Berdasarkan pengalaman saya, Terminal Mendolo di Wonosobo, Jawa Tengah, berhasil memberi kesan baik bagi saya. Jika boleh sedikit agak berlebihan, saya akan mengatakan satu hal, yaitu ini adalah terminal yang terasa humble.
Gimana, ya. Masih sejauh pengalaman saya, terminal zaman dulu itu mempunyai reputasi yang kurang baik. Misalnya, tata kelola yang masih berantakan jika dibandingkan dengan stasiun atau bandara. Lalu, banyak praktik percaloan yang masih merajalela. Terakhir, tingginya tindak kriminal membuat terminal kerap dijadikan opsi kepepet bagi kebanyakan orang. Memang, tidak semua terminal punya reputasi buruk. Beberapa masih bisa memberikan kesan menyenangkan.
Itulah kenapa, bagi saya, Terminal Mendolo di Wonosobo itu terasa sangat humble. Memang, saya baru satu kali menjejakkan kaki di terminal itu. Namun, dari pandangan pertama saja sudah bisa membuat saya yakin untuk mengatakan Terminal Mendolo adalah terminal yang humble.
Pemandangan Menuju Terminal Mendolo di Wonosobo yang nggak ada obat
Kedatangan saya ke Terminal Mendolo di Wonosobo waktu itu dikarenakan saya hendak mendaki Gunung Prau. Perjalanan dimulai dari Surabaya, Jogja, Magelang, dan Wonosobo sebagai titik akhir sebelum saya melanjutkan perjalanan ke Dieng.
Semua perjalanan itu saya tempuh menggunakan transportasi bus, mulai dari “PATAS” sampai yang “TERBATAS” fasilitasnya. Asal bisa sampai ke tujuan, Alhamdulillah.
Pemandangan terbaik ada sebelum sampai di Terminal Mendolo. Khususnya dari arah Magelang, akan kita jumpai pemandangan itu ketika memasuki wilayah Wonosobo. Hamparan perkebunan khas dataran tinggi dan Gunung Sindoro yang gagah siap membuat mata terperangah.
Saking indahnya, dalam hati, saya berkata, “Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan.”
Jika dari arah Magelang sudah indah, dari arah Dieng, apalagi. Barisan dataran tinggi Dieng, membuat kita seperti berada di negeri dongeng. Keindahannya “nggak ada obat”.
Hal itu jauh berbeda dengan yang saya rasakan ketika harus menuju terminal Purabaya. Boro-boro dapat pemandangan, yang ada saya harus berjibaku dengan polisi tidur di sepanjang permukiman warga.
Baca halaman selanjutnya