Tara Nasiku: Nasi Instan Ambigu yang Nggak Laku

Tara Nasiku: Nasi Instan Ambigu yang Nggak Laku

Tara Nasiku: Nasi Instan Ambigu yang Nggak Laku (Pixabay.com)

Jika Anda pernah bertanya, apakah ada produk Unilever yang gagal di pasaran, jawabnya ada. Produk itu adalah Tara Nasiku.

Kalau Anda baru dengar produk ini, nggak masalah. Produk ini memang tidak seterkenal produk Unilever yang membanjiri rak-rak belanjaan di pasaran. Awalnya, produk ini dirilis untuk mengikuti kesuksesan mi instan yang sudah dikenal sejak 1968.

FYI, mi instan pertama kali muncul di Indonesia pada 1968 dengan produk Supermi. Lalu pada 1976, Supermi mengeluarkan varian rasa kaldu ayam dan menjadi salah satu produk favorit keluarga hingga akhirnya memunculkan produk-produk serupa lainnya di pasaran.

Nah pada awal 2000–an, Unilever mencoba mengulang kesuksesan dari pabrikan Indofood tersebut dengan memberikan diferensiasi produk. Inisiator Unilever berasumsi, jika mi instan saja yang notabene bukan makanan asli Indonesia bisa sukses di pasaran, apalagi kalau makanan asli. Tentu harusnya laku dong.

Logikanya begitu, sih.

Tara Nasiku memiliki ukuran kemasan yang hampir mirip dengan kemasan mi instan. Meski kalau dijejerin, keliatan berbeda. Produk ini punya beberapa varian, mulai Tara Nasi Goreng dan Tara Nasi Kuning. Varian yang sangat lumayan—di zamannya—untuk sebuah inovasi. Pertama, nasi goreng menjadi makanan yang akrab dengan masyarakat kita sehingga bisa menjadi alternatif ketika ingin membuatnya dengan cara yang lebih mudah. Kedua, varian Tara Nasi Kuning seakan menjadi oase bagi warga +62 lantaran kudapan ini hanya hadir di waktu-waktu tertentu dalam ritus budaya Jawa yang tidak muncul setiap hari.

Sehingga kehadiran produk ini dianggap menjadi pembeda. Nggak perlu lagi repot bikin nasi kuning. Tinggal cetek, beres.

Nahas, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Produk yang digadang-gadang menjadi solusi untuk memudahkan pelanggan, tidak jadi kenyataan. Meski namanya Tara Nasiku Instan, namun pembuatannya ternyata tidak semudah yang digadang-gadang.

Contoh, memasaknya disarankan menggunakan teflon. Padahal kita tahu sendiri, tidak semua rumah punya panci teflon. Kalau dipaksa dengan alat seadanya, teksturnya jadi aneh. Dan ya, yang namanya nasi, harus diaduk biar pulen dan kadar airnya berkurang.

Tanpa proses ini, bentuk nasi yang tersaji justru lembek meskipun dalam aturan penyajian kemasan di Tara Nasiku, setelah nasi diberi bumbu dianjurkan untuk didiamkan selama tiga menit agar hasilnya optimal. Namun nyatanya, tetap saja sajian nasinya kureng.

Selain itu jika kalian melihat iklan Tara Nasiku di kanal YouTube, kalian akan menemukan ambiguitas yang diberikan produsen ini kepada pelanggan. Lantaran dari banyak iklan utamanya yang melibatkan anak-anak, produk ini selalu disebut snack.

Berdasarkan penelusuran saya, ada sekitar tujuh iklan yang ditampilkan Tara Nasiku pada masa itu. Di mana empat di antaranya menggunakan model anak-anak dan menggambarkan Tara Nasiku serupa jajanan yang bisa dinikmati oleh anak-anak dengan mudah.

Padahal seperti penjelasan di atas, penyajiannya tidak seinstan seperti yang dibayangkan. Alhasil, produk ini pun hilang dari pasaran. Mungkin karena nggak laku, dan produknya tidak sesuai dengan ekspektasi orang Indonesia kebanyakan.

Penulis: Fareh Hariyanto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Sudahi Perdebatan Antara Indomie dan Mie Sedaap, Misoa Instan Adalah Sebenar-benarnya Mi Instan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version