Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Takdir dan Nasib: Kembar Tapi Tak Sederajat

M. Fakhruddin Al-Razi oleh M. Fakhruddin Al-Razi
14 Juni 2019
A A
takdir dan nasib

takdir dan nasib

Share on FacebookShare on Twitter

Saya sedang tidak bermaksud membahas pendapat-pendapat orang tentang apa itu takdir—apa saja macam-macamnya, serta bagaimana konsepnya. Tidak, bukan itu. Saya yakin sudah banyak pembahasan tentang itu. Tapi apakah kita sadar, kata takdir dalam bahasa kita memiliki saudara kembar—lebih tepatnya kembar tapi tidak sederajat. Maknanya sama tapi wujudnya pelafalannya berbeda. Ada kata takdir, ada juga kata nasib.

Secara makna bahasa, takdir dan nasib adalah sesuatu yang mempunyai makna sama, yaitu ketetapan yang sudah ditentukan (lihat KBBI). Namun pada kenyataannya, ada semacam polarisasi dan stigmatisisasi dalam segi penggunaan. Nasib seringkali dikonotasikan dengan hal-hal yang buruk, negatif, dan kesialan. Sedangkan takdir lebih sering digunakan dalam hal baik, positif, untung, dan kemujuran. Seolah yang jelek itu nasib dan yang baik itu takdir. Terlebih lagi, kerap orang-orang mengaitkan nasib dengan keputusasaan dan kekecewaan.

Kita lihat, sebagai contoh, ada sebuah ungkapan masyhur yang biasa diucakan Sujiwo Tejo, bahwa “Menikah itu nasib, sementara mencintai itu takdir. Kau boleh berencana menikahi siapapun tapi kau tidak bisa berencana untuk mencintai siapa.” Terlihat, bila diceritakan, ungkapan itu adalah akhir tragis dari kisah dua orang yang menikah tapi tak saling mencintai. Keduanya sama-sama memiliki perasaan cinta pada orang lain. Namun pada akhirnya harus menikah bukan dengan orang yang dicintai entah karena ketikung atau bisa jadi salah satu sudah ada yang dijodohkan.

Lihat, kenyataan bahwa menikah dengan orang yang tidak dicintai dibahasakan dengan kata nasib, sementara hal-hal menyenangkan semacam cinta, suka, dan sebagainya dibahasakan dengan istilah takdir. Terlebih lagi, nasib hampir bermakna seperti hasil kegagalan dari usaha seseorang dalam mengejar sesuatu. Sementara takdir adalah sesuatu atau peristiwa yang tidak bisa diterka sama sekali karena itu rencana tuhan. Dalam kasus ini, terlihat bahwa nasib adalah neraka (dalam artian kegagalan) dan dan takdir adalah surga (dalam arti kesenangan dan kebahagian). Seumpama orang dalam cerita ungkapan tadi berhasil menikah dengan orang yang dicintainya, maka itu adalah surga (kebahagiaan dan kesenangan) baginya yang mungkin tidak akan dibahasakan dengan nasib lagi, melainkan takdir. Namun yang terjadi adalah menikahi orang yang tidak dicintai, maka sudah jelas itu adalah neraka baginya, dalam bahasa lain, itu adalah nasibnya.

Contoh lain, dalam sebuah ungkapan yang paling tidak begini bunyinya: “Singgel itu pilihan, dan jomblo itu nasib.” Kita lihat, istilah singgel dan jomblo adalah dua hal yang sama namun derajatnya berbeda. Ungkapan singgel seolah menggambarkan makna tidak mau berpacaran tapi senyatanya mampu dan bisa, lebih elegan dan, terkesan keep cool. Sementara kata jomblo lebih identik dengan ngenes, tidak laku, dan ngarep-ngarep tapi tak kunjung nemu. Keduanya sama-sama tidak memiliki pasangan atau tidak berpacaran. Lihat, dalam ungkapan itu meski tidak menyertakan kata takdir, namun jomblo diidentikan dengan nasib. Jomblo adalah kondisi ngenes dan tidak laku, maka itu adalah nasib, seperti dalam ungkapan tersebut.

Sekian, meski contoh ungkapannya sedikit mellow, wkwk, tapi sudah jelaslah bagi kita kalau kata takdir dan nasib meski bermakna sama namun ada semacam polarisasi berdasarkan derajat, bahwa takdir lebih positif dan nasib cenderung negatif.

Banyak contoh yang bisa kita temui. Ketika misal seseorang bermain judi, atau mungkin sedang mengusahkan sesuatu lah, tapi pada akhirnya hasil yang didapat adalah di luar harapan, maka ungkapan yang keluar dari mulut orang-orang seperti itu kurang lebih akan berbunyi: “Nasib, nasib ….” dengan muka mellas sambil geleng-geleng kepala mereka mengucapkannya. Dapat diartikan, nasib lebih sering digunakan untuk ungkapan-ungkapan kekecewaan atau lebih tepatnya adalah kesialan.

Berbeda dengan nasib, kata takdir cenderung lebih halus dan positif. Meski memang juga tak jarang digunakan dalam hal-hal semacam kekecewaan, takdir biasanya diselingin dengan kepasrahan dan sikap evaluasi. Seperti ketika orang mencita-citakan suatu pekerjaan atau profesi tapi ketika dewasa dia malah bekerja dalam ranah di luar profesi yang dicita-citakan, mungkin kata-kata yang keluar akan berbunyi: “Ya mungkin ini takdir saya, dinikmati saja, toh ini juga mungkin karena saya yang kurang gigih dalam berusaha dan mungkin ini yang terbaik bagi saya.” Demikian, kata takdir dalam ucapan itu meski juga ada indikasi kekecewaan tapi mengandung unsur kepasrahan dan ada nilai-nilai evaluatif. Jelas, dalam hal ini takdir lebih bermakna halus dan lebih positif daripada nasib.

Baca Juga:

Kenapa Kalian Begitu Benci dengan si Ranking Satu? Kalian Masih Cemburu?

Pemalang dan Purbalingga, 2 Kabupaten Punya Nasib yang Menyedihkan

Apakah ini bisa diartikan penyimpangan bahasa? Secara formal normatif mungkin bisa saja iya. Tapi toh kita perlu sadari lagi bahwa bahasa adalah produk budaya, bukan berarti budaya dalam berbahasa harus mengikuti aturan-aturan formal dalam kamus atau aturan-aturan lainnya. Meski sekarang nasib dan takdir dalam kamus memiliki arti sama yaitu ketetapan, namun lambat laun seiring masyhurnya penggunaan polarisasi antara kata takdir dan nasib di mana takdir lebih positif daripada nasib, bisa saja kelak makna dalam KBBI berubah.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kamus yang harus ikut budaya atau budaya berbahasa yang harus ikut kamus sebagai kitab acuan formal? Untuk pertanyaan ini, saya belum bisa memberi pendapat, dan toh ya siapa juga yang mau mencari pendapat saya untuk dijadikan referensi. Tapi yang pasti, yang bisa saya katakan sekarang adalah: bahwa kamus itu nasib, dan budaya itu takdir, kamu boleh mengisi kata-kata apa saja dalam kamus sesuka hatimu, tapi kamu tidak bisa dengan serta merta mengubah budaya berbahasa yang sudah terlanjur berkembang. Maaf, jangan diquote dan dijadikan status Whatsapp yang barusan ya, hehe.

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: KembarMakna KataNasibTakdir
M. Fakhruddin Al-Razi

M. Fakhruddin Al-Razi

ArtikelTerkait

pacaran saudara kembar MOJOK

Pacaran Sama Cewek yang Punya Saudara Kembar, Seru dan Bikin Tengsin pada Waktu Bersamaan

30 Juni 2020
Penataan Alun-alun Purbalingga yang Problematik pemalang

Pemalang dan Purbalingga, 2 Kabupaten Punya Nasib yang Menyedihkan

19 September 2023
ranking 1 terminalmojok

Untuk Orang yang Suka Nanya ‘yang Ranking 1 Pas SD Sekarang Gimana Kabarnya?’, Sini, Si Ranking 1 Menjawab

4 Agustus 2021
Nestapa Takdir Anak Bungsu yang Sering Dianggap Paling Bahagia

Nestapa Anak Bungsu yang Sering Dianggap Paling Bahagia

28 Februari 2023
Menggugat Penggunaan Ngawur Motivator dalam Kalimat_ Lahir Miskin Adalah Nasib, Mati Miskin Itu Pilihan terminal mojok

Menggugat Penggunaan Ngawur Kalimat: Lahir Miskin Adalah Nasib, Mati Miskin Itu Pilihan

4 Oktober 2021
Kenapa Kalian Begitu Benci dengan si Ranking Satu? Kalian Masih Cemburu?

Kenapa Kalian Begitu Benci dengan si Ranking Satu? Kalian Masih Cemburu?

5 Desember 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mohon Maaf Warga Surabaya, Tahu Isi yang Isinya Bihun Itu Kelihatan Nggak Niat

Mohon Maaf Warga Surabaya, Tahu Isi yang Isinya Bihun Itu Kelihatan Nggak Niat

10 Desember 2025
Orang Jakarta Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Tidak Cocok untuk Kalian Mojok.co

Orang dari Kota Besar Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Belum Tentu Cocok untuk Kalian

11 Desember 2025
Alasan Orang Lamongan Lebih Sering Healing ke Tuban daripada Gresik

Alasan Orang Lamongan Lebih Sering Healing ke Tuban daripada Gresik

9 Desember 2025
4 Dosa Penjual Gorengan yang Bikin Orang Kapok dan Trauma Mojok.co

4 Dosa Penjual Gorengan yang Bikin Pembeli Kapok dan Trauma

8 Desember 2025
Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

14 Desember 2025
Tidak Ada Skripsi hingga Jarang Ketemu Dosen, Hal-hal yang Lumrah di Universitas Terbuka, tapi Nggak Wajar di Kampus Lain Mojok.co

Kuliah di Universitas Terbuka Mengajarkan Saya Fleksibel Tidak Berarti Mudah, tapi Akhirnya Saya Bisa Berdamai

9 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri
  • Elang Jawa Terbang Bebas di Gunung Gede Pangrango, Tapi Masih Berada dalam Ancaman
  • Raja Dirgantara “Mengudara”, Dilepasliarkan di Gunung Gede Pangrango dan Dipantau GPS
  • Bola GPS Jadi Teknologi Mitigasi Sumbatan Air Penyebab Banjir di Simpang Lima Semarang
  • Putus Asa usai Ditolak Kerja Ratusan Kali, Sampai Dihina Saudara karena Hanya Jadi Sarjana Nganggur
  • Dalil Al-Qur’an-Hadis agar Tak Merusak Alam buat Gus Ulil, Menjaga Alam bukan Wahabi Lingkungan tapi Perintah Allah dan Rasulullah


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.