Fatwa Haram MUI Nggak Ngefek untuk Sound Horeg yang Tetap Berjalan Hingga Pasangkan Logo Halal, Bukti yang Keras Bukan Cuma Suara Horeg, tapi Juga Kepala Kebanyakan Manusia

Sound Horeg Jalan, Fatwa Haram Dilawan dengan Kemunafikan (Unsplash)

Sound Horeg Jalan, Fatwa Haram Dilawan dengan Kemunafikan (Unsplash)

Belakangan ini, seolah tak henti-hentinya, media dan netizen Indonesia sibuk menyoroti isu sound horeg. Sound horeg sendiri, sebetulnya merupakan istilah untuk menyebut sekumpulan sound system yang sengaja ditumpuk menjulang tinggi. 

Gunanya tentu untuk menciptakan suara yang menggelegar hingga membuat jantung berdebar. Biasanya, sound horeg dikemas dalam sebuah acara karnaval yang menampilkan banyak pertunjukkan. Sudah barang tentu bukan hanya menawarkan seonggok tumpukan sound semata. 

Fatwa haram

Yang jelas, saat ini, tren sound horeg tengah digandrungi masyarakat dan terus berkembang di daerah jawa, terutama bagian timur. Mulanya, pemandangan sound horeg hanya kita temukan di acara-acara besar seperti 17 agustusan. 

Tetapi hari ini, lain cerita. Tren mendatangkan atau mengundang sound horeg bukan lagi bersifat lokal-insidental, melainkan bahkan nyaris tampil di saban harinya. 

Seperti melakukan ekspansi, kini sound horeg terus merambat cepat. Dari desa satu ke desa lainnya, dari kota satu ke kota selanjutnya, dan seterusnya hingga ke jawa bagian tengah seperti Rembang dan Pati. 

Sebelumnya, yang terlihat dan menjadi sorotan media hanyalah serangkaian karnaval yang meresahkan sebagian masyarakat. Dalam banyak video yang tersebar, alih-alih menghibur, sound horeg justru menimbulkan banyak kerusakan. 

Tak hanya bangunan fisik saja yang runtuh atau rusak akibat getaran audio berdesibel tinggi. Kesehatan dan moralitas masyarakat pun ikut rusak dibuatnya. Maka tak dapat dimungkiri, jika MUI Jatim mengeluarkan fatwa No.1 tahun 2025 yang berisi tentang keharaman sound horeg. 

Sederet pertimbangan fatwa keharaman MUI Jatim untuk sound horeg

Sebenarnya, sebab keharaman sound horeg bukan datang dari objek (sound-nya). Sound system hanyalah benda mati untuk mengeluarkan suara keras. Keharaman tersebut datang dari gangguan dan kerusakan yang ditimbulkan. 

Sebagaimana yang dituturkan oleh pengusaha sound horeg, bahwa kerasnya suara di-setting hingga 135 db. Konon, kerasnya suara itu melebihi suara band metal Slipknot. Dan parahnya, suara itu disetel bukan di tanah lapang, melainkan di tengah perkampungan sempit. Maka tak heran jika banyak bangunan rumah ikut rusak sebab audio super keras yang menggetarkan.

Selain bangunan yang rusak, sudah barang tentu kesehatan (pendengaran) pun turut rusak. Tidak serta merta, tapi bertahap dan nyata. Di sisi lain, ketika mengeluarkan fatwa haram, MUI juga mempertimbangkan kesehatan moralitas masyarakat, khususnya anak muda. 

Pasalnya, dalam serangkaian karnaval tersebut, terdapat sebaris penari latar (wanita) yang mengiringi musik sambil berjoget dengan gaya erotis. Tak jarang juga disertai dengan minum-minum.

Sekalipun keharaman MUI ini tidak digubris oleh pegiat sound horeg, kegiatan ini tetap menyalahi aturan perundang-undangan tentang perizinan kerumunan, acara, dan juga penggunaan sound.

”Kami mau diatur, tapi tidak ingin dilarang”. Nafsu vs akal, siapa yang menang?

Begitulah kiranya tanggapan pengusaha sound horeg pada forum diskusi panas dalam kanal stasiun TV One. Dalam perdebatan tersebut, pihak pro yang diwakili oleh pengusaha sound horeg (David dan Gus Rafi’i) mengemukakan alasan, sanggahan, dan pendapatnya atas keputusan haram dari MUI yang dinilai tidak bijak dan solutif. Mereka juga merasa bahwa MUI terlalu gegabah memutuskan keharaman ini.

Salah satu keresahan pihak pro cenderung menitikberatkan pada kerugian yang dialami oleh banyak pihak. Keputusan haram ini dinilai menghambat roda perekonomian rakyat. Sebab ada banyak orang yang menggantungkan kehidupannya dari kegiatan ini. Seperti tukang parkir, pedagang, dan tentunya juga pengusaha sound itu sendiri. 

Hingga pada saat sesi tim pro menanggapi soal kesehatan yang lebih dulu dipaparkan oleh dokter ahli spesialis THT, David (pengusaha sound horeg) justru memberikan pertanyaan balik sebagai bentuk perlawanan. “Sejauh ini apakah ada orang yang tuli sebab sound horeg?”

Sudah diberi tahu, tapi tetap ngeyel. Apakah sifat dasar manusia?

Bicara sifat dasar manusia, mengingatkan saya pada pelajaran yang dulu pernah saya dapatkan saat duduk dibangku Aliyah (SMA). Dalam suatu kesempatan, kiai saya pernah menerangkan, bahwa manusia memiliki dorongan biologis atau naluri dasar. “Kabeh menungso ki ndue gawan bayi,” dawuhnya. Maka tugas manusia hanyalah bagaimana mengelola naluri itu.

Istilah yang beliau sebut sebagai “gawan bayi” atau bawaan lahir ini, mencakup sifat dasar manusia yang baik maupun yang buruk. Yang dalam ilmu psikologi teori Freud, diistilahkan dengan ID, sebagai sifat dasar yang buruk dan superego, sebagai sifat dasar manusia yang baik (moralitas).

Sifat dasar yang buruk atau ID ini, lebih familiar dengan sebutan hawa nafsu. Yang mana kita tahu bahwa nafsu adalah sesuatu yang identik dengan hal-hal yang kurang baik. Persoalan ini bertambah menjadi ruwet saat setan dengan janjinya pada Tuhan akan menggoda manusia agar menuruti hawa nafsunya hingga hari akhir. Sungguh job yang tak tanggung-tanggung.

Adapun sifat ngeyel, seperti yang ditunjukkan oleh David sound horeg dan oleh kebanyakan orang, adalah salah satu gawan ba. Jika tidak mampu ditaklukkan, sifat ngeyelan nya itu lebih mendominasi dibanding sifat patuhnya.

David sound horeg bukan satu-Satunya

Yang membuat heran geleng-geleng kepala bukan hanya kerasnya suara sound horeg, tapi juga kerasnya kepala kebanyakan manusia. Sudah tahu difatwakan haram, tapi masih tetap ngeyel dijalankan. 

Saya rasa dalam kasus ini bukan hanya sound horeg, kita bisa lihat pola ini di banyak hal lain, seperti korupsi, narkoba, zina, dan semacamnya. Semuanya dilarang, tapi tetap jalan. Agaknya memang, yang dibutuhkan manusia bukan hanya pengetahuan, tapi juga kesadaran. Dan kesadaran inilah yang oleh agama diistilahkan sebagai hidayah.

Disinilah kita bisa melihat sifat dasar (gawan bayi) manusia. Diberi pemahaman? Sudah. Dijelaskan? Sering. Diberi tahu? Tentu. Tapi mirisnya tetap ngeyel. Bukannya sibuk sadar dan berbenah diri, malah justru mencari celah alasan untuk menghalalkannya dengan segala cara. 

Jadi jangan heran kalau fatwa haram sound horeg justru dilawan dengan logo halal. Mungkin bukan karena mereka tidak tahu, tapi karena manusia sudah terlalu terbiasa memoles kesalahan menjadi seolah kebaikan demi sebuah kepentingan.

Penulis: Ifana Dewi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Penyesalan Orang Surabaya yang Tinggal di Malang, Ingin Hidup Tenang malah Dipaksa “Berdamai” dengan Sound Horeg

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version