Seminar Proposal Adalah Forum Ilmiah, Bukan Pesta Ulang Tahun

Seminar Proposal Adalah Forum Ilmiah, Bukan Pesta Ulang Tahun terminal mojok.co

Martin Suryajaya, filsuf akhir zaman yang sangat saya idolakan, memposting sebuah foto di Instagram pribadinya. Isinya adalah undangan uji publik tesis S-2nya di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara.

Bung Martin juga membagikan link agar masyarakat yang ingin datang dapat menyaksikan sekaligus mencecarnya. Ini adalah ajakan yang wajar karena uji publik tersebut adalah forum ilmiah. Ia adalah tempat di mana orang saling beradu argumen dan saling mendebat satu sama lain.

Dengan ajakan ini, Martin Suryajaya membuat ruang-ruang pendidikan formal menjadi lebih inklusif. Ini membuat siapa saja yang mampu berpikir dapat berkumpul dan menyuarakan pendapatnya. Apa yang dilakukan oleh Bung Martin tersebut patut kita apresiasi dan teladani. Pasalnya, memang seperti itu idealnya seorang mahasiswa yang katanya intelektuil tersebut.

Namun, selama ini, di institusi pendidikan saya, mahasiswa yang akan melangsungkan seminar proposalnya justru jauh dari apa yang saya anggap seharusnya. Ada beberapa alasan mengapa saya menyebut demikian.

#1 Mereka cuma mengundang teman dekat

Iya, saya tahu itu hak mereka untuk mengundang siapa yang mereka inginkan. Namun, ini kan seminar proposal, ya? Ini kegiatan akademik yang sifatnya ilmiah. Ini adalah tempat untuk diseminasi pemikiran, bukan sebuah pesta ulang tahun.

Selain itu, dalam komunitas ilmiah, publikasi harus disebar seluas-luasnya kepada masyarakat. Dalam konteks sempro, undangan harus disebar seluas-luasnya. Oleh karena itu, mereka yang sempro dan hanya mengundang teman dekatnya, sah jika saya sebut sedang mengadakan pesta ulang tahun.

Semakin menyebalkan dan ini sudah jadi rahasia umum kalau teman-teman dekat dari mahasiswa yang sempro ini “di-briefing” dulu sebelum sempro dimulai. Briefing ini biasanya isinya pertanyaan yang dikasih sama orang yang mau sempro. Tujuannya jelas, biar forum terlihat ramai. 

#2 Boleh ikut, tapi jangan coba-coba buat tanya

Alasan kedua ini menurut saya aneh. Saya jadi curiga, apa mereka ini nggak tahu soal tujuan dari seminar proposal? Kalau nggak tahu, izinkan saya memberi tahu (bukan bermaksud sok tahu lho, ya!) Setahu saya, seminar proposal itu dibuat agar skripsi kalian menjadi lebih baik karena masukan, kritik, ataupun saran dari para peserta seminar.

Jadi, seharusnya mereka yang sempro akan bersyukur apabila mendapatkan pertanyaan dari peserta lain. Lagian, ini kan cuma pertanyaan, bukan kritik atau saran. Harusnya kalau emang proposal skripsinya dikerjain sendiri kan bisa jawab di luar kepala. Harusnya, sih.

Biasanya, mahasiswa semacam ini bakal bagi link sempronya mepet banget. Saya pernah dapet link sempro jam 8 pagi lebih 5 menit, padahal sempronya mulai jam 8 pagi. Kan, aneh, ya? Kita yang pengin nyimak jadi nggak ada waktu untuk baca proposalnya. Padahal, untuk bertanya kita juga butuh waktu buat mencerna terlebih dahulu.

#3 Narsis dulu, flexing kemudian

Alasan ketiga ini nyambung sama alasan pertama. Di sini, orang-orang yang habis seminar proposal pasti Instagram story-nya bakal dipenuhi sama banyak ucapan selamat. Flexing dulu, lah, ya.

Nggak ada yang salah, tapi yang bikin saya ilfeel adalah foto mereka yang sok-sokan bawa printout proposalnya. Padahal, judul proposalnya nggak kelihatan. Maksud saya, ya buat apa itu print-outnya dibawa, Malihhh?

Jadi, tolonglah hal-hal begini nggak perlu ada lagi. Yuk, bareng-bareng kita bikin seminar proposal betul-betul jadi  forum ilmiah, bukan sekadar kayak pesta ulang tahun yang penuh hura-hura.

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version