Indonesia beruntung memiliki sosok Taufik Hidayat. Kiprahnya di dunia bulu tangkis tidak perlu dipertanyakan lagi. Berbagai macam gelar, mulai dari kejuaraan-kejuaraan BWF, kejuaraan dunia dan Asia, medali emas Sea Games dan Asian Games, hingga medali emas Olimpiade, sudah pernah diraihnya. Bahkan, blio adalah pemain tunggal putra terakhir dari Indonesia yang berhasil meraih medali emas Olimpiade, tepatnya pada Olimpiade Athena 2004. Mungkin hanya gelar juara All England yang belum pernah diraih sepanjang kariernya.
Bahkan selepas pensiun sebagai pemain bulu tangkis, Taufik Hidayat masih saja berkecimpung di dunia bulu tangkis. Taufik mendirikan pusat pelatihan bulu tangkis bernama Taufik Hidayat Arena di Ciracas, Jakarta Timur. Tak hanya itu, dia juga sempat berada di kepengurusan PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia), meski pada akhirnya memutuskan untuk keluar dari PBSI. Atas prestasi dan dedikasinya di dunia bulu tangkis, tak heran, jika julukan “legenda” melekat pada diri Taufik Hidayat.
Akhir-akhir ini, Taufik Hidayat kembali menjadi perbincangan setelah melontarkan kritik yang cukup pedas kepada tunggal putra Indonesia. Taufik mengatakan bahwa tunggal putra Indonesia mengalami penurunan. Pernyataannya didasarkan pada nihilnya gelar turnamen Super 1000 di nomor tunggal putra Indonesia dalam satu tahun terakhir. Gelar terakhir tunggal putra Indonesia didapat oleh Jonathan Christie pada Swiss Open 2022, yang mana Swiss Open adalah turnamen yang berada di level Super 300.
Bahkan dalam ajang Indonesia Masters dan Indonesia Open pekan lalu, tunggal putra Indonesia bisa dikatakan gagal. Selain tidak ada gelar yang didapat oleh Anthony Ginting, Jonathan Christie, atau Shesar Hiren Rhustavito, pencapaian tunggal putra tertinggi dalam ajang Indonesia Masters dan Indonesia Open adalah babak semifinal yang diraih oleh Anthony Ginting.
Kalau melihat pencapaian tunggal putra Indonesia akhir-akhir ini, kritik atau nyinyiran dari Taufik Hidayat jelas sangat masuk akal. Maksudnya begini, Indonesia punya dua tunggal putra yang berada di 10 besar ranking dunia BWF. Anthony Ginting berada di ranking 6 sementara dan Jonathan Christie berada di ranking 8 sementara. Secara tidak langsung, dua pemain ini menjadi andalan Indonesia di sektor tunggal putra dalam meraih juara di berbagai ajang bergengsi BWF. Nyatanya, seperti yang sudah disebut di atas, gelar-gelar dari kejuaraan bergengsi BWF tidak kunjung merapat ke tunggal putra Indonesia.
Lantaran kritik Taufik ini, pelatih tunggal putra Indonesia, Irwansyah, pasang badan dan membela anak asuhnya. Bahkan, Irwansyah siap disalahkan atas minimnya prestasi tunggal putra Indonesia. Di luar pelaku bulutangkis, para fans bulu tangkis Indonesia malah marah, dan merasa risih dengan kritikan Taufik. Mereka (para fans bulu tangkis Indonesia) bahkan mengatakan, “Legenda itu harusnya mendukung, bukan mengkritik terus-menerus.”
Sebentar, deh, bukannya apa yang dilakukan Taufik Hidayat—entah mau disebut kritikan atau nyiyiran—adalah hal yang biasa di dunia olahraga? Bukannya dalam dunia olahraga, termasuk bulu tangkis, butuh orang-orang yang mengkritik seperti Taufik Hidayat? Apakah karena bulu tangkis Indonesia jadi olahraga paling berprestasi lantas tidak boleh ada kritik? Kalau kritik dari Taufik ini dianggap mengganggu, jangan-jangan bulu tangkis Indonesia ini sudah muncul benih-benih antikritik.
“Legenda itu harusnya mendukung, bukan mengkritik.” Tapi, bagaimana kalau ini adalah cara Taufik Hidayat mendukung bulutangkis Indonesia, terutama sektor tunggal putra? Ayolah, ini olahraga, bukan dunia K-Pop dan fandomnya yang seakan-akan tidak boleh ada kritik, dan ketika ada kritik langsung dihajar habis. Kritik dalam dunia olahraga (termasuk bulu tangkis), meskipun sudah banyak prestasi, tetap diperlukan, dan itulah peran yang mungkin ingin diambil oleh Taufik Hidayat.
Saya bukannya ingin membela mati-matian Taufik Hidayat. Saya sendiri kadang juga agak risih kalau blio ngomong berbusa-busa soal tunggal putra saat ini. Tapi, di sisi lain saya juga berharap bahwa dengan kritik dari Taufik Hidayat atau siapa pun, PBSI segera melakukan evaluasi di tim tunggal putra agar satu demi satu gelar juara bisa datang ke tunggal putra Indonesia. Dan saya cukup yakin, itulah yang diharapkan oleh Taufik Hidayat dari kritikan atau nyinyirannya selama ini.
Mendukung sesuatu itu tidak melulu dengan mengatakan hal-hal baik di telinga sembari mengelus lembut punggungnya. Ada kalanya dukungan itu diberikan dalam bentuk kritik, dan di situ lah Taufik Hidayat berdiri.
Suka atau tidak, kita tetap butuh sosok Taufik Hidayat dengan suara kritis dan nyinyirnya. Kalau risih dengan apa yang dilakukan oleh blio dan ingin membukamnya, mari kita bungkam dengan prestasi.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Alasan Nonton Bulu Tangkis di Indosiar Bukanlah Keputusan yang Tepat.