Dalam tulisan yang berjudul “Semarang Boleh Lebih Superior Ketimbang Cikarang, tapi Masih Kalah Jauh Dibandingkan Surabaya”, Mbak Tiara Uci mengatakan bahwa saya menilai transportasi publik Surabaya tak lebih baik dari Semarang. Padahal, faktanya Surabaya berhasil meraih penghargaan wahana tata negara sebanyak tiga kali.
Sayangnya, parameter transportasi publik menurut saya (pada tulisan yang dibahas Mbak Tiara Uci) bukan soal penghargaan itu. Saya membahas soal BRT (Bus Raya Terpadu). Biar lebih fair, saya akan menjabarkan beberapa alasannya.
Daftar Isi
Pemkot Semarang menggelontorkan dana lebih banyak ketimbang Surabaya
Pemkot Semarang sangat serius mengurus BRT-nya. Setidaknya lebih serius ketimbang Surabaya. Terlihat dari banyaknya dana yang digelontorkan Pemkot untuk mengoperasikan BRT.
Sejak tahun lalu, Pemkot mengeluarkan lebih dari Rp200 miliar guna menjalankan BRT. Jumlah itu jauh di atas Pemkot Surabaya, yang hanya mengeluarkan dana Rp70 miliar dari APBD-nya untuk Suroboyo Bus.
Pemkot bisa mengeluarkan dana yang lebih banyak bukan berarti APBD-nya lebih besar. Faktanya, APBD Kota Semarang cuma Rp5 triliun saja. Sementara APBD Surabaya sekitar Rp11 triliun. Tapi, kemauan Pemkot Semarang jauh lebih tinggi untuk mengurus BRT-nya.
Trans Semarang jadi percontohan BRT di Indonesia
Sudah hampir empat tahun lalu, Trans Semarang ditunjuk menjadi percontohan dalam pengembangan BRT di Indonesia. Penunjukan ini dilakukan langsung oleh Kementerian Perhubungan. Ditandai dengan MoU Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Pilot Project Sustainable Urban Transport Programme Indonesia (Sutri Nama) dan Indonesia Bus Rapid Transit Corridor Development Project (Indobus) dengan lima pemerintah daerah di Indonesia.
BRT kami diklaim sebagai salah satu BRT paling sukses di Indonesia. Dapat dilihat dari jumlah pengguna yang cukup banyak. Ditambah berbagai layanan digital yang mendukung.
Ada Kartu BRT Braille
Di Indonesia, fasilitas penyandang disabilitas masih belum diperhatikan secara serius. Nggak seperti di negara-negara maju benua biru. Akan tetapi, upaya-upaya memperbaikinya masih terus diusahakan.
Salah satu bentuk upaya untuk memfasilitasi penyandang disabilitas hadir di kota lumpia. Tahun lalu, Pemkot meluncurkan kartu BRT Braille. Setelah sebelumnya penyandang disabilitas diberikan tarif khusus (hanya Rp1.000) untuk naik Trans Semarang. Kabarnya kartu BRT Braille ini yang pertama di Indonesia.
Jumlah rute lebih banyak daripada Suroboyo Trans
Uang banyak yang dikeluarkan oleh Pemkot Semarang untuk BRT nggak sia-sia. Bukan hanya untuk gaya-gayaan doang. Apalagi jadi gimmick politik. BRT kami dirasakan betul kehadirannya oleh masyarakat yang tinggal di ibu kota Jawa Tengah tersebut.
Total ada 16 rute yang memudahkan kehidupan kami. Yang terdiri dari sembilan rute utama dan tujuh rute feeder. Sedangkan Suroboyo Trans hanya ada tujuh rute saja, di luar Teman Bus yang merupakan program pemerintah pusat. Yang terdiri dari dua rute utama dan lima rute feeder.
Jumlah armada jauh lebih banyak
Dengan jumlah rute yang banyak, otomatis Trans Semarang butuh armada yang banyak pula. Kami memiliki 235 armada. Sementara Suroboyo Bus yang memiliki rute lebih sedikit pasti armadanya juga lebih sedikit juga. Suroboyo Bus hanya memiliki 80 armada saja. Gap-nya lumayan jauh ya.
Begitu sekiranya latar belakang pendapat saya hingga berani menyatakan bahwa Semarang lebih unggul daripada Surabaya soal BRT. Meskipun, perlu diakui juga, dalam beberapa hal lain Surabaya telah “mengasapi” Semarang. Namun, kalau soal BRT, Semarang lebih baik dari Surabaya, tidak bisa tidak.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Surabaya dan Semarang Memang Superior, Apalagi di Depan Malang yang Kayak Remahan Peyek