Saya mencoba datang ke The Coach Coffee Shop, tapi…
Brand Coach sangat populer di dunia, termasuk di Indonesia. Perusahaan kenamaan asal New York ini menjual berbagai macam produk fashion seperti tas, dompet, sepatu, topi, dan aksesori lainnya. Bahkan lanyard Coach pernah sangat booming di negeri ini lantaran menjadi item wajib mbak-mbak corporate di SCBD.
Nah, baru-baru ini, Coach membuka kedai kopi dan restoran di Indonesia. Jujur saja, saya jiper pas mau masuk restorannya, takut saldo rekening saya ditertawakan sama piring dan mangkuknya. Akhirnya saya putuskan untuk masuk ke coffee shop-nya saja, karena lokasinya bersebelahan. Tampilan coffee shop-nya juga mahal, tapi masih masuk akal dikunjungi oleh kaum mendang-mending seperti saya ini.
Barangkali jamaah Mojokiyah ada yang tertarik untuk mencicipi kopi di The Coach Coffee Shop tapi masih ragu-ragu, mungkin kalian bisa membaca artikel ini terlebih dahulu.
Daftar Isi
Harga elite, tempat duduk sulit
Saat dibuka pertama kalinya awal tahun ini, The Coach Coffee Shop ramai sampai antre panjang. Namun, kondisi tersebut hanya berlangsung beberapa hari, setelahnya sepi. Mungkin pelanggan kecewa dengan harga yang kelewat mahal, tapi tidak ada yang istimewa.
Interior coffee shop-nya sih bagus, tapi ruangannya terlalu sempit. Area indoor hanya diberi meja tanpa tempat duduk. Please, Coach, orang Indonesia tidak biasa berdiri selain saat upacara bendera. Capek banget minum kopi sambil berdiri, lama-lama perut bisa suduken.
Memang ada area outdoor yang menyediakan tempat duduk, tapi kursinya sekeras batu. Saya tidak lebay, Gaes. Kalian tahu kedai kopi yang temanya unfinished dan membuat kursi permanen dari cor-coran semen? Nah, seperti itulah tempat duduk di The Coach Coffee Shop. Area outdoor-nya pun tanpa kanopi. Saya tahu konsepnya outdoor, tapi ini Indonesia, Coach, bukan New York yang dingin dan bersalju.
Desain area outdoor-nya juga aneh, ada dedaunan menempel di dinding mirip hiasan hajatan pernikahan. Kursi batunya dibuat deret panjang, tidak ada sekat sehingga area smoking dan non-smoking menyatu. Kalau kita duduk di outdoor artinya harus terima kalau ada yang merokok. Kalau tidak mau terkena asap rokok, pengunjung bisa berdiri di area indoor atau sekalian pulang saja.
Untuk ukuran coffee shop yang menjual kopi di atas Rp65 ribu dan cake seharga Rp80 ribu, pengunjung seolah tidak diberi kenyamanan apa pun. Jadi begini, kalau misalnya saya membeli segelas caramel macchiato di Starbucks seharga Rp61 ribu, sebenarnya saya tidak hanya membeli minumannya, tapi juga sofa empuk, WiFi kencang, AC dingin, dan suasananya.
Nah, kalau saya masuk ke The Coach Coffee Shop yang harganya lebih mahal dari Starbucks, saya jelas berekspektasi tinggi. Minimal kursinya empuk. Lah ini? Sudah pantat sakit, napas tersengal-sengal karena ruangannya sempit pula. Kalau seperti itu mending ke Tomoro Coffee. Harga murah meriah, bisa duduk di tempat yang lumayanlah, setidaknya kursinya bukan terbuat dari plesteran semen.
Rasa kaki lima, harga bintang lima
The Coach Coffee Shop tidak hanya menjual kopi, tapi juga matcha, pizza, cake, dan aksesori pelengkap minum kopi seperti tumbler, totebag, polo shirt, dan pernak-pernik lainnya. Harga pizzanya mulai dari Rp50 ribu/slice. Ingat ya Rek, per slice. Jangan dibayangkan dapat satu pizza bulat, kalau mau dapat pizza banyak dan murah ke Pizza Hut.
Saya memesan minuman yang katanya best seller mereka, yaitu sea salt brownie latte dengan harga Rp65ribu dan cannelloni Rp85 ribu. Gimana rasanya? Sejujurnya biasa saja. Bukan tidak enak, tapi tidak spesial. Sea salt brownie-nya terlalu manis sehingga menutup rasa pahit kopi dan gurih sea salt-nya.
Sementara untuk cannelloninya juga B saja. Cream cheese di dalamnya enak, tapi cokelat dan kulit luarnya kurang terasa. Namun, tampilan cannelloninya estetik dan meningkatkan selera makan karena dihidangkan dengan kertas minyak bergambar kotak-kotak khas Coach.
Dengan harga kopi Rp65 ribu dan dessert Rp85 ribu, tapi disuruh berdiri atau duduk di atas batu, mohon maaf, skip dulu.
Fashion barista The Coach Coffee Shop seharga Rp17 juta
Satu hal yang paling mencolok di mata saya ketika melihat The Coach Coffee Shop adalah fashion baristanya. Mereka menggunakan topi, syal, shirt, celemek putih dengan emblem Coach, dan sepatu Coach berwarna cokelat. Semua yang menempel di badan baristanya berlabel Coach. Kalau saya total dari atas sampai bawah kira-kira harganya mencapai Rp17juta, mungkin bisa lebih.
Gila, apakah gaji baristanya semahal pakaian Coach-nya? Kalau iya, saya mau daftar menjadi baristanya. Hehehe.
Pakaian yang digunakan baristanya juga dijual di The Coach Coffee Shop. Semacam merchandise gitu. Harganya jangan ditanya, sudah tentu mahal. Kaosnya saja di atas Rp2 juta. Sobat UMR sih nangis saja di pojokan.
Secara keseluruhan, antara rasa, suasana, dan harganya memang tidak worth it, kecuali kalian orang kaya dengan kepribadian introvert yang membeli kopi selalu take away. Meski begitu, bukan berarti Coach yang keliru, mungkin pangsa pasarnya bukan kaum mendang-mending seperti saya.
Jika kalian penasaran ingin mencicipi kopi Coach, silakan datang ke Grand Indonesia. Saran saya sih bawa kursi lipat supaya tidak capek berdiri.
Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.