Konon, keberhasilan suatu daerah dilihat dari ada tidaknya outlet Mie Gacoan. Surabaya membuktikannya.
Sejak berdiri tahun 2016 lalu, konsumen Mie Gacoan semakin bertambah. Pertambahan konsumen ini dapat dilihat dari ekspansi besar-besaran Mie Gacoan. Bagaimana tidak, kedai mie bertajuk “Mie Pedas Nomor 1 di Indonesia” ini setidaknya sudah punya 100-an outlet di seluruh Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 3000 karyawan.
Tulisan Mas Bayu Kharisma Putra di Terminal Mojok beberapa waktu lalu seakan membuktikan kalau dibukanya kedai mie pedas ini selain karena permintaan konsumen yang membludak, juga sebagai tolok ukur keberhasilan suatu wilayah. Jadi, mohon maaf saja apabila di daerah kalian belum ada outlet Mie Gacoan, berarti daerah kalian dalam parameter ini belum bisa dikatakan berhasil, atau masih tertinggal.
Setahu saya, jika Mie Gacoan membuka satu outlet di satu daerah, kehadirannya sudah bisa membuat antrean konsumen yang mengular. Nah, apabila dalam satu daerah terdapat lebih dari satu outlet mie pedas ini, maka saya ucapkan selamat. Tandanya, daerah tersebut cukup maju, bahkan mungkin paling maju.
Di Surabaya sendiri, kota yang katanya terbesar nomor dua se-Indonesia itu, punya lebih dari satu outlet Mie Gacoan alias lebih banyak dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia. Dari sini saya rasa sudah cukup bagi Kota Surabaya untuk mendeklarasikan diri sebagai Kota Mie Gacoan di Indonesia.
Jumlah outlet Mie Gacoan di Surabaya paling banyak
Alasan utama mengapa Surabaya harus jadi Kota Mie Gacoan adalah kedainya yang nelecek di mana-mana. Setidaknya, ada belasan kedai mie pedas satu ini di Kota Pahlawan yang bahkan belum pernah saya kunjungi. Sebut saja cabang Ahmad Yani, cabang Wiyung, cabang Ambengan, cabang Manyar, cabang Mayjend Sungkono, cabang Manukan, cabang Margorejo, cabang Kenjeran 1 & 2, cabang MERR 1 & 2, hingga cabang Ngagel yang baru buka kemaren.
Padahal kalau kita lihat dari sejarahnya, kota kelahiran Mie Gacoan bukan di Surabaya, melainkan di Malang. Di Malang sendiri jumlah outlet mie pedas ini justru lebih sedikit ketimbang di Surabaya. Sementara saat saya mengecek Jakarta, sebagai ibu kota di Indonesia saat ini, ekspansi kedai mie pedas ini juga nggak sebanyak di Surabaya.
Bagi saya, hal ini membuktikan kalau Kota Pahlawan harus mendeklarasikan diri sebagai Kota Mie Gacoan. Sebab, sudah berhasil mengalahkan dua daerah sekaligus. Satu daerah yang memang menjadi asal-usul kedai mie pedas ini, dan satunya lagi ibu kota Indonesia yang notabene merupakan pusat dari segalanya.
Boleh dibilang, Surabaya jadi kota yang sukses di bidang kuliner
Surabaya memang dikenal memiliki sederet makanan yang khas dan lezat. Sebut saja tahu tek, lontong balap, lontong kupang, tahu campur, lontong mie, hingga rujak cingur. Deretan kuliner tersebut sudah dipastikan nggak akan ditolak orang-orang karena rasanya sangat lezat. Akan tetapi kalau kita perhatikan, hampir semua makanan khas Surabaya identik menggunakan petis sebagai bumbu dasarnya.
Selain petis, yang perlu disoroti dari makanan khas Surabaya adalah karakter makanannya yang pedas. Kuliner pedas ini sangat cocok dengan karakter warga Surabaya yang ceplas-ceplos. Misalnya saja kuliner rawon. Di Surabaya, ada rawon pedas yang dijuluki “rawon setan” karena rasanya yang super pedas. Karakter pedas yang dicintai masyarakat Surabaya ini rupanya memberikan peluang bagi makanan-makanan modern untuk tumbuh di sana, utamanya kedai mie pedas seperti Mie Gacoan.
Penambahan outlet Mie Gacoan di Surabaya justru nggak mengurangi antrean panjang konsumen, melainkan menciptakan antrean baru. Bayangkan, belasan outlet setiap harinya dipenuhi antrean konsumen yang mengular. Bahkan kita kerap mendengar sambatan orang-orang mengenai antrean di kedai mie pedas ini.
Bagi saya, ini bukan bentuk upaya yang sia-sia, tetapi sebagai bukti bahwa Surabaya telah berhasil dalam bidang kulinernya. Kalau kulinernya berhasil, maka hal lain seperti wisata, ekonomi, lapangan kerja, dll., pun turut berhasil. Saya sih setuju banget seandainya Surabaya memang menjadi pusat Mie Gacoan atau mendeklarasikan diri sebagai Kota Mie Gacoan.
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mie Gacoan Bikin Saya Antre Nungguin Orang Lain Selesai Makan, Bukan Antre Nungguin Pesanan Datang.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.