Halo, perkenalkan aku tempat makan Smiggle. Aku lahir di Australia pada 2003 silam. Aku adalah kotak makan yang sedang naik daun. Dalam strata kerajaan kotak makan, posisiku berada di level tertinggi, lord-nya lunch box adalah aku, di bawahku ada lunch box by Mothercare, Tupperware, dan di posisi paling bawah ada tempat makan plastik seharga tiga puluh ribuan.
Bukannya sombong, tapi begitulah faktanya. Aku memang terlahir dengan privilege tetap laris manis meskipun dijual dengan harga yang mahal. Untuk bisa memiliki aku, kalian harus mengeluarkan uang sedikitnya Rp600.000. Kalau spesial edition bisa sampai Rp1,7 juta.
Daftar Isi
Harga tempat makan Smiggle sebanding dengan kualitasnya
Namun, kalian jangan nyinyir dulu. Aku dijual mahal bukannya tanpa alasan, tubuhku terbuat dari bahan pilihan dan diproses dengan teknologi yang tidak merusak kesehatan atau BPA free. Aku adalah kotak makan berkualitas tinggi, tidak tumpah saat diisi kuah. Lebih canggih dari itu, tidak akan membuat jajanan anak melempem. Makanan yang disimpan di dalam tubuhku akan awet hangat dalam beberapa saat. Kalau disimpan seharian bakalan basi juga, sih.
Aku juga sering dipuji sebagai kotak makan yang mudah dicuci dan tidak meninggalkan aroma apek. “Lebih baik menggunakan tempat makan Smiggle, meski mahal, tapi berkualitas, untuk anak tercinta jangan pilih produk sembarangan” begitulah para ibu muda biasa memujiku. Tentu saja mereka tidak bisa disalahkan. Badanku memang kokoh, tutupku rapat, dan gambar di tubuhku tidak mudah hilang. Eh, tapi aku tetap pecah kalau dibanting ke dinding. Aku nggak sekuat itu, tetap perlakukan aku dan barang-barang lain dengan baik ya.
Nyinyiran yang tidak masuk akal
Sebenarnya ada beberapa haters yang suka menghina bentukku yang kecil dan tipis lantaran panjangku hanya 21cm, lebar 15cm dengan tinggi 4cm. Aku dianggap terlalu kecil untuk kotak makan sehingga tidak bisa memuat banyak makanan. Para haters itu hanya iri saja, mereka apa tidak tahu kalau anak orang kaya makannya tidak harus banyak, yang penting bergizi. Jadi tolong banget nih, jangan bandingkan aku dengan kotak makan yang biasa diisi nasi dengan lauk indomie. Kotak makan seperti itu bukan level aku. Lagian kalau aku dianggap terlalu kecil, kalian bisa membeli aku dengan versi double decker.
Para haters pun perlu tahu kalau menjadi tempat makan bernama Smiggle tidak semudah yang kalian bayangkan. Aku juga sering dibicarakan dengan kalimat yang tak masuk akal, misalnya “Ahh, semahal-mahalnya Smiggle tidak akan membuat nafsu makan anak naik”. Lho, gimana sih? Perkara selera makan anak, aku tak bisa berbuat banyak, semua tergantung makanan yang dimasak oleh orang tua mereka masing-masing.
Oleh karena itu, aku sedih ketika ada orang tua yang marah kepada anaknya dengan kalimat seperti ini, “Udah dibeliin Smiggle mahal-mahal, tapi bekalnya tidak dimakan”. Loh, anak-anak mana tahu harga tempat makan Smiggle, mereka tantrum ingin membeli aku bukan karena mereka tahu hargaku mahal. Mereka hanya melihat teman-temannya menenteng aku dengan tokoh kartun atau superhero idolanya sehingga kepincut ingin memilikinya juga.
Tempat makan Smiggle mewakili strata sosial atas
Pada dasarnya benda seperti aku ini diciptakan bebas nilai dan digunakan sesuai kegunaanya saja. Akan tetapi, aku dilahirkan di era post-truth, di mana fakta aktual digantikan daya tarik emosi sehingga mempengaruhi opini publik. Kotak makan sepertiku pada akhirnya tak hanya dilihat dari fungsinya, tapi juga harganya. Aku dianggap mewakali strata sosial atas.
Di sekolah international yang nominal SPP-nya bekali-kali lipat UMR Jogja, semua anak menenteng aku dengan santai. Mereka memiliki aku lebih dari satu, supaya bisa digonta-ganti sesuai dengan seragam sekolahnya.
Sementara di sekolah milik pemerintah beda lagi ceritanya, aku pernah merasakan tangan guru bergetar saat mengeluarkanku dari salah satu tas muridnya. Guru tersebut meletakkanku dengan penuh hati-hati di meja, seolah takut ada goresan di tubuhku. Aku mendengar guru tersebut bergumam “Bahaya ini, gajiku sebagai guru honorer selama tiga bulan tak akan sanggup membeli Smiggle ini”.
Begitulah, saat pemerintah mencoba menyeragamkan pakaian dan warna sepatu pada anak-anak sekolah. Para orang tua mereka sering membedakan anak-anaknya dari kotak makan dan isinya.
Membeli Smiggle palsu demi lebih dipadang
Kadang, mereka rela membeli tempat makan Smiggle palsu demi terlihat kaya dan tidak ketinggalan jaman. Semenjak laku keras di pasaran, ada banyak perusahaan yang membuat kembaranku. Mereka memanfaatkan ke-fomo-an ibu-ibu untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda.
Aku sebenarnya tidak masalah diduplikat dan dijual dengan harga yang kelewat murah. Aku justru kasihan dengan pembelinya. Mengapa mereka rela membeli barang palsu hanya demi status sosial. Bukankah ada banyak kotak makan lainnya yang kualitasnya bagus dengan harga yang lebih terjangkau?
Bahkan, kotak makan Rp100.000-an sudah banyak yang menggunakan bahan berkualitas dan BPA Free seperti yang aku tawarkan. Entahlah. Aku tidak tahu alasan sesungguhnya apa, yang jelas mereka tidak mau disebut membeli aku karena gengsi. Mereka tetap akan berkata “Smiggle kan berkualitas tinggi”, meskipun kualitas yang aku tawarkan sama dengan produk sejenis dengan harga yang lebih murah. Ibu-ibu tak peduli lagi, yang penting bagi mereka harus ada Smiggle di tas anaknya agar terlihat keren dimata tetangga dan mertua.
Kalau perlu, mereka akan membeli aku dengan cicilan paylater. Nggak apa-apa punya hutang, asal bekal anak bisa dipamerkan dan dijadikan konten di media sosial. Nggak masalah puasa skincare-an, yang penting anak-anak makan di kotak yang mahal. Ibu yang baik adalah ibu yang memberikan barang berkualitas untuk anaknya, soal uang dan hutang, dipikir belakangan, kan masih ada pinjol.
Andai aku bisa bicara langsung ke para ibu itu, aku akan berteriak dengan lantang, “Beli aku kalau mampu, Bu!”
Penulis: Tiara Uci
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.