Tetap Rakus Baca Walaupun Bulan Puasa

rakus buku

rakus buku

Tak terasa (sebenernya terasa sih) bulan Ramadan kembali tiba. Bulan mulia di mana pintu-pintu kebaikan dibuka dan para pendukung fanatik capres setan-setan dibelenggu. Tentu kita sudah bisa melihat tanda-tandanya. Mulai dari iklan sirup di televisi sampai broadcast maaf-maafan di WAG alias WhatsApp Group.

Pada bulan ini, orang-orang pun berlomba meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah. Ada yang memperbanyak shalat, tadarus, dzikir, dan lain sebagainya. Ada pula yang dengan cara mengurangi maksiat: mulai dari mempersedikit jam jalan bareng pacar, menghapus video wagu, menahan diri untuk tidak menulis komentar “bgst!” di postingan shitpost, dan lain sebagainya.

Banyak hal bisa dilakukan untuk mengisi bulan Ramadan ini.

Sebagai orang yang mencintai Nabi Muhammad—yang diutus bersama kitab suci dengan ayat pertama berisi seruan membaca—dan mengagumi Bung Hatta (pejuang bangsa yang masih sempat-sempatnya bawa dua peti buku saat dalam masa tahanan), saya menawarkan cara lain untuk menyemarakkan bulan nan suci ini.

Apa itu? Perbanyak baca. Baca apa saja. Baca artikel, jurnal, majalah, buku, ensiklopedia, dan lain-lain. Terutama, perbanyaklah baca al-quran. Mumpung ganjarannya berlipat ganda (bukan maksud ngustadz nih, hanya sekadar mengingatkan hehe).

Banyak sekali pilihan buku untuk dibaca. Nah, berhubung bacaan saya masih terlalu sedikit dan itu pun enggak bagus-bagus amat, maka saya sajikan menu bacaan berdasarkan rekomendasi penulis-penulis favorit saya.

  1. Dea Anugrah

Penulis muda idola semua orang (yang mengidolakannya) yang punya julukan ‘pemuda korut’ ini pernah membeberkan daftar lima buku favoritnya dalam suatu wawancara. Kelima buku tersebut adalah Orang-Orang Bloomington karya Budi Darma, The Snows of Kilimanjaro and Other Stories karya Ernest Hemingway, Pedro Paramo karya Juan Rulfo, Bartleby & Co. karya Enrique Vila-Matas, dan Map: Collected and Last Poems karya Wislawa Szymborska.

Coba simak apa kata Dea mengenai Orang-Orang Bloomington: “Satu dari sedikit sekali buku yang akan bertahan andai suatu saat kesusastraan Indonesia memutuskan untuk bertaubat dan mensucikan diri dari karya-karya busuk.”

Kurang cocok apa lagi coba buat dibaca di bulan Ramadan?

  1. Sabda Armandio

Dalam wawancara baru-baru ini bersama Jurnal Ruang, Dio—sapaan akrab penulis dua novel keren Kamu dan 24 Jam Bersama Gaspar—ditanya, “Siapa penulis yang secara spesifik Anda sorot atau paling tidak membwa pengaruh?”

Menanggapi pertanyaan itu, Dio pun menyebutkan berbagai nama semisal Albert Camus, Arthur Schopenhauer, Idrus, Chairil Anwar, Gabriel Garcia Marquez, hingga Jorge Luis Borges.

Secara spesifik ia menyebut novel Seratus Tahun Kesunyian karya Gabriel Garcia Marquez. Sebuah novel yang tentu tak ada salahnya kalau dibaca pada sepuluh malam terakhir Ramadan. Ya, daripada cuma tidur saja berdalih “tidur juga ibadah”. Mendingan juga baca ya kan.

  1. Erwin Setia

Kalau yang satu ini sebetulnya bukan penulis favorit saya. Tulisan-tulisannya, kalau kata A.S. Laksana, “jelek saja belum.” Tapi, berhubung namanya sama dengan nama saya, saya tertarik menyimak apa saja sih buku-buku yang direkomendasikannya buat dibaca pada Ramadan kali ini.

Dalam satu wawancara ekslusif saya dengan dia, ketika saya tanya “Apa saja buku favoritmu?”, dia begitu cerewet. Dia menyebut banyak sekali nama penulis dan judul buku. Lantaran ingatan saya tak setajam Imam Syafi’i, saya sebutkan kembali buku-buku rekomendasinya sebanyak yang saya ingat. Karena lumayan banyak, saya susun dalam bentuk daftar saja, ya. Cekidot!

Lho, kok daftar rekomendasinya cuma karya Dea dan Dio? Ya, begitulah. Saya cuma ingatnya itu. Omong-omong, selain namanya yang sama seperti saya, penulis favoritnya juga sama dengan saya. Ya, tapi gapapalah. Lagi pula, buku-buku yang dia rekomendasikan memang mantap betul, kok.

Jadi gimana, sudah siap rakus baca kan walaupun pada bulan puasa? Sudah banyak menunya, tuh. Tinggal pilih.

Exit mobile version