Sinetron dan Reality Show Settingan Adalah Penyelamat Televisi

Sinetron dan Reality Show Settingan Adalah Penyelamat Televisi terminal mojok.co

Sinetron dan Reality Show Settingan Adalah Penyelamat Televisi terminal mojok.co

Pada suatu masa, televisi amat saya cintai, namun cinta tak harus memiliki. Saat saya tak punya televisi, Minggu terasa kelabu. Saat itu, televisi tetangga adalah penyelamat, televisi punya teman yang sudah berwarna dan sekaligus punya DVD player. Namun seiring berjalanya waktu, hampir tiap rumah di desa saya, punya televisi bahkan lengkap dengan DVD dan alat untuk karaoke. Kini, televisi di rumah sudah tak sebeken dulu. Selain karena zaman berubah, acara settingan yang menghiasinya juga sedikit banyak berpengaruh.

Walau televisi tetap digunakan, tapi penggunaanya sudah tidak sepenuhnya untuk nonton acara milik stasiun televisi. Nonton YouTube, acara streaming berbayar, sampai gim online, semua bisa dilakukan di televisi kekinian. Harus diakui, stasiun televisi juga sedang bertahan hidup dan beradaptasi. Sebut saja Net TV, banyak acaranya yang harus bungkus. Menurut saya, acara-acara Net TV yang bungkus sangat bagus, jauh lebih bagus dari kebanyakan acara stasiun TV yang lain.

Namun, coba lihat acara yang masih bertengger di televisi sampai hari ini, ya yang gitu itu, Anda mengerti lah. Tapi, saya tak setuju, jika dibilang acara itu buruk dan tak mendidik. Yang saya yakini, tinggal gimana kita melihat sisi positif dan yang baik-baik dari sesuatu yang selalu dicap “gitu deh”. Tak suka ya tak perlu nonton, gampang to?

Mari kita bicarakan perihal sinetron dan reality show yang nggak real-real banget itu. Banyak acara seperti itu yang tetap bisa bertahan sampai bertahun-tahun. Tentu rating-nya bagus, setinggi Puncak Himalaya. Acara yang bungkus ya karena rating buruk, tak banyak yang nonton. Nyatanya, acara yang penuh sensasi, keanehan, settingan, selalu disukai. Banyak yang suka acara kayak begitu, tentu karena memang menghibur untuk penikmatnya.

Jika kita lihat lebih dekat, acara yang bungkus itu juga menghibur kok. Sayangnya banyak dari kita yang nonton lewat YouTube, alhasil ratingnya buruk. Tapi, ya gimana, memang untuk saya, lebih mudah nonton lewat YouTube. Tak setiap hari juga saya di rumah sambil mantengin televisi.

Maka dari itu, pernyataan bahwa acara settingan dan aneh itu tak ada manfaat, salah kaprah. Bisa saya bilang, itulah yang namanya ilmu “mau tak mau”. Mau bikin acara yang nggak wagu, kalian nontonnya malah di YouTube, rating jadi rendah dan akhirnya bungkus. Menurut survei, kaum penikmat televisi yang sebenar-benarnya didominasi masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi dibanding masyarakat ekonomi kelas atas. Entah bagaimana ceritanya, mereka bisa suka acara semacam itu.

Rating sendiri, adalah pembunuh kreativitas dunia pertelevisian. Sudah banyak acara bagus yang bungkus karena dijegal rating. Yah, daripada rugi dan nggak ada iklan masuk, lebih baik bikin acara yang penuh kontroversi, settingan, julid, wagu, sebab dengan begitu mereka bisa bertahan dan terus hidup. Kiranya, itu juga salah kita. Coba, kita bisa dan mau nonton di televisi, acara yang bagus-bagus itu tetap akan bertahan. Jujur saja, selain kartun, hanya Tonight Show yang masih saya tonton. Walau sempat berhenti tayang, Tonight Show pada akhirnya muncul lagi.

Melelahkan memang, sebab mau tak mau, formula yang sama akhirnya digunakan terus menerus. Baik untuk sinetron ataupun reality show. Bahkan, acara saduran YouTube pun banyak yang muncul di televisi. Kebanyakan yang dipinjam tv adalah acara vlog nggak penting dan prank tipis-tipis berhadiah. 

Saya berani memprediksi, bahwa ke depan, acara-acara begituan akan terus ada dan makin ganas. Menonton televisi adalah hak setiap orang, membuat acara seperti apa pun, adalah hak yang punya stasiun televisi. Penonton perlu hiburan, stasiun televisi perlu duit, sama-sama untung. Masalah selera tak bisa dipaksa, yang suka Nadine Amizah, yang suka Jihan Audy, semua tinggal menikmati sendiri-sendiri, bebas. Hanya saja, pertelevisian Indonesia kurang berkembang dan cenderung nggak kreatif, gitu terus. Pokoknya gitu, deh, sampai seribu tahun lagi.

BACA JUGA Kebodohan Acara Televisi Indonesia Memang Sudah Semestinya Dirayakan dan tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version