Suka Duka Pakai Helm VOG Extream, Si Helm Murah dan Anti Maling

Suka Duka Pakai Helm VOG Extream, Si Helm Murah dan Anti Maling terminal mojok.co

Suka Duka Pakai Helm VOG Extream, Si Helm Murah dan Anti Maling terminal mojok.co

Kalau teman yang lain pakai helm INK, saya (terpaksa) pakai helm VOG.

Helm sering dimaknai sebagai busana, sebagai sebuah tren. Saat saya dulu SMA adalah masa kejayaan helm INK seri CX dan Centro maupun helm asal Korea dengan warna ngejreng seperti biru langit dan merah jambu. Helm tersebut mendominasi parkiran sekolah hingga menjadi standar bergaya. Alasannya, meski bukan termurah, tapi masih terjangkau berbagai kalangan.

Di masa jaya INK, ramai pula helm-helm dengan merek yang namanya sebelas-dua-belas dengan harga sebelas-dua-satu seperti INX dan INF, pun dengan dominasi warna ngejreng. Sisanya, adalah helm-helm bawaan motor atau helm-helm “indie” seperti helm yang saya kenakan dulu dan kini: helm VOG Extream.

Bukannya saya pengin anti mainstream, tapi semata karena bapak saya. Ketiadaan kendaraan umum, bersepeda motor merupakan pilihan mutlak bagi saya saat SMA. Kenyataannya saya belum mempunyai helm kala itu. Mentok helm yang saya punya adalah helm bawaan motor yang kebesaran dan jarang saya gunakan.

Dari situ, bapak saya menawari, “Le, mau beli helm, nggak? Kalau mau tak kasih uang atau biar bapak beliin sekalian mau service motor.” Pilihan jatuh pada “nitip bapak saya”. Pun terserah tanpa menyebutkan merek dan jenis yang ingin saya miliki. Meskipun nggak enak hati, saya yang sudah peka tren helm kala itu berekspektasi bapak saya bakal membelikan INK CX atau INK Centro, atau helm lain di harga yang setara.

Jeng jeng jeng, helm yang dinanti tiba, Bapak saya membelikan helm VOG Extream, pun dengan warna merah maroon yang persis dengan warna motor yang saya kendarai. Soal merek dan warna ini tentu di luar ekspektasi saya.

Harga murah di kisaran Rp200 ribuan, barangkali alasan paling realistis bapak saya memilihnya. Warna maroon, mungkin juga agar serasi dengan motor. Harga yang terpaut Rp100 ribuan dibanding helm yang digandrungi kala itu, setidaknya setara dengan harga second-nya, atau lebih mahal sedikit dari kw-kw-an INK kala itu.

Bicara soal kualitas di harga murah, standar ketangguhan helm ini seperti umumnya helm berstandar DOT. Ia punya ketahanan dan mampu menyerap benturan berkekuatan hingga 250G. Sedang benturan yang dapat mengakibatkan gegar otak sendiri berkekuatan sekitar 200G. Pun dengan busa yang standar di harganya.

Soal kaca atau visor sendiri bisa dibilang lumayan. Ya, kalau dibandingkan helm Rp300 ribuan yang itu, mungkin masih kurang jernih. Namun, itu kembali lagi pada perawatan si pengguna. Hal yang menjadikan masalah adalah soal kaca “jeglek” alias turun-turun sendiri. Ini memang sering jadi problem untuk helm di kisaran harga termurah. Helm milik saya juga mengalami problem ini. Meski seenggaknya ia butuh waktu lebih lama daripada helm bawaan motor, sih.

Salah satu yang mencolok dari helm VOG Extream ini adalah bagian belakangnya yang tampak lebih ceper. Dari sini teman saya sering menyebut helm saya sebagai helm kura-kura. Belum soal nama VOG yang mungkin asing bagi beberapa orang. Hinaan seperti “VOG you” plesetan dari “f*ck you” hingga disebut sebagai helm VOC pun sudah lumrah. Saking asingnya, beberapa malah menyebut kalau helm saya ini helm kw. Wah, ngadi-ngadi memang.

Menghadapi hinaan yang datang, saya sendiri menggunakan cara: memasangi helm saya ini dengan beragam stiker. Yah, seperti umum digunakan banyak orang untuk situasi-situasi mengatasi hinaan semacam itu. Walau tetap saja karena bentukan bagian belakang yang ceper, beberapa orang yang kadung mengenal helm ini tetap bisa menebak identitasnya.

Selain tahan banting, helm ini memang membuat mental si pemakai juga tahan banting. Ia membuat saya tak pernah pede untuk sekadar berfoto di tempat wisata dengan menenteng helm (yang merupakan tren berfoto saat saya SMA). Saya cuma bisa “nyawang”, sambil menyumbang like.

Namun, percayalah, helm VOG Extream ini merupakan salah satu helm paling awet. Ia boleh diadu dengan helm-helm yang lebih mahal lainnya. Bukan hanya awet secara materialnya, tapi karena dibekali anugerah sebagai helm anti maling.

Pernah, kala saya menonton sepak bola bareng teman saya, helm saya masih awet tercentel, sementara helm teman saya raib diambil maling helm. Padahal ketika itu keduanya sama-sama bisa dimaling. Selain itu, ketika berada di keramaian, saya tak perlu repot-repot menenteng helm ini. Lha wong auto aman, Bosque.

Kini, saya masih menggunakan helm ini di kala teman saya sudah gonta-ganti helm. Apalagi kalau bukan karena ia belum menarik mata maling.

BACA JUGA Helm Motor Terbaik Adalah Helm Bonus Hasil dari Beli Kendaraan dan tulisan Dicky Setyawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version