Sebagai alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya nggak pernah menyesal kuliah di sana. Saya pernah menuliskan hal ini beberapa waktu lalu di Terminal Mojok. Banyak alasan yang menjadi faktor saya tidak menyesal kuliah di sana. Mulai dari biaya semester murah, biaya hidup, sampai keilmuan di kampus tersebut yang sangat mumpuni.
Sebagai orang yang (insyaallah) adil dan objektif, saya juga akan menyertakan sisi gelap dari berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sisi gelap ini adalah apa yang saya rasakan lewat pengamatan dan pengalaman selama ngampus bertahun-tahun. Tulisan ini bukan bermaksud menjelek-jelekkan. Nyatanya, ini adalah bukti penerimaan saya terhadap kampus ini, juga untuk persiapan bagi yang ingin masuk ke sini.
#1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kampus Islam yang lingkungannya tidak terlalu Islami
Jika membayangkan masuk ke kampus ini berisi orang-orang saleh dan religius, siap-siap kecewa akan ekspektasi tersebut. Meski ada nama Islam di dalamnya, kampus ini nyatanya nggak se-Islami itu. Kehidupan di sini berjalan normal saja seperti kampus-kampus pada umumnya.
Bahkan, mahasiswanya ada yang sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari nggak salat, mabuk-mabukan, sampai perbuatan melanggar syariat lainnya. Alasannya? Karena agama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bukan diajarkan untuk diamalkan, melainkan sekadar sebagai wawasan saja. Jadi, kehidupan beragama kembali ke masing-masing individu.
Jadi, kalau kamu mau lingkungan yang tetap Islami saat masuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya sarankan sambil mondok saja. Banyak pesantren kok di sekitar kampus.
#2 Sering ribut perkara politik kampus
Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pengaruh organisasi eksternal sangat mendominasi. Apalagi di masa-masa PEMIRA (Pemilihan Umum Raya) pada akhir tahun. Pemilihan eksekutif mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta seakan-akan harga mati yang harus dibela habis-habisan, bahkan adu jotos dilakukan jika perlu.
Sudah berapa kali keributan terjadi karena hal ini. Saya paling nggak sreg, karena rasanya jadi selalu waswas, apalagi dengan teman yang kebetulan beda organisasi eksternal. Padahal, harusnya jadi proses belajar, tapi malah jadi tempat buat ribut-ribut nggak penting. Nggak dipakai buat masa depan. Asli.
Baca halaman selanjutnya
Kriminalitas tinggi dan fasilitas bikin keki




















