Sungguh Menyesal Orang-orang yang Belum Merasakan Nikmatnya Kol Goreng

Sungguh Menyesal Orang-orang yang Belum Merasakan Nikmatnya Kol Goreng terminal mojok.co

Sungguh Menyesal Orang-orang yang Belum Merasakan Nikmatnya Kol Goreng terminal mojok.co

Dalam hidangan ayam hingga lele, awalnya saya adalah orang yang cukup sinis dengan lalapan, terutama kol. Lalapan tak lebih penting dari ayam dan lele sebagai hidangan utama, serta tak lebih penting dari sambal. Bahkan kalau disuruh menghabiskan lalapan, saya sendiri lebih memilih timun yang cukup memberikan kesegaran di mulut. Sedangkan kol sering saya sisihkan karena bagi saya kol tak menambah kenikmatan apa pun. Awalnya…Sebelum satu peristiwa menjadi titik balik ini semua.

Sekitar 2018-an lalu, di sore hari menjelang senja. Saya kebingungan menentukan menu makan sore sebagai anak kos. Sayangnya, kala itu bukanlah akhir bulan, hingga memilih menu makan bukan lagi perkara mudah. Lebih lagi, saya cukup bosan dengan hidangan burjo, pokwe serta ayam geprek. Sadar atau tidak sadar, saya akhirnya memutuskan mendamparkan diri ke salah satu warung penyetan yang tidak saya sebutkan namanya.

Menariknya, setelah beberapa kali mampir lagi ke warung penyetan ini, saya menyadari bahwa si ibu pemilik warung memiliki tabiat buruk saat berjualan. Ia selalu melebihkan orderan pelanggan, sering salah order pula. Kala itu saya memesan dada dan nasi. Ketika si ibu bertanya, “Tambah apalagi? Kol, tahu, tempe?” Saya hanya mengatakan, “Tambah timun saja, Bu, kalau ada.” Betapa kagetnya saya, tiba-tiba saya dihidangkan menu komplet, pun salah order lagi: sayap ayam (seharusnya dada), tahu, kol goreng. Hash. Dalam hati saya menggerutu karena menyadari saya akan dikenakan biaya tambahan, sekalipun waktu itu bukan akhir bulan.

Yang jelas ada dua hal yang tidak pernah saya sesali dari tabiat buruk si ibu. Pertama, soal mashok-nya masakan si ibu, hingga membuat saya pada akhirnya sering kembali tempat itu lagi. Kedua, olahan kol goreng yang meleleh dalam pedas manisnya sambal tomat. Ya, serius! Dulu saya pembenci kol garis keras, setelah merasakan kol goreng, saya malah jadi maniak kol. Saya merasakan kembali kegirangan ketika baru pertama kali merasakan rendang Padang, dan saya meyakini kol goreng adalah inovasi terbesar kedua setelah penemuan bumbu Indomie goreng pada tahun 1983. 

Hidangan yang harusnya pernah dirasakan Barack Obama di Indonesia, dan mungkin pidatonya menjadi, “Saya suka, kol goreng” heuheu. Hidangan yang membuat saya menyesal baru merasakan olahan underrated ini di tahun 2018. Dan ternyata saya tidak sendiri, dan rasanya saya harus menuliskan ini kembali walau telat, setelah menyadari: ternyata ada, ya, yang belum pernah merasakan nikmatnya kol goreng?

Itu terjadi ketika saya baru saja kelar mendengarkan Podcast Mendoan alias Mendengarkan Dono dan Tian. Dua pria Surabaya ini membuat pengakuan di salah satu episode terbarunya di tahun 2021. Dono, dengan logat suroboyoan-nya mengatakan, “Aku lagi ngerti, ternyata kol goreng iku ueeennakkk polll.” Pernyataan Dono juga diamini Tian, “Aku juga baru nyoba kemarin, ternyata ueeenaaakkk,” Lebih lagi, Tian merasakan kol goreng dalam keadaan kurang fresh via abang ojol. Bisa dibayangkan betapa mantapnya kol goreng, hingga masih terasa nikmat walau dalam keadaan layu diantar abang ojol. Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya ketika ia dalam keadaan baru diangkat dari penggorengan. Beuh.

Kesaksian Dono dan Tian juga mengingatkan kembali pada peristiwa akhir tahun 2020 lalu. Ketika muncul wacana kulineran sore di tengah obrolan anak kos, maka saya memegang kendali merekomendasikan makanan, dan kembali ke warung penyetan.

Awalnya saya hanya ingin mengejutkan betapa mashoknya makanan si ibu, dan tentu dengan tagihan yang tidak sesuai dengan pesanan. Sayangnya, masakan si ibu kala itu sedang tidak on-fire alias tak seenak biasanya, hingga saya cuma bisa mengejutkan teman saya oleh orderan ngawur si ibu dengan tabiatnya. Namun, kol goreng menyelamatkan itu. Teman saya dengan logat Jakarta-nya mengatakan, “Gue baru tau, ternyata kol goreng enak juga anjir.” Yah, kol goreng tak pernah mengecewakan.

Saya menyadari di era 4.0 dan di era kejayaan Fourtwnty ini, masih ada orang yang belum merasakan nikmatnya inovasi kol goreng. Sungguh menyesal manusia-manusia seperti itu. Sayangnya, di balik nikmatnya kol goreng, ada banyak bahaya di dalamnya. Misalnya kolesterol karena minyak goreng, menghilangkan beberapa jenis vitamin, hingga dapat memicu kanker. Namun, kol goreng tetaplah kenikmatan duniawi yang seharusnya tak pernah kalian lewatkan selama hidup, asal dikonsumsi secukupnya saja. 

Dan jika kalian membaca ini, bergegaslah mencari warung-warung ayam, lele, bebek di sekitar Anda. Katakan: “Gorengkan saya kol!” Rasakan nikmatnya, Percayalah! Tapi, jangan sering-sering, ya.

BACA JUGA Nasi Goreng Paling Enak Tercipta dari Olahan Nasi Sisa Semalam atau tulisan Dicky Setyawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version