Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Makrab Prodi Itu Sudah Usang dan Harus Diganti dengan Formula Lain yang Lebih Segar dan Berguna

Sayyid Muhamad oleh Sayyid Muhamad
8 September 2025
A A
Makrab Prodi Itu Sudah Usang dan Harus Diganti dengan Formula Lain yang Lebih Segar dan Berguna

Makrab Prodi Itu Sudah Usang dan Harus Diganti dengan Formula Lain yang Lebih Segar dan Berguna

Share on FacebookShare on Twitter

Sepertinya hampir semua orang yang mengenyam bangku kuliah pernah mengalami makrab prodi. Kumpul semalam suntuk, kenalan formal yang terasa dipaksakan, lalu agenda permainan yang itu-itu lagi. Katanya biar akrab, padahal yang terjadi sering kali cuma mengingat nama sebentar lalu lupa keesokan harinya.

Makrab prodi selalu hadir serupa ritual tahunan. Panitia sibuk urus konsumsi, peserta sibuk cari alasan buat absen, dosen kadang datang sebentar lalu pamit. Kalau dihitung-hitung, energi yang keluar jauh lebih besar daripada hasil keakraban yang didapat.

Bukan berarti makrab tidak ada gunanya. Ada nilai sosial yang bisa dipetik, ada momen kebersamaan yang tercipta. Hanya saja, format yang dipakai sudah terlalu lama tidak diperbarui. Jadi wajar kalau muncul pertanyaan: apakah makrab prodi masih relevan di hari ini, atau sudah saatnya kita cari formula baru yang lebih segar?

Coba kasih saya argumentasi yang rasional, kenapa harus ikut makrab

Kalau alasannya hanya untuk menjaring relasi, rasanya kurang tepat kalau makrab dijadikan satu-satunya jalan. Relasi itu tumbuh dari sifat adaptif kita secara personal, bukan dari agenda semalam yang penuh formalitas dan permainan. Kalau orangnya memang gampang akrab, tanpa makrab pun tetap bisa nyambung. Sebaliknya, kalau dasarnya introvert garis keras, seberapa sering ikut makrab pun belum tentu jadi lebih terbuka.

Lalu kalau alasannya untuk membangun rasa kekeluargaan, saya agak ragu. Kekeluargaan itu biasanya lahir dari interaksi sehari-hari. Misal, kerja kelompok, nongkrong bareng selepas kelas, atau sebatas saling pinjam catatan. Kekeluargaan yang dipaksakan dalam dua hari satu malam malah sering terasa memberatkan.

Ada juga yang bilang makrab penting buat mengenal dosen dan struktur organisasi prodi. Bagian ini sejujurnya bisa diselesaikan dalam forum resmi atau sekadar briefing singkat. Tidak harus lewat acara penuh gimmick yang menguras waktu dan tenaga. Jadi kalau setiap alasan coba dirasionalkan, selalu ada jawaban tandingan yang membuat makrab tampak tidak begitu mendesak.

Atau jangan-jangan, ini akal-akalan kating untuk memastikan ada acara yang bikin mereka tampil lebih senior. Kadang terasa seperti ajang unjuk gigi. Siapa yang paling lantang memberi sambutan, siapa yang paling ditakuti saat membagi hukuman permainan, dan siapa yang paling dihormati hanya karena duduk di kursi depan. Kalau begitu, yang sebenarnya dibangun bukan keakraban, tapi hierarki.

Bisa juga makrab sebenarnya wadah latihan jadi panitia. Mahasiswa baru dijadikan objek percobaan, mahasiswa lama jadi pelatihnya. Apakah ini buruk? Tidak juga, tapi lucu kalau dibungkus dengan embel-embel “membangun keluarga besar prodi”. Seolah-olah tanpa makrab, prodi akan tercerai-berai. Padahal faktanya, besok-besok semua kembali sibuk dengan kelas dan deadline.

Baca Juga:

Omongan Senior di Makrab Adalah Hal yang Paling Menyebalkan dan Sia-sia

Macam-macam Alasan Rela Jadi Panitia Makrab HMJ

Kalau sudah begini, sulit menahan rasa ingin bertanya, makrab ini untuk mahasiswa, atau untuk menjaga tradisi panitia agar punya proyek tahunan? Kalau jawabannya yang kedua, mungkin wajar kalau banyak mahasiswa merasa hadir atau tidaknya mereka tidak membawa dampak apa-apa.

Kenapa makrab terasa usang?

Entah hanya di kampus saya dan penuturan beberapa teman dari kampus lain atau memang seringnya begitu. Makrab itu isinya cuma perkenalan yang bikin canggung, permainan standar yang bisa ditebak sejak awal, ajang cari muka kating, dan renungan malam yang harus bikin nahan tawa. Besoknya, semua kembali ke rutinitas, seolah keakraban yang digadang-gadang tidak pernah benar-benar terbentuk.

Format acara juga terasa seperti copy-paste turun-temurun. Panitia hanya mengganti angkatan, bukan konsep. Akhirnya, makrab jadi agenda tahunan jauh dari “benar-benar memberi manfaat baru”. Wajarkan? kalau ada mahasiswa yang mulai mempertanyakan relevansinya. Apakah makrab memang masih penting, atau hanya jadi ajang seremonial yang makin lama makin terasa basi?

Lebih seru lagi kalau dengar alasan klise panitia. Katanya, makrab itu kesempatan emas buat membangun kekeluargaan. Padahal, yang sering terjadi justru sebaliknya: anak-anak yang sudah punya geng makin nempel ke gengnya, yang pendiam makin merasa asing, dan yang aktif kebagian panggung paling depan. Kekeluargaan model apa kalau yang tercipta justru sekat-sekat baru?

Belum lagi “ritual” senioritas yang kadang diselipkan. Ada sesi pengenalan yang nada bicaranya mirip proklamasi sampai hukuman konyol yang katanya untuk melatih kekompakan. Yang aneh, semua itu dikemas dengan label “kebersamaan”. Kalau begitu, jangan heran kalau banyak peserta pulang dengan rasa jengah.

Kalau ditarik garis besar, makrab lebih sering jadi kewajiban ketimbang kebutuhan. Mahasiswa datang karena takut dianggap tidak kompak, panitia sibuk karena merasa terikat tradisi, dan dosen mendukung karena ini dianggap program standar. Lingkaran ini terus berulang, tanpa ada evaluasi serius apakah makrab betul-betul memberi dampak atau cuma jadi rutinitas tahunan yang makin hambar.

Efek instan dari makrab

Kalau ditanya apa hasil dari makrab, jawabannya sering berkisar pada “jadi kenal banyak teman” atau “jadi punya momen seru bareng angkatan”. Kedengarannya manis banget kan? Tapi efeknya sering tidak bertahan lama. Nama-nama yang dihafalkan saat perkenalan bisa hilang dari ingatan hanya dalam hitungan minggu. Momen seru pun cepat tenggelam di antara tumpukan tugas dan kesibukan kuliah.

Makrab menciptakan kedekatan yang instan, semacam fast food sosial. Rasanya enak sesaat, kenyangnya cepat hilang. Relasi yang benar-benar kuat lahir dari interaksi yang berulang, bukan dari dua hari satu malam yang penuh formalitas.

Kalau disebut makrab memberi motivasi dan semangat baru, itu juga patut diragukan. Motivasi yang dibangun lewat orasi atau renungan massal sering tidak punya akar. Begitu kuliah mulai padat, motivasi itu lenyap begitu saja. Jadi kalau ditimbang, hasil instan yang ditawarkan makrab tidak cukup kokoh untuk dijadikan alasan wajib hadir.

Ada juga yang nyeletuk kalau makrab bisa jadi ajang cari jodoh. Ah, alasan konyol macam apa itu. Kalau memang mau cari pasangan, ruang lingkupnya jelas lebih luas daripada satu acara prodi yang cuma dua hari satu malam. Lagi pula, hubungan sehat masa lahir dari permainan karet gelang atau renungan tengah malam? Jadi kalau jodoh dijadikan dalih, itu sudah kelewat jauh.

Kenapa tradisi ini susah dihilangkan?

Ya karena mental imitasi jawabannya. Dari dulu acaranya begitu, maka generasi berikutnya tinggal menyalin. Tidak ada yang benar-benar berani tanya: “Apakah makrab masih relevan?” Semua sibuk menjalankan template yang sudah diwariskan.

Selain itu, makrab jadi semacam legitimasi panitia angkatan. Kalau tidak ada makrab, mereka bingung mau bikin acara apa. Jadi lebih aman jalankan tradisi daripada cari terobosan. Apalagi kalau dosen atau pihak prodi sudah menganggap makrab sebagai agenda resmi.

Faktor lain adalah rasa takut mahasiswa baru. Banyak yang merasa wajib hadir supaya tidak dicap antisosial atau tidak kompak. Padahal, keakraban itu tidak lahir dari absensi sebuah acara. Jadi makrab bertahan hanya karena rasa aman yang ditawarkan: aman buat panitia, aman buat prodi, aman buat peserta yang takut beda sendiri.

Alternatif formula baru

Kalau makrab sudah terasa usang, berarti yang perlu kita lakukan bukan hanya mengeluh, tapi memikirkan formula baru. Pertanyaannya sederhana, apa sebenarnya yang dibutuhkan mahasiswa baru? Apakah sekadar perkenalan formal semalam suntuk? Jelas tidak. Mahasiswa baru butuh ruang interaksi yang alami, kesempatan kolaborasi yang nyata, serta forum yang benar-benar membangun rasa kebersamaan, bukan hanya jargon.

Salah satu alternatif adalah membuat kegiatan kecil tapi rutin. Misalnya, prodi bisa bikin forum “ngopi bareng” setiap bulan. Acaranya sederhana saja. Cuma ngobrol ringan soal pengalaman kuliah, saling berbagi tips, atau sebatas curhat akademik. Konsep seperti ini lebih organik, karena pertemuan tidak sekali habis, melainkan berulang sehingga ikatan yang tercipta jauh lebih kuat. Tidak ada renungan yang dipaksakan, tidak ada permainan basi. Yang ada hanyalah interaksi apa adanya yang bisa berjalan alami.

Alternatif lain adalah proyek kolaboratif. Misalnya, angkatan baru bersama senior mengerjakan kegiatan sosial, bikin acara kecil di kampus, atau membuat konten kreatif bersama. Dalam kegiatan seperti itu, relasi tumbuh karena semua orang punya tujuan bersama. Ketika satu kelompok bekerja keras menyelesaikan sesuatu, rasa kebersamaan muncul dengan sendirinya. Hasilnya juga lebih nyata daripada sekadar foto bareng di acara makrab.

Kalau prodi ingin tetap ada agenda formal, sebenarnya bisa dirancang dalam bentuk workshop. Contoh: pelatihan kepanitiaan, kelas kepemimpinan, atau seminar ringan dengan alumni. Mahasiswa baru tetap mendapatkan pengenalan terhadap prodi, tapi dalam format yang relevan dan aplikatif. Bandingkan dengan makrab yang sering lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal seremonial. Workshop memberi manfaat praktis yang bisa dipakai langsung dalam perjalanan kuliah.

Kenapa tidak mencoba model yang lebih segar?

Ruang interaksi juga bisa dipindahkan ke keseharian, bukan hanya ke acara tahunan. Grup belajar atau komunitas diskusi sudah cukup jadi tempat lahirnya keakraban. Dengan begitu, mahasiswa baru tidak merasa dibebani acara formal. Mereka justru mendapat kebebasan untuk membangun relasi sesuai gaya masing-masing.

Kalau memang masih ingin ada acara “besar” untuk mempererat, kenapa tidak mencoba model yang lebih segar? Misalnya, kegiatan lintas prodi, turnamen olahraga kecil, atau acara showcase bakat mahasiswa. Kegiatan semacam ini lebih menarik, memberi ruang ekspresi, dan jauh lebih relevan dengan kebutuhan anak muda hari ini. Tidak ada yang salah dengan tradisi, asal tradisi itu mau disesuaikan.

Makrab isinya dari dulu ya itu-itu saja. Kalau dibilang acara besar, ya besar di rundown, kecil di manfaat. Jadi pertanyaannya sederhana. Kita mau terus jalankan acara ini tiap tahun tanpa evaluasi, atau mulai mikir bikin konsep lain yang lebih masuk akal? Kalau katanya makrab itu penting, penting buat siapa sebenarnya? Mahasiswa baru, prodi, atau cuma panitia yang butuh kerjaan?

Penulis: Sayyid Muhamad
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Omongan Senior di Makrab Adalah Hal yang Paling Menyebalkan dan Sia-sia

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 8 September 2025 oleh

Tags: makrabmakrab mahasiswasenioritas mahasiswaworkshop
Sayyid Muhamad

Sayyid Muhamad

Santri penuh waktu, mahasiswa separuh waktu, insyaallah warga negara Indonesia seumur hidup.

ArtikelTerkait

Omongan Senior di Makrab Adalah Hal yang Paling Menyebalkan dan Sia-sia terminal mojok

Omongan Senior di Makrab Adalah Hal yang Paling Menyebalkan dan Sia-sia

11 Agustus 2021
jabatan panitia panitia makrab

Macam-macam Alasan Rela Jadi Panitia Makrab HMJ

8 Mei 2020
jabatan panitia panitia makrab

Jabatan Panitia Makrab HMJ yang Aslinya Nggak Penting-penting Banget

3 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.