Mencari Toko Oleh-oleh di Purbalingga bagaikan Ketemu Setan di Siang Bolong: Susah dan Hampir Mustahil

Mencari Toko Oleh-oleh di Purbalingga bagaikan Ketemu Setan di Siang Bolong: Susah dan Hampir Mustahil

Mencari Toko Oleh-oleh di Purbalingga bagaikan Ketemu Setan di Siang Bolong: Susah dan Hampir Mustahil (Unsplash.com)

Saat beberapa kawan berkunjung ke rumah saya, mereka sering menanyakan rekomendasi toko oleh-oleh di Purbalingga yang bisa mereka kunjungi. Pertanyaan itu seperti sebuah jalan buntu yang saya sendiri pun tak tahu jalan keluarnya.

Alih-alih memberikan rekomendasi toko oleh-oleh di Purbalingga, saya sering menyarankan teman-teman agar membeli buah tangan di kabupaten lain. Biasanya, saya memberikan dua opsi daerah, yaitu Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Banjarnegara. Maklum, dua kabupaten itu memiliki banyak toko oleh-oleh yang bisa dijadikan jujugan wisatawan.

Seolah nggak puas dengan jawaban yang saya berikan, rata-rata teman-teman saya akan menyangkal saran saya. Mereka biasanya akan kekeuh meminta saya memberikan rekomendasi toko oleh-oleh di Purbalingga. Kalau sudah begini mau tak mau saya harus memberikan alasan logis pada mereka. Purbalingga memang terkenal sebagai kota penghasil knalpot yang kualitasnya nggak perlu diragukan lagi, tapi apakah wisatawan yang datang ke sini bakal menjadikan knalpot sebagai buah tangan untuk sanak saudara di kampung halaman? Tentu saja nggak.

Sebenarnya selain knalpot, Purbalingga juga dikenal sebagai pusat pembuatan batu akik. Mungkin, kalau batu akik masih masuk akal dijadikan oleh-oleh. Tapi sayangnya, keberadaan batu akik di Kota Perwira ini bisa dikatakan musiman, jadi nggak selamanya batu alam yang bersumber dari Sungai Klawing tersebut bisa didapatkan dengan mudah. Selain itu, batu akik juga tergolong barang mewah yang nggak semua kalangan wisatawan sanggup untuk membelinya.

Maka rasanya nggak berlebihan kalau saya bilang mencari toko oleh-oleh di Purbalingga bak ketemu setan di siang bolong. Begitu sulit dan hampir mustahil! Jangan harap kalian bisa menemukan deretan toko oleh-oleh berjejer seperti di kota besar. Kok bisa, ya?

Destinasi wisata Purbalingga belum banyak dilirik wisatawan

Bicara soal toko oleh-oleh, rasanya kurang afdal jika kita nggak menyinggung masalah destinasi wisata juga. Jika sebuah daerah hanya dikunjungi oleh warga lokalnya, kemungkinan daerah tersebut masih minim destinasi wisata. Atau, destinasi wisata yang ada di daerah itu belum menjadi wisata prioritas berskala nasional dan bahkan internasional.

Bukan bermaksud mau membandingkan, Kabupaten Magelang yang hanya memiliki satu destinasi wisata menjadi prioritas nasional. Iya, soalnya di sana ada Candi Borobudur. Keberadaan Candi Borobudur menjadi daya tarik Kabupaten Magelang di mata wisatawan lokal dan mancanegara. Keberadaan toko oleh-oleh di sini pun bisa dijumpai dengan mudah di sepanjang jalan.

Berbeda dengan Magelang, Purbalingga memiliki destinasi wisata yang masih asing di telinga para pelancong. Satu-satunya destinasi wisata yang bisa kami banggakan sebagai warga kabupaten yang menjadi tempat lahir Jendral Soedirman ini adalah Gunung Slamet. Jika destinasi wisatanya saja belum banyak dilirik oleh para wisatawan, mencari toko oleh-oleh di Purbalingga seperti mencari benang di tumpukan jerami. Angel tenan, Lur!

Hampir tidak ada makanan khas Purbalingga yang bisa dijadikan oleh-oleh

Banyak yang menyebutkan bahwa mendoan adalah salah satu makanan khas yang ada di Kabupaten Purbalingga. Sebenarnya saya rasa makanan satu ini bisa diakui sebagai makanan khas kabupaten se-Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) mengingat mendoan bisa kita jumpai dengan mudah di lima kabupaten tersebut. Akan tetapi mayoritas masyarakat mengatakan bahwa mendoan adalah makanan khas dari Kabupaten Banyumas.

Lantas, apa dong makanan khas di Purbalingga? Ada banyak, kok, sebut saja sate blater, nopia, gulai melung, hingga soto klamud. Namun dari keempat makanan yang saya sebut, hanya nopia yang bisa dijadikan oleh-oleh wisatawan yang berkunjung ke Purbalingga. Sate blater, gulai melung, dan soto klamud adalah jenis makanan berat yang lebih cocok untuk disantap secara langsung di tempat.

Meski nopia bisa dibawa ke mana-mana, namanya belum seterkenal makanan khas daerah lain seperti bakpia Jogja atau dodol Garut. Maka nggak usah heran kalau makanan berbahan dasar tepung terigu ini masih belum bisa menjadi pilihan utama oleh-oleh wisatawan yang datang ke Purbalingga.

Semoga destinasi wisata di Kabupaten Purbalingga segera berbenah dan menjadi prioritas di tingkat nasional. Setelah destinasi wisata menjadi prioritas, keberadaan toko oleh-oleh di Purbalingga akan muncul dengan sendirinya bagaikan rumut yang muncul setelah hujan turun. Dengan begitu, saya nggak akan kewalahan lagi jika ada teman yang bertanya soal rekomendasi toko oleh-oleh di sini.

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Selama Ada ABC Swalayan, Warga Purbalingga akan Baik-baik Saja Nggak Punya Mall.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version