Beberapa waktu lalu jagat maya dihebohkan dengan kabar bahwa Upin & Ipin itu direka berdasarkan imajinasi nyata tokoh Opah atas kedua cucunya yang telah meninggal. Dalam video TikTok yang berdurasi 10 detik dan telah ditonton jutaan orang tersebut diperlihatkan dua buah makam yang berdampingan dengan nisan bertuliskan Upin (06-08-1995) dan Ipin (02-04-1996).
Unggahan tersebut dibubuhi caption dramatis, “Pantesan gak pernah gede, ternyata cerita berdasarkan khayalan Opah 10 tahun lalu.” Ini sontak memancing reaksi pro kontra netizen budiman. Ada lagi video lain yang diberi caption “Makam Upin-Ipin ternyata ada di Palu, bukan Malaysia.” Hal ini seolah hendak menunjukkan bahwa inspirasi cerita Upin & Ipin berasal dari Indonesia
Video tersebut lantas menjadi perbincangan viral. Ada yang menanggapi berita ini dengan dingin. Namun, tidak sedikit juga yang percaya dan ikutan baper dengan teori konspirasi ini. Saya tentu saja termasuk dalam golongan yang pertama. Saya nggak habis pikir, kok ya bisa ada yang percaya dan baper dengan teori konspirasi semacam ini? Lebih parahnya lagi, ada yang menyebarkan teori konspirasi ini ke komunitas-komunitasnya sehingga hoaks semakin meluas.
Pihak Les’Copaque sebagai rumah produksi yang menaungi animasi Upin & Ipin di Malaysia sampai harus membuat klarifikasi atas kegaduhan teori konspirasi yang beredar di Indonesia ini. Padahal kalau Anda penonton setia Upin & Ipin, di bagian credits penulis skrip tertulis jelas nama Hj. Ainon (sekaligus pengisi suara Opah), yang menandakan bahwa dari beliaulah ide cerita Upin & Ipin berasal.
Selain itu, mereka juga mengklarifikasi alasan mengapa Upin dan Ipin dibuat yatim piatu dan kepalanya botak. Alasannya ternyata simpel, loh. Ini berkaitan dengan kurangnya tenaga kerja dan penghematan biaya produksi. Tak ayal kita menjadi bahan tertawaan netizen Malaysia atas kegaduhan teori konspirasi ini.
Menyoal teori konspirasi pada film animasi anak yang cenderung dark, sebenarnya bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, ada Crayon Shinchan yang diduga merupakan imajinasi Misae atas keseharian dua anaknya, Shinchan dan Himawari, yang telah meninggal dalam suatu insiden kecelakaan.
Ada juga beragam teori konspirasi lain dari Hello Kity, Doraemon, Teletubbies, Tom and Jerry, SpongeBob, Dora, dan lain sebagainya yang tidak kalah gelapnya. Bahkan sekarang tidak jarang ada yang menyelipkan teori konspirasi 18+ dalam cerita animasi tersebut yang membuat saya jijik sendiri. Ewh, tega banget.
Sebagai penggemar berat film animasi, saya jengah sekaligus prihatin dengan kaum penggemar teori konspirasi jenis ini. Menjadikan film animasi anak sebagai bahan konspirasi itu rasanya menyedihkan sekali dan terkesan terlalu ngadi-ngadi.
Fitrah film animasi anak adalah sebagai hiburan bagi anak-anak dan pelepas penat bagi orang dewasa yang ingin bernostalgia pada masa kanak-kanaknya. Oleh karena itu, jalan ceritanya ringan dan harusnya nggak bikin mikir berat. Bahkan banyak film animasi yang menyisipkan pesan moral semisal arti persahabatan, menghargai makhluk hidup dan alam sekitar, dan sebagainya sebagaimana cerita di Upin & Ipin ini.
Apalagi, biasanya pesan moral yang dimuat dalam film animasi anak ini cenderung mudah dimengerti oleh anak-anak dibanding nasihat lisan dari orang tua. Di masa kecil saya dulu sekira pertengahan 2000-an, menonton film animasi ya rasanya terhibur dan bahagia aja. Kayaknya, saya nggak punya imajinasi aneh-aneh nan liar.
Orang-orang pada zaman itu cenderung menikmati kelucuan dan kepolosan film animasi anak apa adanya. Tanpa kita pusing memikirkan kemungkinan-kemungkinan teori gelap di balik kisahnya. Emangnya nggak capek berimajinasi liar dan cocokologi terus?
Jangan sampai kepolosan anak-anak ini ternodai dengan teori konspirasi aneh-aneh semacam ini. Khawatirnya, pemikiran skeptis dan negatif tersebut akan terbawa ke kehidupan nyata dan mengacaukan masa kecil anak-anak tersebut. Apalagi, mengingat anak-anak masih susah membedakan yang benar dan salah, serta cenderung mudah percaya.
Kalau tokoh di film animasi anak tidak kunjung dewasa selama bertahun-tahun, ya wajar, lah. Namanya juga film anak ya harus tetep imut-imut. Kalau tokohnya menua malah nggak cocok lagi dong disebut tontonan anak? Jika Anda suka mikir yang berat-berat, mending nonton film detektif atau misteri aja deh jangan nonton film kartun.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Audian Laili