Sulitnya Menjadi Fans SID dan JRX di Masa Pandemi

Sulitnya Menjadi Fans SID dan JRX di Masa Pandemi terminal mojok

Selepas bebas dari penjara, JRX, drummer Superman Is Dead (selanjutnya disebut SID), band punk asal Bali, rupanya masih lantang bersuara. Akhir-akhir ini, kehebohan yang dibuatnya adalah melabeli para figur publik yang mengumumkan dirinya terkena Covid-19 di media sosial sebagai pihak yang mengendorse virus ini. Ada banyak respons seperti biasa, selalu ada saja yang mendukung, dan tentu banyak yang kontra entah itu meluapkannya dengan marah-marah hingga banyak menjadikannya lelucon, ya paham sih kadang lucu kelakuannya.

“Seperti biasa?”

Ya memang tingkah JRX ini anehnya tidak cuma kemarin, lebih jauh juga bukan cuma sejak pandemi. Sebelumnya, JRX memang sudah sering bikin huru-hara di media sosial dengan berbagai tema dan kasus, tentu yang ramai di pemberitaan kalau kasusnya bawa-bawa figur publik ibu kota. Mulai dari berseteru dengan Via Vallen, Ashanty, Ahmad Dhani, Dr Tirta, bahkan fans K-Pop sampai IDI pun kena sambatnya.

Hal ini kadang membuat saya pribadi sebagai fans SID kadang berada di posisi bingung. Yah, meskipun saya bukan fans garis keras SID, saya adalah orang yang menyukai banyak sekali lagu-lagunya yang selain karena masalah kecocokan musikalitas juga tentu menyukai pesan-pesan yang dibawa pada lagunya. Tentu wajar jika gara-gara itu saya jadi menyukai sosok-sosok di balik SID karena kagum dengan pemikirannya yang berhasil diterjemahkan ke dalam lagu-lagu punk ini. Sehingga, wajar pula kalau awalnya saya selalu punya bias berupa prasangka baik pada JRX di setiap kasus-kasusnya.

Pada awalnya, saya memang selalu kesal dengan orang-orang yang selalu salah menyikapi kontroversi yang dibuat JRX. Hal yang paling membuat saya gatal nan jengkel adalah bagaimana kebanyakan orang selalu fokus ke bungkus penggunaan bahasa JRX yang kasar. Sementara esensi utama dari awal berangkatnya kasus-kasus itu justru sering dilupakan.

Makanya, di setiap kasus-kasus JRX, yang selalu muncul adalah caci maki netizen padanya yang dianggap kasar, cari perhatian, atau sengaja cari kontroversi biar laku. Untuk tuduhan yang terakhir, betapa lucunya ini bagi saya mengingat tudingan itu datang buat band punk macam SID yang achievement-nya sudah seabrek-abrek. Sementara fansnya, beberapa sibuk menjelaskan esensinya agar tak dilupakan dan terkubur sama dengungan tudingan-tudingan itu.

Misalnya, kesal dengan orang yang salah tangkap dengan kasusnya dengan Via Vallen yang lebih mencuatkan bahasa kasar dan masalah copyright, padahal masalahnya berangkat dari minimnya peran Via Vallen dalam gerakan aktivisme yang merupakan roh dari lagu yang dinyanyikannya. Atau saat berkonflik dengan Anang dan Ashanty yang lagi-lagi hebohnya yang dibahas soal bahasa dan sopan santun, sementara sumber masalah soal RUU menyoal soal industri musik terkubur gitu saja. Yang terakhir, di masa pandemi yang membuat JRX kesannya jadi menjengkelkan banget, padahal di satu sisi saya yakin kalau ini juga efek domino buruknya penanganan pandemi sehingga adanya aspek yang menjadi korban, dan kebetulan aspek itu bersinggungan sama apa yang dianggap penting JRX. Kira-kira begitulah saya mencoba berprasangka baik.

Tapi di satu sisi, lama-lama agak merepotkan juga terus-terusan membela JRX. Lama-lama, saya menyadari, meskipun bias saya terhadap segala tingkah JRX membuat saya belajar bahwa ketika menyikapi masalah untuk tidak melupakan esensi ketimbang silau dengan segala aksesori masalah di sekitarnya, di satu sisi JRX juga harus intropeksi. Memang dari semua huru-hara yang ditimbulkan JRX, saya merasa yakin kalau beberapa kasus merasa dia benar, tapi tentu ada beberapa masalah yang rasanya sulit buat membela dia. Ngajak berantem orang di DM dan nuduh figur publik diendorse Covid itu gimana cara belanya, Njir.

Apalagi kalau fansnya termasuk orang yang percaya Covid, gimana mau membela? Saya yakin, meski dirimu termasuk golongan percaya Covid sebenarnya masih bisa saja mencari celah untuk bisa dianggap sejalan dengan JRX. Toh, memang ada banyak penanganan yang pantas dikritik sesuai dengan esensi kritik yang disuarakan JRX. Cuma memang menghadapi tingkah absurd JRX ini yang agak susah nan pening. Mau membela, kok ya konyol juga.

JRX harus sadar bahwa cara dia berkomunikasi mulai tidak efektif. Terlalu banyak distraksi yang muncul sehingga efek dari tingkahnya banyak yang salah sasaran, dan ujungnya esensi keresahan dia yang sebenarnya justru tidak terangkat. Selain masalah bahasa kasar, sopan santun, dan kesan konyol sebagai penggila teori konspirasi yang sudah sering jadi bahan pengalihan dari isu yang sebenarnya, kondisi dia yang sekarang sudah berumahtangga dengan Nora pun semakin menambah potensi pengalihan. Bukannya fokus ke masalahnya, malah fokus memikirkan nasib istri sampean loh, Bli.

Kadang, ingin rasanya berlindung di balik argumen hanya menyukai karyanya, atau hanya suka musikalitasnya. Tapi di satu sisi, ungkapan JRX yang bilang kalau musisi juga manusia yang punya suara politik dan opini juga ada benarnya. Selain itu, sulit rasanya untuk membatasi diri menyukai SID hanya musikalitasnya saja, di mana pesona SID itu ya bukan musikalitas semata, melainkan juga pesan dalam lagunya. Namun JRX juga bilang menjadi fans SID, atau OutSIDers, tidak harus suka JRX, seperti dikutip dalam interview-nya di channel YouTube Soleh Solihun. Benar juga sih, masih ada Bobby Kool dan Eka Rock.

Tentunya, saya berharap banyak fans yang mencoba menjelaskan esensinya memang sesuai dengan keresahan sesungguhnya dari JRX. Akan lebih baik kalau JRX sendiri yang menjelaskan esensi atau alasan dari kenapa dia bisa berpikir begini dan begitu yang sering dianggap konyol oleh netizen. Kan nggak lucu kalau ternyata fans yang berusaha membela dan mencoba menjelaskan setiap tindakan JRX ternyata tidak sesuai dengan maksud sang idola sendiri. Kalau gitu, cuma kehaluan fansnya doang, dong? Jangan dong, ya.

Yah, harus sabar-sabar saja buat fansnya. Saya yakin, ke-rebel-an JRX di masa pandemi masih panjang perjalanannya. Pada akhirnya, saya masih percaya motivasi di balik tingkah anehnya JRX bukanlah sesuatu yang jahat, bahkan mulia. Semoga saya tidak halu.

BACA JUGA Kehadiran Polisi Virtual Itu Lebih Baik daripada DM Ajakan Berantem Bli JRX dan tulisan Muhammad Sabilurrosyad lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version