Suzuki Smash memang nggak setenar Honda Supra. Apalagi di era sekarang ini, Suzuki Smash sudah terlupakan. Kalimat itu yang diamini oleh teman saya. Dia bercerita motor bebek keluaran Suzuki itu sudah menemaninya mengaspal kurang lebih 5 tahun.
Suzuki Smash menjadi pesaing Yamaha Vega dan Honda Supra Fit pada zamannya. Motor yang diluncurkan pertama kali tahun 2002 ini dibekali mesin berkapasitas 110cc, cukup responsif memang, tapi tidak selincah motor masa kini.
Saat ini kebanyakan produsen otomotif, khususnya motor, sedang gencar memproduksi varian matic bermesin gahar. Misalnya saja Vario, Nmax, Aerox, PCX, ya minimal motor-motor 150cc. Kapasitas mesin itu membuat motor-motos zaman sekarang lebih sat-set di jalan.
Akan tetapi, di tengah gempuran motor sat-set, apakah motor lawas seperti Suzuki Smash jadi tak berguna lagi? Saya rasa kok tidak ya, motor ini tetap punya tempat di hati beberapa orang. Kawan saya misalnya, tetap nggak mau melepas motor bebek ini apapun alasannya.
Daftar Isi
#1 Suzuki Smash yang “alon-alon asal kelakon”
Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya. Suzuki Smash yang berkapasitas mesin 110 cc itu tidak akan segesit motor-motor keluaran terbaru yang berkapasitas 150 cc. Namun, bagi teman saya, ini indahnya punya Suzuki Smash. Ketika berkendara dia menjadi tidak buru-buru, jadi lebih menikmati momen. Kalau boleh meminjam istilah anak muda zaman sekarang, lebih mindful dalam berkendara.
“Alon-alon asal kelakon” mungkin itu ungkapan dalam bahasa Jawa yang tepat disematkan untuk motor bebek yang satu ini. Harus sabar, nggak gampang terpancing pengendara Jabodetabek yang gemar kebut-kebutan. Lagi pula, untuk apa punya motor berkapasitas mesin 150 cc kalau akhir-akhirnya macet di jalan. Nggak bisa dipakai buat ngebut juga.
#2 Si gesit irit cocok nggak menyiksa kantong
Tagline “si gesit irit” selalu terngiang ketika membicarakan motor bebek yang satu ini. Tagline itu diamini oleh kawan saya yang sehari-hari mengendarai Suzuki Smash untuk membelah Parung-Lebak Bulus yang berjarak sekitar 26 kilometer.
Berdasar keterangan teman saya, dia hanya mengisi pertalite Rp12.000 dalam sehari atau pulang pergi. Dengan kata lain, Suzuki Smash bisa menempuh 52 kilometer hanya dengan mengisi Rp12.000 petralite. Bukan kah sangat ngirit?
#3 Biaya servis rutin yang nggak bikin kantong jebol
Suzuki memang terkenal mahal untuk urusan sparepart, tapi juga terkenal bagus untuk urusan keawetannya. Nah, kalau servis rutin Suzuki Smash bisa lebih ramah dikantong dibandingkan motor masa kini.
Servis rutin yang dilakukan hanya seputar bersihin karbu, ganti oli, cek rantai, dan itu semua bisa dilakukan sendiri di rumah. Tidak seperti motor jaman sekarang dengan sistem injeksi, harus ke bengkel. Banyak bagian-bagian motor yang dicek, cvt dan sebagainya, ongkos servisnya juga lumayan kalau ke bengkel. Suzuki Smash ini seperti merawat warisan leluhur, harus sabar dan telaten.
#4 Harga bekas Suzuki Smash lumayan murah
Harga bekas motor yang diproduksi di era 2000-an biasanya sudah digoreng sehingga sangat mahal. Ambil contoh, Suzuki Skywave. Beritanya ada yang jual sampai harga Rp50 juta.
Akan tetapi hal itu tidak berlaku untuk Suzuki Smash. Di pasaran masih banyak Suzuki Smash bekas dengan kondisi layak pakai. Pas saya cek di platform jual-beli motor bekas, motor bebek yang satu ini dalam kondisi baik dan surat-surat lengkap banyak dijual dengan harga dibawah Rp4 juta. Masih aman di kantong bukan? Kalau pun butuh servis, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, servisnya nggak bakal mahal-mahal amat.
Menurut teman saya, kalau ada rezeki beliau memang ingin punya motor yang sat-set. Namun, dia tidak akan menjual Suzuki Smash miliknya. Baginyamotor bebek ini tetap “mahal” karena sejarahnya. Bahkan, dia ingin menjadikannya warisan yang akan diturunkan ke anak-cucu.
Penulis: Jarot sabarudin
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.