Bawang putih merupakan salah satu komoditas penting dalam subsektor hortikultura yang memiliki banyak manfaat sebagai penyedap rasa dalam masakan dan sebagai bahan obat-obatan. Ketersediaan komoditas ini kemudian menjadi hal yang harus diperhatikan mengingat khasiat dari bawang putih ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan akan konsumsi bawang putih pun cenderung mengalami peningkatan. Kementerian Pertanian memprediksi konsumsi bawang putih akan meningkat rata-rata sebesar 7,88 persen selama periode 2017 – 2019.
Ironinya, peningkatan konsumsi bawang putih ini tidak diikuti dengan peningkatan jumlah produksi bawang putih dalam negeri. Hal ini tercermin dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik yang menunjukkan bahwa luas panen terus mengalami penurunan selama periode 1997 – 2011.
Penurunan luas panen ini berbanding lurus dengan jumlah produksi bawang putih selama kurun waktu tersebut. Pada tahun 1997 produksi bawang putih sebesar 102.283 ton dengan luas panen 18.566 hektare, mulai tahun 1998 produksi bawang putih mengalami penurunan adapun hasil produksi mencapai sebesar 83.664 ton dengan luas panen 18.238 hektare.
Penurunan ini terus berlangsung secara signifikan hingga tahun 2011. Pada tahun 2011 produksi bawang putih hanya mencapai 14.749 ton dengan luas panen sebesar 1.828 hektare. Penurunan produksi bawang putih ini disebabkan oleh menurunnya minat petani yang mengusahakan komoditas bawang putih, seolah-olah mereka tak berdaya lagi ketika harus berhadapan dengan bawang putih impor.
Impor yang besar membuat harga bawang putih lokal tidak mampu bersaing dengan harga bawang putih impor. Harga riil bawang putih lokal ditingkat petani berkisar Rp 11.770/kg. Hal ini seharusnya menjadi katalis bagi petani untuk memproduksi bawang putih karena harga ditingkat petani cukup baik, namun kenyataannya dengan dibukanya impor membuat petani dalam negeri kalah saing dari sisi kualitas dan harga.
Harga bawang putih impor hanya berkisar Rp 7.000/kg dan kualitas umbi yang besar membuat konsumen lebih memilih bawang putih impor. Hal inilah yang membuat petani semakin enggan untuk menanam bawang putih. Pada akhirnya, petani bawang putih pun memilih untuk beralih ke komoditas lain yang dinilai mampu bersaing dalam urusan harga dan kualitas.
Keadaan yang tidak seimbang antara produksi yang terus menurun dengan konsumsi yang semakin meningkat menyebabkan bawang putih impor tidak dapat terelakan untuk didatangkan ke Indonesia guna memenuhi kebutuhan bawang putih nasional.
Sebagai Negara Agraris, Indonesia dinilai mampu menyediakan berbagai sumber bahan makanan yang berasal dari sektor pertanian tetapi pada kenyataannya Indonesia rutin melakukan impor bawang putih setiap tahunnya hingga FAO menobatkan Indonesia sebagai bos importir dalam perdagangan bawang putih dunia.
Data Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag, menunjukkan bahwa 95 persen dari kebutuhan bawang putih secara nasional masih bergantung kepada impor dan sisanya 5 persen dipenuhi oleh produksi dalam negeri dengan Cina sebagai negara yang menempati posisi pertama pengekspor bawang putih ke Indonesia.
Impor bawang putih ini sudah dilakukan Indonesia sejak lama, namun sejak tahun 1998 volume bawang impor terus mengalami peningkatan secara signifikan.
Gelontoran impor ini terjadi karena Indonesa terlibat dalam penandatanganan Letter of Intent (LoI) dengan IMF yang mewajibkan Indonesia melakukan penghapusan kuota dan tarif impor untuk bahan pangan pada tahun 1997, sehingga impor bawang putih yang tinggi tidak terhindarkan.
Jika volume bawang impor ini terus membesar setiap tahunnya, kemandirian pangan tidak akan tercapai karena Indonesia akan terus bergantung pada bawang impor. Oleh sebab itu, demi mendorong kemandirian pangan pemerintah berupaya untuk menekan defisit neraca perdagangan dengan mengurangi tekanan impor melalui program swasembada bawang putih nasional.
Namun sayangnya, cita-cita Indonesia untuk membangkitkan kembali kejayaan produksi bawang putih nasional pada era 90-an dengan memasang target swasembada pada 2019 dianggap sebagai cita-cita yang tak rasional oleh beberapa pihak.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian menyanyangkan pernyataan yang dilontarkan oleh beberapa pengamat pertanian mengenai pesimisme mereka akan target swasembada yang sulit tercapai dalam waktu dekat.
Pemerintah membuat kebijakan dengan cara melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah yang dalam implementasinya pemerintah daerah akan menyediakan lahan untuk ditanami bawang putih. Selain itu, pemerintah juga menjalin kerjasama denga importir bawang putih dengan mewajibkan importir untuk menanam bawang putih sebesar 5 persen dari volume pengajuan impor
Kebijakan ini merupakan bentuk kerja keras pemerintah dalam upaya mempercepat target pencapaian swasembada. Kerja keras tersebut kini mulai memunculkan secercah optimisme dengan melihat data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas panen bawang putih tahun selama 5 tahun terakhir terus meningkat setiap tahunnya dengan luas panen tahun 2014 sebesar 1.913 hektare, tahun 2015 sebesar 2.563 hektare, tahun 2016 sebesar 2.407 hektare, tahun 2017 sebesar 2.146 hektare, dan tahun 2018 sebesar 5.013.
Demikian pula produksi cenderung meningkat  dari tahun 2014-2018 dengan nilai produksi berturut-turut sebesar 16.892 ton, 20.294 ton, 21.150 ton, 19.510 ton, dan 39.300 ton.
Prestasi ini patut diapresiasi jika kita menengok kembali data yang dirilis BPS pada tahun 2011. Tahun 2019 diprediksi angkanya semakin meningkat seiring dengan kebijakan-kebijakan yang akan terus digulirkan untuk membangkitkan kejayaan bawang putih nusantara.
Tahun 2019 ini juga merupakan tahun target pencapaian swasembada dimana pemerintah membutuhkan luas tanam sebesar 72.249 hektare dengan produksi 603.000 ton, sehingga impor bawang bawang putih menjadi nol ton.
Tentunya, kerjasama yang baik antara pemerintah dengan pemerintah daerah, para importir benih, dan pelaku usaha terkait sudah menjadi keharusan yang tidak boleh dikesampingkan agar target Indonesia untuk mengembalikan kejayaan produksi bawang putih dalam negeri bisa tercapai di penghujung tahun 2019.
Akankah Indonesia mencapai target Swasembada Bawang Putih Nasional di tahun 2019 ini? Semoga. (*)
BACA JUGA Surat Protes SpongeBob SquarePants Kepada KPI atau tulisan Sifa Rofatunnisa lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.