Sebagai pengantin baru yang belum punya cukup pengalaman tentang kehamilan, saya dan ayang yang merupakan istri sah saya bingung untuk menentukan siapa dokter kandungan yang cocok untuk jasa konsultasinya kami gunakan. Sudah kami tanyakan ke beberapa orang yang sudah berpengalaman, tapi malah semakin bingung karena banyaknya pilihan.
Sebelum meminta saran kepada teman-teman, sebelumnya kami menggunakan pertimbangan Google Maps melalui fiturnya yang bernama ulasan. Di sana, banyak sekali keluhan-keluhan orang-orang yang telah menggunakan jasa konsultasi kehamilan. Ada yang berkeluh pelayanannya lama, ada pula yang memberi rating rendah karena dokternya galak.
Setelah memilah-milah berbagai klinik, kami sepakat untuk mendatangi sebuah klinik yang dikelola oleh Palang Merah Indonesia (PMI). Awalnya saya meragukan kalau lembaga yang terkenal sebagai bank darah ini nyambi sebagai klinik kehamilan, tetapi setelah melihat Gmaps, mem-booking dan mendatanginya, saya tak menganggapnya mitos lagi.
Setelah mendaftarkan diri ke resepsionis, kami menunggu dengan perasaan campur aduk sambil memfokuskan pendengaran telinga saya agar tidak budek saat nama ayang saya dipanggil. Setelah beberapa saat, nama ayang saya dipanggil, kami pun masuk ke ruangan dokter bergelar Sp.OG itu.
Saya melihat baju yang menutupi perut ayang saya dibuka, dikasih gel, kemudian sebuah alat diusek-usek ke perut ayang saya. Seketika, monitor yang menempel di dinding depan dokter tersebut menampilkan gambaran abstrak hitam putih berbentuk seperempat lingkaran.
Dokter itu kemudian komat-kamit menjelaskan babibu terkait calon dedek saya yang saat itu belum kelihatan, namun sudah ada kecurigaan karena ada bulatan kecil. Sambil melanjutkan komat-kamitnya dokter itu menggunakan kursor di depannya untuk membuat garis di gambar abstrak itu kemudian kami dipersilakan keluar.
Saat itu kami belum tahu kalau sebenarnya boleh berkonsultasi dengan dokter kandungan mengenai apa-apa saja terkait kehamilan. Jadi setelah mengiyakan untuk menerima vitamin dan dipersilakan keluar kami langsung keluar begitu saja.
Di luar kami sekali lagi menunggu nama ayang saya dipanggil untuk pembayaran. Setelah membayar kami dikasih sebuah print-print-an kertas foto berisikan gambar abstrak yang tadi lengkap dengan kode-kode dan angka yang tidak kami mengerti.
Sebulan kemudian, kami mendatangi klinik itu lagi. Karena sudah sedikit lebih tahu bahwa diperbolehkan untuk berkonsultasi, saya menyuruh ayang saya untuk membuat daftar keluhan dan pertanyaan sebelum mem-booking melalui antrean klinik tersebut melalui WhatsApp.
Sesampainya di sana, apa yang kami lakukan sama persis sebagaimana cek USG yang pertama. Setelah masuk ke ruangan dokter dan diusek-usek sambil komat-kamit, ayang saya langsung menanyakan dan pertanyaan dan keluhan yang tadi sudah dipersiapkan.
Termasuk pertanyaan mengenai kenapa vitamin yang diberikan membuat feses berwarna hitam yang ternyata merupakan efek samping yang wajar. Ayang saya juga meminta vitamin yang lain saja supaya tidak mengalami efek samping ini.
Dokter itu pun mengabulkan permintaan ayang saya dengan vitamin yang kemasannya jauh lebih profesional dari sebelumnya yang hanya plastik, yang mirip plastik kacang goreng di kondangan. Namun, saat pulang dari klinik tersebut, ayang saya mengeluh kepada saya bahwa dokter di sana kurang komunikatif dalam menjawab pertanyaan ayang saya. Dia meminta untuk pindah tempat periksa bulan depan nanti.
Mengabulkan permintaan ayang saya, pemeriksaan kandungan ketiga kami lakukan di tempat yang berbeda. Saat itu pemeriksaan kandungan dilakukan di puskesmas karena niatnya sambil cek laboratorium. Memang tarifnya lebih murah dibandingkan dengan klinik-klinik swasta. Tetapi eh tetapi, hasil pemeriksaan burik dan tidak sejelas hasil pemeriksaan kedua. Padahal kalau dinalar harusnya bertambah bulan harusnya dedek saya semakin kelihatan, lha kok malah buram.
Pemeriksaan keempat kami lakukan di bidan yang ada di sekitar rumah saya. Karena sering melihat tempat itu banyak didatangi orang dan label bidan, kami pun memilih bidan tersebut untuk pemeriksaan kehamilan.
Di sana perut ayang saya juga diusek-usek dengan alat yang entah namanya apa, tetapi tidak ada layar monitor untuk saya nobar calon dedek saya. Bahkan pengecekan kondisi dan posisi bayi hanya menggunakan tangan yang dinyuk-nyuk saja sehingga saya pun merasa tertipu dibuatnya. Memang murah, kalau gak salah cuma dua puluh ribu rupiah, tapi menurut saya pemeriksaan ini tak seperti USG yang saya ketahui dari tiga pemeriksaan sebelumnya.
Sebelum pemeriksaan di bulan kelima, kami berkonsultasi dengan berbagai orang yang punya pengalaman terkait kehamilan. Mulai dari mbak Ipar hingga kakak dari bestie-nya ayang saya, semuanya melakukan USG di tempat yang jauh dari tempat saya.
Hingga suatu ketika, istri saya bertanya kepada istri teman kuliahnya yang ternyata selama hamil melakukan pemeriksaan di klinik yang dokternya dibilang galak oleh ulasan Gugel Maps tadi. Istri dari teman ayang saya itu menepis anggapan bahwa dokter kandungan di sana galak.
Tentu rasa penasaran kami bergejolak, apalagi melihat lokasinya di Gugel Map, klinik lebih dekat dengan tempat tinggal saya dibandingkan dengan klinik-klinik kandungan lainnya. Memang lebih dekat kebidanan yang tadi, tapi, selain itu bukan klinik, kayaknya saya kapok ke sana lagi karena tidak sesuai yang saya harapkan.
Pemeriksaan kelima kami mendatangi klinik kandungan di Jalan Solo-Purwodadi yang disarankan oleh istri dari teman ayang saya tadi. Setelah lagi-lagi perut ayang saya diusek-usek dengan alat yang hingga saat menulis ini saya belum tahu namanya apa. Setelah itu kami disuruh duduk di depan meja kerjanya.
Kami mendapati keluhan yang lebih parah dibandingkan apa yang menjadi ulasan di Gugel Maps. Pertama, dokter kandungan tersebut telat datang dan dengan pedenya melewati beberapa pasien yang telah menumpuk di ruang tunggu. Kedua, saat kami memasuki ruangannya tampak dia tidak peduli dengan keberadaan kami, mengajak bicara sambil matanya menatap hapenya. Ketiga, saat hendak bertanya mengenai keluhan dan pertanyaan, pembicaraan yang diawali oleh ayang saya dipotong dengan nada sedikit membentak sehingga membuat ayang saya tidak jadi bertanya.
Di bulan selanjutnya kami kembali ke pilihan awal kami di PMI, sambil mencari-cari alternatif terbaik pemeriksaan kandungan sebelum datang masa persalinan nanti.
Ada pikiran di benak saya untuk berhenti gonta-ganti. Pikiran ini muncul setelah saya merasa salah kaprah dengan metode pencarian dokter kandungan terbaik di dunia ini. Seharusnya sejak awal kami konsisten melakukan berkonsultasi pada dokter yang sama. Nanti di kehamilan kedua baru mencari alternatif lain.
Pikiran ini juga ada akibat ketiga pilihan yang kami jadikan alternatif tenyata zonk tidak lebih baik dibandingkan dokter kandungan yang pertama kami temui. Seharusnya sejak awal saya sadar bahwa tidak ada manusia sempurna di dunia ini. Meskipun ada sedikit kekurangan di dalam komunikasi, yang penting hasil USG-nya jelas, bukan cuma dinyuk-nyuk, apalagi membayar untuk tidak dihargai.
Penulis: Muhammad Arif Prayoga
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Demi Tuhan, Ternyata Banyak Sekali Perempuan Indonesia Takut Periksa ke Dokter Kandungan