Stasiun Tambun Adalah Anomali: Tanpa Mesin Parkir, Akses Susah, Plus Tempat “Zombie” Turun

Stasiun Tambun Adalah Anomali: Tanpa Mesin Parkir, Akses Susah, Plus Tempat "Zombie" Turun

Stasiun Tambun Adalah Anomali: Tanpa Mesin Parkir, Akses Susah, Plus Tempat "Zombie" Turun (NFarras via Unsplash)

Saya bersyukur sekarang Stasiun Tambun sudah menjadi bagus dan layak. Sebetulnya, kalau dipikir-pikir agak lucu. Bentukan Stasiun Tambun yang sedang saya syukuri adalah sewajarnya bentuk stasiun KRL pada umumnya. Bentukan stasiun KRL yang begitu-begitu saja dan sejujurnya identik. 

Tapi, kalau untuk urusan Stasiun Tambun, perlu disyukuri. Pasalnya, saya sebagai warga Tambun menyaksikan sendiri perkembangan stasiun ini dari masa ke masa. Sedikit banyak, saya juga tahu apa yang terjadi. Dari yang jelek, mulai bagus, jelek lagi, sampai bagus lagi. Dari cinta sampai benci, sampai cinta lagi. 

Revitalisasi yang (waktu itu) nggak selesai-selesai

Selain saya sedikit banyak tahu tentang stasiunnya, saya juga sedikit banyak tahu cerita atau kabar burung di sekelilingnya. Selama itu masih berurusan dengan Tambun. Ya, namanya juga lahir besar di sini. Dan menyoal Stasiun Tambun, itu masih erat kaitannya dengan jalan underpass Tambun. 

Sebelum ada jalan underpass, tentunya dulu masih ada perlintasan kereta api di Tambun. Ruwetnya bukan main. Mungkin karena alasan itu, dibangunlah jalan underpass. Bersamaan dengan itu, Stasiun Tambun juga direvitalisasi. Mungkin rentang waktunya nggak bersamaan saya nggak terlalu ingat. Yang jelas, sekitar 2014 pembangunan jalan underpass dilaksanakan dan selesai di tahun 2017. 

Kalau kata internet, Stasiun Tambun mulai direvitalisasi sekitar tahun 2014. Saya cek di Google Street View, di tahun 2019 sudah berdiri kokoh bangunan stasiun “modern” yang berwarna biru dan identik itu. Sayangnya, sampai 18 November 2023, bangunan itu belum difungsikan. 

Selama masa pembangunan itu, penumpang KRL menggunakan jalur yang jujur saya membahayakan. Perlu jalan kaki menyebrang rel untuk ke peron sebelahnya. Sudah gitu, jalur arah Jakarta, peronnya masih pakai peron besi sementara. Sebetulnya, itu nggak masalah buat saya. Yang jadi masalah, peronnya nggak punya atap. Beberapa kali saya nunggu kereta, tapi sambil harus memayungi diri sendiri. 

Selain itu, sebelum bangunan barunya jadi, pintu stasiun jumlahnya cuma satu. Yang jadi masalah, jalan underpass itu selalu macet kalau pagi. Dan pada saat itu, satu-satunya jalan buat masuk ke stasiun harus lewat underpass. Jelas ini merugikan karena bisa buang waktu 5 sampai 10 menit sendiri cuma buat kena macet sebelum sampai stasiun. 

Parkir Stasiun Tambun tanpa mesin otomatis

Sejujurnya ini aneh. Tapi, saya sudah sampai di titik menormalisasi. Ada parkir motor yang letaknya di dalam stasiun, tapi nggak dikelola oleh KAI itu gimana ceritanya? Yang mengelola itu entah pengurus dari mana, tapi kita semua tahu gambaran tukang parkir di sekeliling kita yang kita benci itu seperti apa. 

Nggak ada palang otomatis, bilik kasir, atau apa pun yang bisa dibayangkan. Yang ada cuma satu pos kecil yang ditempati beberapa abang-abang. Sambil megang banyak lembaran recehan mereka duduk di sana sepanjang hari. Sesekali keliling ngecek parkiran. Kalau ada yang datang, dikasih karcis parkir yang entah sudah terpakai berapa ratus kali. Kalau ada keluar, ya dilayani seperti bayar parkir biasa.

Ini bukan masalah keamanan dan kenyamanan. Saya sih percaya dan kadang-kadang parkir di sana. Tapi, saya heran kok bisa-bisanya nggak ada parkir resmi di sebuah stasiun. Dan urusan harga, sejujurnya buat saya parkir seperti ini lebih menguntungkan karena harganya flat Rp7 ribu rupiah seharian, ketimbang parkir yang hitungannya per jam. Meski sebetulnya, masih banyak penitipan motor di luar stasiun yang harga titipnya cuma Rp5 ribu dalam satu hari. 

Pemberhentian massal pengguna KRL 

Singkat saja. Setelah Stasiun Tambun, dapat dipastikan seluruh rangkaian kereta langsung kosong melompong. Paling nggak, penumpang arah Cibitung dan seterusnya langsung dapat tempat duduk. Memang segitu padatnya. Di sinilah tempat zombie-zombie kereta itu turun di planetnya. 

Sebelum Stasiun Tambun, jangan harap kereta bisa kosong. Sering kali orang kena tipu. Sampai di Stasiun Bekasi, sebetulnya sudah lumayan banyak yang turun. Tapi, banyak juga yang naik lagi untuk sampai ke Tambun dan naik kereta tujuan akhir Stasiun Cikarang. 

Kira-kira begitulah stasiun Tambun yang penuh anomali. Saya sendiri suka kelelahan sama stasiun ini. Untungnya, jarak rumah saya ke Stasiun Cibitung itu sama persis dengan ke Stasiun Tambun. Jadinya, kadang saya berangkat naik kereta dari sana. Sesekali nyeleweng mah nggak masalah. Kita semua pasti tahu kok harus kembali ke mana.

Penulis: Muhammad Fariz Akbar
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Berjuang Bersama untuk Bisa Turun di Stasiun Bekasi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version