama dengan anak-anak penikmat Upin Ipin dan Nussa Rara.

Orang seperti Balram memang tipikal budak ilmu dan keterampilan, kemudahannya dalam menguasai bahasa Inggris dan kecepatannya dalam belajar nyetir mobil jadi dua bekal utama dalam merencanakan masa depan: jadi babu. Memang terdengar kasar, tapi pada tahun-tahun itu di India dengan kesenjangan kaya miskin yang nggak kira-kira, pekerjaan sebagai pembantu bisa jadi sangat mulia. Meskipun mendapatkan perlakukan yang nggak jauh beda dengan binatang.

Setidaknya, Balram miskin tetap berbuat baik pada majikannya, jadi konsep miskin dari Nadin yang katanya terlalu membenci dunia itu nggak sepenuhnya benar. Sampai kecerdasanmu mengalahkan kemiskinanmu, di titik itulah Balram babu sadar bahwa jadi cukup saja nggak cukup. Balram juga pengin dong ngasih ke kaum miskin yang lain. Cara dan jalannya jelas: kriminalitas dan politik.

Dan itu adalah cara yang benar, meski pasti nggak baik. Sudah pernah dengar, kan, soal konsep benar belum tentu baik? Saling tikam dari belakang dalam konteks politik antar orang kaya, atau orang yang bisa, seperti Balram, memang harus dilakukan. Biar nggak kayak Gerindra dan PKS yang jadi bulan-bulanan mulu sama kubu PDIP dan kawan-kawannya.

Makanya, cara yang dilakukan Balram menurut saya justru lebih presisi, taktis, dan brilian ketimbang kegilaan dalam film Parasite. Balram seolah melengkapi ucapan Nadin, dengan mencontohkan, ngene lho carane dadi wong sugih. Jadilah orang kaya agar kamu dapat  berbuat jahat pada orang kaya yang jahat, dan lebih mudah berbuat baik pada orang miskin. Sehingga nggak akan ada lagi orang miskin di sekitarmu yang terlalu benci pada dunia dan berpotensi merampas kekayaanmu.

BACA JUGA Review Film ‘The White Tiger’ dan Seberapa Relate Ceritanya sama Orang Indonesia dan tulisan Adi Sutakwa lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version