Begitu juga dengan Uncle Muthu. Meskipun sering dianggap anggota trio bapak-bapak Kampung Durian Runtuh bersama Uncle Ah Tong dan Tok Dalang, nyatanya dia jarang bergaul dengan dua kawannya itu. Saat Uncle Ah Tong dan Tok Dalang nyangkruk di kedainya, Uncle Muthu jarang nimbrung. Dia malah menyibukkan diri di gerobaknya padahal nggak ada pembeli.
Adapun Jarjit, meskipun ia sering bergaul dengan Upin Ipin dan kawan-kawan, dia justru hadir sebagai tokoh yang “nggak nyambungan”. Misalnya, di awal episode “Gong Xi Fa Cai”, ketika yang lain main sepak kenchi, eh tiba-tiba Jarjit memukul bolanya dengan raket badminton. Kan nggak jelas banget ya, sampai akhirnya dia kena omel Ehsan.
Setelah saya baca-baca, ternyata kehadiran etnis India di Malaysia itu memiliki sejarah yang sedikit kelam. Mereka didatangkan oleh bangsa kolonial Inggris untuk dipekerjakan di Malaysia. Saat ini, etnis Tamil mendominasi masyarakat India di Malaysia. Sedangkan pada masa kolonial, pribumi, yakni etnis Melayu, merasa terkucilkan. Barangkali ini yang menjadikan mengapa etnis India di Kampung Durian Runtuh dihadirkan agak “berbeda” dengan etnis Melayu, bahkan Tionghoa.
Nggak adanya pendidikan multikulturalisme di Tadika Mesra
Sisi gelap terakhir dari keberagaman yang ada di Kampung Durian Runtuh adalah nggak adanya pendidikan multikulturalisme di TK Tadika Mesra. Sejak era Cikgu Jasmin hingga Cikgu Melati mengajar—bahkan sesekali Cikgu Besar turut mengajar—saya nggak pernah tuh melihat ada pengajaran tentang toleransi, hidup berdampingan dalam keberagaman, menghormati setiap perayaan agama lain, dan semacamnya.
Lantaran nggak ada pendidikan multikulturalisme itu, anak-anak jadi kurang menghormati identitas temannya yang berbeda. Misalnya saja dalam episode “Bulan Hantu”, Upin dan Ipin hampir saja memakan buah-buahan sesembahan pada hantu yang diletakkan di pinggir jalan atau di depan rumah. Untung saja Mei-Mei langsung ngomelin Upin Ipin atas tindakan mereka yang nggak menghormati kepercayaan orang Tionghoa.
Selaku penonton, saya dan kalian mungkin nggak menyadari adegan itu dan hanya melihatnya sebagai bentuk kekanak-kanakan. Padahal kalau mau dicermati, hal tersebut adalah bentuk sisi gelap dari keberagaman yang ada di masyarakat Kampung Durian Runtuh. Iya, masyarakat di sana saling bergaul, namun dalam beberapa kasus terdapat sikap-sikap intoleran antarperbedaan.
Dari sini kita dapat melihat bahwa di tengah tawa anak-anak Kampung Durian Runtuh, di tengah kepemimpinan otoriter Tok Dalang yang tak pernah lengser, di tengah hiruk pikuk perayaan agama, kehidupan keberagaman masyarakat Kampung Durian Runtuh memiliki sisi kelam. Bahkan cukup problematis yang justru ditonton oleh generasi muda kita.
Penulis: Mohammad Maulana Iqbal
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Orang Paling Berpengaruh di Kampung Durian Runtuh Upin dan Ipin.