Kultur Surabaya yang lebih ramah pendatang
Saya sering menemui guyonan di sosial media yang membahas soal masyarakat Jogja yang nggak ramah untuk pendatang. Misalnya, kalau kamu nggak ber-KTP Jogja, maka kamu nggak boleh berkomentar apa-apa soal Jogja. Bahkan, kalau kalian mau sambat ke akamsi, mereka akan melemparkan pertanyaan, “KTP-mu asli endi?”
Belakangan, saya baru tahu kalau ternyata itu bukan guyonan. Warga Jogja emang beneran ada yang kayak gitu. Beruntungnya, hal serupa nggak akan kalian temui di Surabaya.
Bisa dibilang, mayoritas teman saya di kampus adalah pendatang dari berbagai daerah. Beberapa dari mereka sepakat kalau nggak merasakan diskriminasi dari warga Surabaya. Paling mereka nggak nyaman karena bahasanya lebih kasar dan sering misuh. Sisanya, teman-teman saya bisa membaur dengan baik bersama warga lokal.
Di Surabaya, kalian nggak perlu khawatir pulang malam
“Kuliah di Jogja itu yang wajib diingat adalah sebisa mungkin jangan pulang di atas jam 9 malam, apalagi kalau kosmu lewat jalan sepi,” kata teman saya melalui telepon. Dia adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Jogja, dan kebetulan pernah hampir berpapasan dengan klitih. Beruntungnya dia langsung sadar dan putar arah mengambil jalan lain.
Di Surabaya, kalian akan lebih aman dari kejahatan serupa. Yah, meskipun saya nggak bisa menutupi kalau di sini ada gangster yang juga bikin rusuh, tapi setidaknya mulai dari wali kota sampai aparat langsung ambil tindakan. Saya juga sering nemu mobil polisi yang patroli tengah malam. Masih lebih baik daripada nggak ada tindakan sama sekali.
Namun, meskipun serupa, kasus gangster di Surabaya tetap nggak bisa disamakan dengan klitih di Jogja. Skalanya beda, di Surabaya masih terhitung kecil dan jarang. Jadi, saya kira Surabaya tetap lebih aman kalau mau keluyuran di malam hari.
Berdasarkan penjelasan tersebut, setidaknya kalian harus mempertimbangkan Surabaya sebagai daerah tujuan untuk menempuh pendidikan tinggi dan merantau ketimbang kuliah di Jogja. Biaya pendidikan di sini relatif lebih murah, warganya ramah pada pendatang, nggak perlu khawatir klitih, dan yang lebih penting adalah kulinernya murah dan enak.
Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.