Tap Out, Kebijakan Baru Transjakarta yang Menjengkelkan

5 Penumpang yang Sebaiknya Nggak Naik Bus TransJakarta Terminal Mojok tap out

5 Penumpang yang Sebaiknya Nggak Naik Bus TransJakarta (Unsplash.com)

Tap out justru bikin penumpang TransJakarta kerepotan. Kebijakan kok bikin jengkel gini ya?

Kebijakan baru dari TransJakarta menuai banyak protes di kalangan konsumennya. Pasalnya, saat ini penumpang diharuskan untuk menempelkan kartu elektronik ketika hendak keluar dari Transjakarta.

Sebelumnya, penumpang hanya perlu menempelkan kartu elektroniknya satu kali, yakni saat awal naik ke dalam bus. Sekarang, per tanggal 6 Oktober 2022, penumpang harus menempelkan kartunya lagi setelah sampai di tujuan akhir, atau bahasa kerennya “tap out”. Alhasil, antrean panjang pun tidak terelakkan di beberapa titik. Kenapa harus gitu, sih?

Eksekusi kebijakan tap out ini tidak berjalan dengan mulus. Masalah yang muncul pun beragam. Mulai dari banyak kartu yang terblokir, hingga protes karena ada isu saldo kartu elektronik akan terpotong sebanyak dua kali, yaitu setiap menempel kartu pada mesin.

Di sisi lain, penumpukan massa di jam pulang kerja yang harus tap out juga merepotkan pihak penumpang dan petugas Transjakarta. “Udah sore, hujan, macet, masih harus nunggu antrean panjang pula,” ungkap salah satu bapak yang ngedumel sambil ikut antre depan saya.

Kalau masih seperti ini tanpa ada evaluasi, berikut beberapa masalah yang berpotensi terjadi ketika Anda hendak melakukan perjalanan menggunakan Transjakarta.

#1 Antrean panjang menggulung

Jumlah warga yang memprioritaskan TransJakarta sebagai transportasi umum utama cukup banyak, sedangkan halte pun nggak bisa menampung manusia sebanyak itu. Tanpa kebijakan tap out aja, antreannya udah kayak mau naik wahana di Dufan.

Hal ini tentu menguras habis tenaga. Berdiri berjam-jam menunggu bus yang lewat di halte transit seperti Halte BKN cukup membuat betis keras. Belum lagi kalau nggak dapat tempat duduk karena norma kursi prioritas. Buat Anda yang darah rendah dan mau naik TransJakarta di jam ramai, coba pikir ulang, deh! Mending naik ojol…

Meskipun pihak TransJakarta punya solusi, penumpukan massa masih saja terjadi, terutama di halte yang tertutup (bukan halte yang di pinggir jalan, tapi halte yang di tengah jalan). Lalu apakah solusinya gagal? Eits, sabar dulu.

Antrean panjang (Dokumentasi pribadi)

#2 Potensi kartu yang tertukar

Untungnya, pihak TransJakarta sudah menemukan solusi atas antrean panjang yang diakibatkan oleh kebijakan tap out. Khususnya untuk bus dengan nomor D11 dan 7C (yang saya alami sendiri), solusinya adalah dengan mengumpulkan kartu elektronik milik penumpang kepada salah satu petugas di dalam bus.

Tenang, setelah mengumpulkan kartu elektronik, petugas akan membantu Anda menempelkan kartu elektronik sebelum keluar toll. Hasilnya, penumpang dapat langsung keluar tanpa harus antre (lagi) saat hendak keluar dari bus.

Setiap solusi pasti punya konsekuensi. Potensi kartu Anda tertukar dengan orang lain menjadi nyata sekarang. Maka dari itu, segera tandai kartu yang Anda miliki dengan hal tertentu, bisa berupa tanda tangan, gantungan, coretan, atau apa pun yang sekiranya bisa jadi pembeda. Punya kartu elektronik harus berkarakter, dong!

Sayangnya, solusi ngumpulin kartu ini hanya bisa berlaku untuk bus tertentu yang pemberhentiannya cukup jauh, sehingga ada waktu buat mengumpulkan kartu penumpang yang banyak—dan berdesakan—tentu saja.

Tumpukan penumpang (Dokumentasi pribadi)

#3 Saldo terpotong dua kali

Masalah tentang saldo terpotong dua kali sebenarnya sudah membuat geram penumpang sejak TransJakarta menetapkan kebijakan baru. Bayangkan, alasan ongkos murah yang awalnya memotivasi saya untuk naik TransJakarta lama-lama luntur kalau hal ini nggak segera diperbaiki.

Sebelum jam tujuh pagi, harga yang harus dibayar untuk naik bus TransJakarta adalah senilai dua ribu rupiah. Setelah lewat dari jam tujuh pagi, harga naik menjadi tiga ribu lima ratus rupiah. Kalau dihitung double, artinya sekali pergi Anda harus membayar 4 ribu rupiah (sebelum jam tujuh pagi) dan membayar 7 ribu rupiah (setelah jam tujuh pagi). Lumayan loh itu nambahnya.

Apalagi kalau kejadian saldo terpotong ini nggak sengaja. Kemungkinan hanya terjadi karena human error atau kesalahan pada mesin. Mau marah pun nggak tega sama petugasnya, karena Blio juga masih harus nginget-nginget kartu orang yang banyak.

Semoga masalah yang satu ini segera diselesaikan, ya. Rugi 3500 rupiah dalam waktu satu bulan itu lumayan, loh.

#4 Pemblokiran kartu yang sia-sia

Imbauan untuk menempelkan kartu saat keluar bus sudah disebarkan baik secara langsung maupun via online. Ketakutan utama yang muncul kalau Anda lupa menempelkan kartu adalah pemblokiran kartu elektronik.

Setidaknya hal tersebut yang membuat saya khawatir. Mosok iya cuman karena lupa, kartu saya bisa terblokir. Faktanya, pemblokiran tersebut nggak terlalu menakutkan.

Kartu yang terblokir hanya perlu ditempel sebanyak tiga kali. Tap pertama untuk mendeteksi apakah kartu terblokir atau tidak, tap kedua untuk melakukan reset kartu elektronik pada mesin, dan tap ketiga untuk melakukan transaksi. Katanya sih begitu, tapi jangan kaget semisal saldo Anda berkurang setelah melakukan tap ketiga. Hadeeeh.

Penerapan kebijakan baru TransJakarta ini memang masih jauh dari kata mulus. Alih-alih mempermudah penumpang, kebijakan ini justru mempersulit. Jadi gimana, adakah pilihan lain selain naik Transjakarta, wahai warga Depok, Cibubur, dan daerah pinggiran lain di sekitar Jakarta?

Penulis: Marshel Leonard Nanlohy
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jangan Naik Transjakarta Jika Terburu-buru

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version