Solo Memang Tidak Kalah dari Jakarta, Tidak Kalah Memprihatinkan

Solo Tidak Kalah dari Jakarta, Tidak Kalah Memprihatinkan Mojok.co

Solo Tidak Kalah dari Jakarta, Tidak Kalah Memprihatinkan (unsplash.com)

Solo seperti Jakarta bagi mereka yang tinggal di Jawa Tengah. Kota Liwet ini punya magnet bagi warga Boyolali, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten. Banyak dari mereka terpikat dengan banyaknya kesempatan di Solo hingga akhirnya merantau dan mengadu nasib di sana. Tidak heran, semakin hari Solo seperti kota-kota besar lain di Indonesia, lengkap dengan permasalahannya.  

Menurut laporan dari Solopos, Kota Solo masuk dalam daftar 10 besar kota terpadat di Indonesia. Kepadatan penduduk ini mengancam keseimbangan kota. Oleh karena itu Wali Kota dan pihak yang berwenang lain perlu menanggapi serius persoalan ini. 

Sebagai warga asli Solo, saya menyaksikan sendiri bagaimana kota mungil ini mulai dipadati oleh pendatang. Mereka merasa nyaman dan aman hingga akhirnya berdampak pada pertambahan penduduk yang signifikan setiap tahunnya. Sebenarnya, permasalahan kepadatan penduduk tidak hanya pada lahan bermukim saja. Warga asli dan pendatang juga harus bersaing dalam hal kesempatan kerja. Bukan tidak mungkin warga asli Solo justru tersingkir dari daerahnya sendiri, baik dari tempat tinggal maupun pekerjaan. Benar-benar semakin mirip Jakarta. 

Pemkot Solo tidak memberi perhatian serius

Saya merasa permasalahan kepadatan penduduk ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah kota. Pemkot justru terus melakukan pembangunan dan pengembangan destinasi wisata yang tidak mempertimbangkan tata kelola secara menyeluruh. Ujung-ujungnya, jalanan di Solo semakin macet dan menyebalkan. 

Mau salah satu contoh nyatanya? Tengok saja pembangunan Masjid Zayed. Masjid sebesar dan semegah itu tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Akibatnya, warga sekitar menggunakan halaman rumah mereka sebagai lahan parkir dengan tarif suka-suka mereka. Tidak terkendali. Pemerintah sempat kerepotan menertibkan masalah ini. Itu baru satu contoh, selain itu masih banyak pembangunan lain yang berdampak buruk bagi Solo. 

Saya bertanya-tanya, mungkinkah masalah kepadatan ini tidak mendapat perhatian karena warga dan pemkot terlalu terlena dengan capaian-capaian di 2023 ya? Tidak dipungkiri, Solo mendapat banyak sekali apresiasi tahun ini. Mulai dari Adipura Kategori Kota Besar dari Kementerian Lingkungan Hidup hingga Kehutanan hingga Kota Layak Anak (KLA) Kategori Utama dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Setidaknya ada enam penghargaan yang tercatat.

Akan tetapi, penghargaan-penghargaan itu tidak ada artinya apabila permasalahan kepadatan Solo tidak segera menemukan titik terang. Tolonglah pemerintah setempat segera menemukan solusi atas persoalan ini. Fokus dahulu terhadap pengelolaan pertumbuhan penduduk. Saya sebagai warga Solo merindukan kota yang nyaman untuk ditinggali. Saya tidak ingin kota ini berubah menjadi Jakarta yang menyebalkan

Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Ironi Kota Solo: Kotanya Nyaman untuk Ditinggali, tapi Biaya Hidupnya Begitu Tinggi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version