Kita pasti pernah atau sering mendengar telolet bus yang disambut cerita oleh anak-anak, remaja, bahkan bapak-bapak yang sedang menikmati waktu luangnya. Seiring bus berjalan mendekat sambil membunyikan telolet, meningkat pula ketertarikan ‘penonton’ tersebut untuk merekam, sambil berjoget ria, dan tidak sedikit yang mendekat hanya untuk sekedar meraih atensi dari sopir bus tersebut.
Menghibur? Sangat. Menarik? Apalagi. Tidak sedikit warga Indonesia ini menjadikan telolet ini hal wajib yang harus dilakukan ketika ada bus lewat, hanya untuk menghibur anak-anak agar bahagia. Yah, mungkin karena kurangnya permainan masa kecil yang bisa dimainkan oleh anak-anak di zaman sekarang selain gadget.
Saya menemui beberapa awak bus untuk meminta pendapat tentang hal ini. Salah satunya adalah pak Dedi (nama samaran) seorang kernet bus, menceritakan betapa menyenangkannya bisa menghibur banyak anak kecil dengan klakson telolet. Bahkan ada beberapa anak yang rela menunggu di tempat pemberhentian bus hanya untuk mendengarkan bunyi klakson tersebut.
Telolet bus yang melenakan
Namun, ternyata di balik kebahagiaan tersebut, masih timbul kekhawatiran tentang keamanan dan keselamatan anak-anak. Apalagi bila berada di dalam jarak yang sangat dekat dari bus. Pak Dedi menyadari bahwa kehadiran anak-anak terlalu dekat dengan jalan dapat menimbulkan kecemasan. Sebab, bus memiliki ukuran yang besar dan dapat membahayakan jika tidak diperhatikan dengan baik.
Dan benar saja, banyak sekali terjadi kecelakaan yang menimpa anak-anak. Paling parah adalah terlindas dua kali dan ini nyata terjadi pada hari Minggu 17 Maret 2024, di kota Cilegon Banten. Seorang anak berusia 5 tahun terlindas bus saat sedang mendekati bus yang akan masuk ke dermaga eksekutif Pelabuhan Merak. Bocah lima tahun itu hanya ingin meminta dibunyikan telolet agar bisa menikmati. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Nasibnya nahas, harus meregang nyawa.
Kejadian seperti ini tidak satu atau dua kali, tetapi berkali-kali. Bahagia yang berujung nestapa.
Dari sini kita mungkin akan timbul berbagai sudut pandang. Tapi kita mungkin sepakat, tidak ada yang bisa disalahkan ketika fenomena sudah menjadi tradisi. Yang bisa kita lakukan adalah menanganinya, atau meminimalisir impact yang ada.
Penanganan antusias anak-anak terhadap telolet pun tidak lepas dari pengawasan orang tua. Orang tua juga wajib mengedukasi atau menjaga dari jarak dekat. Ini juga bisa menjadi kesempatan untuk sosialisasi mengenai aturan berlalu lintas yang aman.
Aturan tegas dari pemilik bus
Selanjutnya, perhatian saya ke pihak pemilik bus agar bisa membuat aturan tegas terkait pembunyian telolet di area publik. Pihak pemilik bus misalnya bisa bikin aturan telolet hanya bisa dibunyikan di tempat tertentu, dan saat sudah aman. Tidak di pinggir jalan, misalnya.
Terakhir, mungkin perhatian saya beralih ke aparat kepolisian dan pengatur jalanan. Peran aparat kepolisian juga sangat penting dalam menjaga ketertiban lalu lintas. Mereka perlu memberlakukan sanksi kepada bus yang melanggar aturan, termasuk pelarangan telolet jika diperlukan.
Telolet bus adalah fenomena yang sedang digandrungi. Membunuh kesenangan anak juga kurang bijak. Jadi, marilah kita bersikap sebagaimana manusia: mengatur agar tiap pihak tidak rugi dan tetap bahagia.
Penulis: Corriana Moulita Chaezarani
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tidak Ada Hajatan yang Menguntungkan