Ketika Sri Mulyani mengeluarkan statement bahwa beliau mengecam hobi pamer harta para pejabat, saat itu juga kepercayaan saya terhadap beliau—atau pejabat secara keseluruhan—menghilang. Statement “main aman” kayak gini bagi saya benar-benar aneh.
Pernyataan tersebut tak logis, terlebih keluar dari menteri yang sudah lama jadi anggota kabinet. Hobi pamer kekayaan pejabat ini sudah jadi rahasia umum. Mencari contohnya pun tak susah. Kalian bahkan tak perlu bantuan Google untuk ini. Terkuaknya harta orang tua si bajingan pelaku penganiayaan ini bahkan sebetulnya tak perlu direspons sebegitu hebohnya, karena ya memang selama ini kek gitu kenyataannya.
Kalau cuman statement, dan nggak ada tindak lanjut, ya bagi saya itu cuman usaha menyelamatkan muka. Memang sih bapaknya dipecat, tapi kan penyakitnya nggak cuman satu orang. Sejauh ini malah yang diulang-ulang cuman permintaan untuk tetap percaya terhadap Kemenkeu, lapor SPT, demi membangun Indonesia bersama-sama.
Mlz.
Males bayar pajak
Saya tak mendukung tindakan tak lapor pajak, tapi kalau ada orang yang jadi males lapor pajak karena buntut kasus ini, saya nggak bakal protes. Paham, sangat paham, dan (bagi saya) alasannya valid. Masuk akal jika orang jadi anti-pajak, lha wong duit mereka berakhir kayak gitu.
Terlalu banyak alasan orang Indonesia untuk tidak membayar pajak. Infrastruktur tak merata, jalan yang selalu rusak, kemudahan yang tak bisa diakses banyak orang, itu semua mereka rasakan secara nyata. Saya nggak tahu Sri Mulyani relate atau tidak, tapi sebagai orang yang sering bepergian antar-provinsi, saya melihat sendiri betapa remuk jalan yang ada. itu saja sudah bikin saya malas bayar pajak.
Lha ini ditambah atraksi keluarga orang-orang Direktoral Jenderal Pajak. Sama aja ini menyiram bensin ke kobaran api. Terus berharap orang-orang percaya Kemenkeu gitu? Yo apik angan-anganmu.
Sri Mulyani tahu
Saya yakin betul, Sri Mulyani itu tahu kalau orang-orang pajak banyak yang bergaya hidup mewah. Nggak mungkin lah nggak tahu, wong dari dulu masalahnya sama kok. makanya saya bilang aneh, 2023 masih aja ada orang heran dan mengecam pejabat pamer harta. Keliatan banget kemarin-kemarin itu nggak peduli sama isunya.
Atau kalau memang peduli, jangan-jangan pegawai yang nggak laporin kekayaannya dan bisa menimbun harta itu ngakalin jenengan, Bu Sri Mulyani. Nek aku sih, isin lurrr.
Ketimbang mengecam atau ambil sikap normatif, justru lebih baik mengakui kalau memang selama ini penyakit tersebut belum bisa diselesaikan. Membodohi rakyat dengan alasan kecolongan, saya pikir justru menunjukkan kalau memang selama ini tahu, tapi nggak ngapa-ngapain. Kok iso kecolongan kok pirang-pirang tahun? Hobi, Lur?
Susahnya jadi rakyat
Susah betul jadi rakyat Indonesia. Pejabatnya terlalu banyak yang kebanyakan akrobat. Penegakan hukumnya betul-betul meragukan. Tapi tiap protes, fell to the deaf ears alias nga digubris. Tiap menanyakan hak, diminta bersyukur. Kalau banyak orang bilang pada menyesal lahir di Indonesia, mereka nggak keliru.
Saya tak tahu, apakah kemarahan rakyat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pajak akan mereda. Kasus Gayus masih jadi sesuatu yang bikin mereka membenci pajak, ditambah kelakuan bapake Mario, saya nggak yakin kemarahan bisa mereda. Orang-orang bilang kalau rakyat Indo pelupa, hanya rame saat viral, tapi untuk hal ini, saya yakin betul mereka tak akan lupa.
Bu Sri Mulyani mungkin dalam beberapa waktu ke depan, akan berusaha keras untuk menaikkan citra Kemenkeu, agar pekerjanya yang gajinya gede-gede itu bisa tetep dipercaya rakyat. Dan semoga saja, beliau menemukan cara lain, yang sekiranya lebih elegan ketimbang hanya mengecam, seakan-akan dengan kecaman keadaan bisa berubah.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Serampangan Menaikkan Cukai Rokok Bukti Dangkalnya Rasionalitas Negara dan Sri Mulyani
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.