Tetaplah Berdansa, Vini!

Tetaplah Berdansa, Vinicius Junior! atletico madrid barcelona joan laporta real madrid

Tetaplah Berdansa, Vinicius Junior! (Akun Instagram @vinijr)

Berdansalah, Vini, jangan hiraukan monyet-monyet tersebut!

Apa yang terjadi, jika ada orang dengan pongahnya, melarang orang Wonogiri makan mi ayam?

Yang terjadi selanjutnya tentu saja kekacauan. Bagaimana bisa meminta manusia melucuti identitas tempat lahirnya, yang ia ketahui sejak kecil, dan jelas-jelas membawa kebahagiaan. Hal ini tak bisa dianggap remeh, dan tak mengherankan jika akan ada gerakan melawan dalam jumlah yang masif.

Dan Koke, pemain Atletico Madrid, klub semenjana penuh dengan pecundang, dan Pedro Bravo, rasis yang kebetulan menjabat Presiden Agen Pemain di Spanyol, harusnya tahu itu.

Ia mungkin akan marah jika identitas dirinya sebagai orang Spanyol dilucuti tiba-tiba. Misal, ia dilarang untuk melakukan siesta, karena hal itu dianggap melukai hati orang yang bekerja di siang hari. Ia pasti mengamuk. Bagaimana bisa ia, sebagai orang Spanyol, dilarang tidur siang? Siesta sudah mengakar di dirinya, terekam dalam darah.

Maka dari itu, harusnya, ia tak perlu membuat gaduh dengan melarang Vinicius Junior berdansa. Pedro harusnya tak perlu mengatai Vini monyet hanya karena ia berdansa.

***

Kita tahu, Brasil memaknai sepak bola dengan berbeda. Mereka tidak bermain sepak bola dengan gaya Eropa, yang terstruktur dan sistematis. Orang Brasil memasukkan dansa dan kebahagiaan dalam sepak bola. Bagi mereka, bola adalah kanvas, dan mereka artisnya. Apa yang mereka lakukan dengan bola, adalah seni.

Tak heran jika mereka berdansa setelah mencetak gol. Mereka merayakan karya seni mereka. Gol demi gol tak hanya dimaknai sebagai upaya untuk menang, tapi juga dimaknai sebagai sebuah keberhasilan membuat mahakarya. Melarang pemain Brasil berdansa, sama saja melucuti harga diri mereka dan merenggut hak asasi mereka.

Ketika Koke bilang bahwa akan ada konsekuensi (buruk) jika Vinicius Junior berdansa di Wanda Metropolitano, jelas itu sebuah usaha untuk merenggut kemanusiaan Vini. Dansa yang Vini lakukan bukanlah sebuah usaha provokasi. Itu adalah wujud kebahagiaan atas apa yang ia lakukan.

Kalau Koke memaknai itu sebagai sebuah penghinaan, itu amat bodoh. Siapa pun berhak bahagia, bahkan di kandang lawan sekali pun. Saya memang tak bisa berharap apa-apa dari pemain Atletico Madrid, tapi, ayolah, lompatan logika ini sudah keterlaluan.

***

Saya pikir, salah satu masalah manusia paling fatal adalah sering berpikir terlalu jauh, padahal bisa jadi apa yang ia cari ada di depan mata. Dan pikiran terlalu jauh ini, kadang justru dianggap sebagai legitimasi untuk berbuat apa pun.

Padahal, kita bisa saja berpikir secara sederhana, tanpa bikin lompatan-lompatan yang justru bikin kita jauh dari kebenaran.

Dansa Vinicius Junior, muncul karena ia adalah orang Brasil. Di sana, kebahagiaan diungkapkan dengan tarian. Dan sepak bola, adalah cara meraih kebahagiaan paling murah dan yang paling ia pahami.

Salah satu cara untuk memperbaiki taraf hidup di Brasil, adalah dengan sepak bola. Banyak orang berharap lewat sepak bola, mereka bisa keluar dari kemiskinan yang menjerat mereka. Maklum, tingkat kemiskinan di Brazil begitu tinggi. Maka ketika akhirnya mereka beneran bisa keluar dari kesengsaraan mereka gara-gara sepak bola, tak mengherankan jika mereka merayakannya dengan tarian. Mereka sedang mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, dengan berbahagia, dengan dansa.

Jadi, Vinicius Junior tak perlu dibilang “playing the monkey” ketika berdansa setelah mencetak gol. Kita bisa menganggapnya ia sedang mengucapkan terima kasih atau bersyukur lewat dansanya. Itu cara yang ia kenal, itu cara yang Brasil kenal.

Untuk apa mempermasalahkan cara orang memanjatkan syukur?

Berdansalah, Vini. Menarilah di mana pun, dan percayalah, saya akan ikut berbahagia karena tarianmu. Sebab, saya tahu, bahwa itulah caramu mengucap syukur. Tak ada yang lebih indah selain melihat orang bersyukur setelah melewati apa-apa yang ia alami.

Jangan hiraukan Koke dan Pedro Bravo. Yang jelas, Vini, kau bukanlah monyet. Justru Koke dan Pedro lah monyetnya, karena berteriak-teriak tak jelas atas apa-apa yang sebenarnya sama sekali mereka tak pahami.

Sumber gambar: Instagram @vinijr

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Rodrygo, The Starboy

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version