Kendal, kabupaten medioker di Jawa Tengah yang menjadi bagian dari jalur pantura ini punya sebuah ruang terbuka hijau yang dinamai Taman Hutan Klorofil. Dari namanya memang agak ambigu. Sebenarnya ruang terbuka hijau ini taman atau hutan?
Taman Hutan Klorofil Kendal diresmikan pada tahun 2017 lalu oleh Bupati Mirna Annisa dan menelan anggaran awal sekitar Rp4,6 miliar. Sejak saat itu, taman ini menjadi destinasi wisata warga Kendal khususnya saat akhir pekan. Lokasi taman ini memang mudah dijangkau karena berada di pusat kota, tepatnya di Jalan Stadion Baru, Kersan, Kebondalem. Jaraknya sekitar satu kilometer dari Alun-alun Kendal yang acakadut itu.
Daftar Isi
Awalnya terlihat begitu segar, bersih, dan asri
Taman Hutan Klorofil Kendal dibangun dengan tujuan sebagai paru-paru pusat Kota Kendal. Namun misi ini kok menurut saya agak hiperbolis karena luasnya saja hanya 10 ribu meter persegi.
Di bagian depan taman, berjejer kanopi yang biasanya dijadikan tempat duduk pengunjung. Ketika masuk ke dalamnya, taman yang didesain dengan konsep eco-friendly ini memberikan pemandangan pohon rimbun seperti trembesi, ketapang, flamboyan, kamboja, karet, cemara, bambu kuning, pisang kipas, dll. yang memanjakan mata pengunjung.
Saya sudah beberapa kali ke taman ini. Saat awal diresmikan, Taman Hutan Klorofil Kendal memang terlihat begitu segar, bersih, dan asri. Cocok untuk menenangkan diri. Biasanya ketika pulang dari Semarang di sore hari, saya menyempatkan mampir ke taman ini untuk duduk sebentar sembari minum es teh di plastik bening.
Akan tetapi ketika berkunjung lagi ke sini setelah beberapa tahun tak mendatanginya, taman ini berubah jadi kumuh dan remang-remang. Makin ke sini, Taman Hutan Klorofil Kendal terlihat seperti kebun belakang rumah ketimbang sebuah taman.
Jadi kumuh dan tak terawat
Begitu memasuki area taman, bau menyengat tercium. Bau sampah. Entah karena saya sedang apes atau bagaimana, yang jelas waktu berkunjung lagi ke Taman Hutan Klorofil Kendal, saya mencium bau tak sedap.
Awalnya saya mengira aroma tak sedap itu berasal dari bau mulut teman saya yang sedang ngomong, tapi ternyata memang baunya berasal dari sampah yang dibuang sembarangan. Masuk area taman, ada beberapa tumpukan sampah plastik dan makanan yang dibiarkan berserakan dan nggak dibersihkan. Selain itu, daun-daun yang berguguran menambah kesan kotor taman ini.
Pemandangan tersebut mengingatkan saya pada kebun belakang rumah yang ada kalanya dijadikan tempat pembuangan sampah yang akan dibakar. Saya pikir, kalau memang nggak dirawat, lama-lama Taman Hutan Klorofil Kendal ini bisa jadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) “gelap”.
Taman ini juga nggak didesain untuk mengantisipasi situasi musim hujan. Akibatnya, di beberapa sudut taman tumbuh rumput liar dan di area lain tanahnya terlihat becek. Padahal lumrahnya taman, sekitar pohon dan tanahnya ditanami rumput gajah yang dirawat dan dikontrol tingginya. Tujuannya ya biar cepat membantu penyerapan air.
Banyak masalah di Taman Hutan Klorofil Kendal
Berdasarkan pengamatan saya ketika berkunjung ke Taman Hutan Klorofil Kendal baru-baru ini, taman ini juga nggak dilengkapi dengan parit yang memadai. Wajar bila turun hujan, airnya mengendap di dalam area taman. Akibatnya, tanah di taman jadi becek. Ketika becek, kodok pun datang. Akhirnya taman ini jadi kawasan bermain para kodok.
Belum lagi nuansa gelap ketika memasuki taman ini. Rasanya seperti masuk ke dalam gua. Di beberapa sudut, ranting dan tangkai pohon yang nggak dirawat dengan baik menutupi satu sama lain sehingga sudut-sudut taman nggak terkena sinar matahari. Di sekitaran taman juga tumbuh tanaman liar yang nggak dipangkas. Persis kayak kebun yang nggak keurus.
Pemandangan nggak mengenakkan lainnya adalah orang pacaran. Iya saya tahu, pacaran itu hak masing-masing orang, tapi kalau di ruang publik apalagi taman, sudah seharusnya diperingatkan. Saya heran, Taman Hutan Klorofil Kendal ini seperti nggak memiliki petugas keamanan sehingga orang yangyangan terkesan dibiarkan.
Fenomena ini tentu membuat pengunjung lain nggak nyaman, khususnya yang jomblo kayak saya ini. Namanya ruang publik, seharusnya bisa mengakomodir kenyamanan semua orang, kan?
Sejatinya Taman Hutan Klorofil Kendal punya misi yang baik untuk menghadirkan ruang terbuka hijau. Tapi, misi itu juga harus diimbangi dengan perhatian untuk merawatnya secara berkala, mendesainnya sesuai dengan fungsinya, dan tentu saja menjaganya dari tangan-tangan kotor yang gemar membuang sampah sembarangan.
Mosok taman yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp4 miliar berakhir menjadi tempat orang pacaran dan buang sampah sembarangan?
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Dear Kendal, Sampai Kapan Mau Jadi Daerah Medioker?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.