Air yang dibiarkan terlalu lama tidak mengalir, lama-kelamaan akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Menahan buang air kecil ataupun besar terlalu lama, setahu saya, juga kurang baik bagi kesehatan. Begitu juga dengan uneg-uneg dan kekesalan saya soal pengendara mobil LCGC, jika dibiarkan terlalu lama, sangat tidak baik baik ketenangan batin yang menyimpannya.
Uneg-uneg kali ini, berkisah tentang perilaku penunggang kendaraan bermotor di jalanan. Kalau kabar yang dulu-dulu, pengendara motor Nmax sempat jadi bahan obrolan. Ini terjadi lantaran pengendara motor ini, sering kali ngawur dan agak barbar ketika berada di jalanan. Dengan body yang bongsor, mereka sering tidak mempertimbangkan pengendara lain yang ada di samping kanan kiri ataupun depan belakangnya. Pokoknya, kalau di jalan, setahu saya, suka nggak tahu diri.
Dan itu cukup bikin kesal seantero jagad dunia peraspalan. Ditambah dukungan media, maka lengkaplah bahan olok-olokan untuk pengendara Nmax ini. Namanya kehidupan, ketika habis satu masalah, masalah lain sudah siap mengintai. Untuk saat ini, izinkan saya memulai menceritakan sesuatu yang saya anggap sebagai masalah lainnya.
Selain pengendara roda dua, jangan lupa, di jalanan juga ada pengendara roda empat, enam, delapan, dan seterusnya. Namun, saya hanya ingin berfokus pada si pengendara roda empat yang terkadang tak kalah menyebalkannya dibanding pengendara motor Nmax. Masalah ini, sudah saya perhatikan jauh-jauh hari. Yakni tentang pengendara mobil LCGC yang keseringan berlagak ketika lagi di jalan.
Mobil LCGC, seperti yang diketahui, adalah singkatan dari Low Cost Green Car. Ini merupakan satu program dari pemerintah yang mengatur tentang kendaraan ekonomis serta ramah lingkungan. Katanya, tujuan utama dibikinnya program ini adalah mengembangkan kendaraan dengan harga terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah alias biar yang nggak kaya-kaya banget dan nggak miskin-miskin banget kayak saya, masih berkesempatan untuk menikmati rasa duduk di dalam mobil. Walaupun aslinya nggak butuh-butuh banget sama mobil.
Dibilang Low Cost alias murah karena harganya tak lebih dari seratus tujuh puluh juta rupiah. Untuk golongan mobil LCGC ini, mungkin sudah banyak yang tahu, dan maaf nyebut merek, seperti Wuling Formo, Karimun, Datsun, Calya, Sigra, Ayla, Agya, dan beberapa merek yang sudah umum diketahui.
Yang bagi saya menyebalkan, bukan programnya. Melainkan tentang pengendara yang menungganginya. Setelah beberapa lama saya amat-amati, pengendara mobil jenis ini, banyak yang memodifikasi mobilnya, khususnya pengendara kawula muda.
Biasanya, mobil mereka dibawa ke tempat pemasangan stiker untuk akhirnya dipasangi sticker ala pembalap Rally ataupun Formula One. Kalau di Rally atau Formula One, saya rasa sticker itu sudah jadi kewajiban, sebab biasanya, sticker itu menampilkan logo dari pihak yang menjadi sponsor. Jadi, bukan sekadar untuk gaya-gayaan biar diliat orang selampu merah ataupun orang-orang yang lagi duduk nyantai di pinggir jalan. Bukan itu.
Selain itu, yang sering saya lihat, pengendara mobil LCGC, sering kali mengubah suara knalpotnya. Seperti tulisan pertama saya di terminal sini, mobil ini sering dipasangi knalpot brong yang suaranya nggak enak sama sekali didengar telinga. Kalau dari telinga pengendara, saya nggak tahu pasti. Sebab saya nggak pernah masang begituan, kecuali di motor lawas custom yang saya miliki. Dan, itu pun suaranya masih dalam batas wajar.
Saya juga jarang ngebut-ngebut nggak jelas di jalanan. Saya masih mengendarainya dalam kecepatan wajar dan kadang malah pelan agar bisa menikmati pemandangan. Nggak pernah ngebut sebentar lalu menurunkan kecepatannya secara tiba-tiba dan bikin suara knalpot meletup-letup seperti suara tembakan senjata yang amat memekakkan. Nggak pernah. Bagi saya, itu lebay dan nggak ada gunanya. Malah cuma bikin bising jalanan aja.
Nggak tahu kenapa, ada hal yang masih saya belum paham. Saat saya diajak teman naik mobilnya, saya nggak pernah mau membuka jendela mobil tersebut. Saya merasa agak malu. Bukan karena mobil teman saya jelek, malah bagus. Teman saya juga nggak protes lantaran dia juga rada malu kalau buka jendela mobilnya. Kalau dibuka, diliatin orang, jadi rada nggak enak aja gitu. Apalagi pas di lampu lalu lintas lagi merah. Wah, pokoknya jangan sampai kebuka itu jendela. Selain karena banyak asap kendaraan lain, alasannya ya itu tadi, malu.
Apalagi, kalau mobilnya masih nyicil atau masih berupa pemberian orang tua. Wah, nggak pantes banget dipamerin, apalagi dengan cara lewat buka jendela, pakai kacamata item, dan muka mengarah rada ke atas. Mirip Genji yang lagi mau gelut, biar nggak dikira takut dan dikira nyali serta kekuatannya gede. Biar seluruh dunia tahu bahwa mobil LCGC tercintanya itu sudah warna-warni dengan sticker, lengkap dengan knalpot brong.
Nggak-nggak, saya nggak iri sama sekali. Saya sudah cukup puas bisa naik motor Revo yang cocok di segala kondisi dan sudah cukup dengan bisa menuangkan ekspresi ke dalam motor lawas yang saya custom walaupun belum bagus-bagus amat. Saya dan teman-teman, dari skala ekonomi bawah dan teman dari ekonomi atas, sudah cukup untuk membawa motor masing-masing saat pergi ke tongkrongan. Nggak perlu mobil LCGC yang pakai stiker-stiker plus knalpot brong dan pakai kacamata hitam. Masih mending kalau nyetirnya bener dan nggak mengesalkan. Kadang orang yang begini justru cerewet dalam membunyikan klakson dan suka urakan dan nggak mau disalip.Â
BACA JUGA 4 Golongan Pelaku Ternak Lele yang Biasa Saya Jumpai dan tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.