Sekolah Tumbuh: Meluruskan Miskonsepsi Sekolah Inklusi, Menumbuhkan Harapan

Sekolah Tumbuh: Meluruskan Miskonsepsi Sekolah Inklusi, Menumbuhkan Harapan (Dokumentasi Sekolah Tumbuh)

Sudah tahu belum kalau ada sekolah inklusi bernama Sekolah Tumbuh yang berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang menghargai keberagaman dan kearifan lokal?

Konon katanya, pendidikan adalah hak segala bangsa. Tetapi, kita sering kali lupa bahwa yang namanya “segala bangsa” itu termasuk mereka yang cara belajarnya tidak standar, berbeda, alias tidak seperti mayoritas. Sederhananya, mereka yang istimewa.

Bayangkan jika adikmu termasuk dalam golongan orang yang istimewa itu. Bukan nakal, ya. Hanya melihat dunia dengan cara yang berbeda saja. Misalnya, adikmu ini lebih sering diam daripada bergabung dalam keramaian, menulis lebih lambat daripada yang lain, dan butuh waktu lebih lama untuk memahami perintah. Kadang, kesulitan juga untuk menjaga kontak mata saat berbicara. 

Lalu, muncul saran dari saudara untuk menyekolahkan adik tersayangmu itu ke sekolah inklusi. Saat itu juga, dunia seakan mengecil. Kata “inklusi” entah kenapa terdengar seperti vonis. 

Apa iya?

Sekolah inklusi bukan sekolah khusus

Dalam benak masyarakat umum yang dibentuk oleh bias sosial bertahun-tahun, istilah sekolah inklusi sering disamakan dengan sekolah khusus, atau Sekolah Luar Biasa (SLB). Padahal keduanya jelas berbeda, baik dari tujuan, pendekatan, maupun semangat yang melatarinya.

SLB dirancang untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan sebagainya dengan metode pembelajaran yang individual dan terfokus. Tujuannya membantu peserta didik untuk berkembang sesuai keterbatasan yang mereka miliki.

Sementara itu, sekolah inklusi menggabungkan anak dengan berbagai macam perbedaan dalam satu ruang belajar, dengan pendekatan yang adaptif dan nilai-nilai kesetaraan, keberagaman, serta penerimaan. Sederhananya, SLB memisahkan untuk memfokuskan, sedangkan sekolah inklusi menyatukan agar semua anak bisa tumbuh bersama.

Kenapa harus ada sekolah inklusi?

Sekarang gini. Kalau kita mau jujur, hidup ini sudah terlalu sering dikotak-kotakkan. Ya nggak, sih? Dari kecil kita sudah diajarin: pintar vs bodoh, rajin vs nakal, dsb. Padahal jauh di dalam lubuk hati, kita sebenarnya sadar bahwa hidup itu bukanlah dua sisi koin.

Alih-alih seperti dua sisi koin, hidup malah seperti sebungkus nasi Padang yang isinya campur-campur dan penuh kejutan. Inget nggak kita kadang kecele dengan potongan dadu yang dikira daging ternyata lengkuas? Ya begitulah sejatinya hidup.

Nah, pendidikan juga seperti itu. Kompleks dan penuh kejutan. Itu sebabnya, perlu ada sekolah inklusi yang bisa menjadi piring besar tempat semua lauk numpuk bareng. Ada rendang, ada sayur nangka, ada sambal ijo, dan yah… kadang ada lengkuas nyempil juga. Tetapi semuanya ada dalam satu wadah untuk saling melengkapi.

Bahasa mudahnya, jangan sampai ada sekolah yang memaksa bibit tomat tumbuh jadi mawar dan bibit alpukat tumbuh jadi anggrek. Tetapi, jadilah sekolah yang tumbuh, sekolah yang menghidupkan. Sehingga, semua jenis “bibit” bisa berkembang.

Memang ada sekolah yang demikian? Begitu mungkin kalian bertanya-tanya.

Jawabannya adalah… Ada, Gaes. Namanya Sekolah Tumbuh.

Sekolah Tumbuh menjadi norma baru dunia pendidikan

Didirikan sejak tahun 2005, sekolah yang ada di Yogyakarta dan Jakarta ini berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang menghargai keberagaman dan kearifan lokal. Hal tersebut, sesuai dengan 3 pilar ketumbuhan yang mereka usung, yaitu inclusive, multicultural dan Jogja Educational Spirit. 

Bahasa bayinya, sekolah inklusi satu ini menyambut semua murid dengan berbagai macam latar belakang. Lalu, murid-murid tersebut tumbuh bersama dengan mengedepankan toleransi, sesuai dengan semangat pendidikan Yogyakarta.

Sekolah Tumbuh, sekolah inklusi yang menjunjung tinggi keberagaman (Dokumentasi Sekolah Tumbuh)
Sekolah Tumbuh, sekolah inklusi yang menjunjung tinggi keberagaman (Dokumentasi Sekolah Tumbuh)

Sekarang bayangkan jika ciri khas yang ada pada Sekolah Tumbuh, yaitu pendekatan inklusif yang memungkinkan anak-anak dengan kebutuhan khusus belajar bersama dengan anak-anak lainnya dalam satu lingkungan yang suportif, menjadi norma baru di dunia pendidikan. 

Niscaya, anak-anak dapat belajar sedari dini bahwa dunia memang tidak seragam. Mereka juga belajar bahwa perbedaan bukan sesuatu yang harus dihilangkan, tapi dirayakan. Menariknya, mereka belajar bukan lewat buku teks, tapi lewat pengalaman satu kelas bersama teman yang istimewa.

Dari sanalah empati mereka pelan-pelan akan berkembang, sehingga mereka akan tumbuh jadi orang dewasa yang lebih mengerti cara menyikapi perbedaan. Mereka tidak akan mudah men-judge ataupun memberikan label saat dibenturkan dengan suatu perbedaan. Indah sekali, bukan?

Menyemai harapan bersama Sekolah Tumbuh

Soal sekolah inklusi ini, kalian tahu nggak apa yang membuat Sekolah Tumbuh semakin relevan—bahkan terasa “maju” dalam arti yang sebenarnya?

Bukan cuma karena Sekolah Tumbuh menciptakan ruang aman untuk murid dengan berbagai karakteristik, ya. Tapi, ini juga karena ia berhasil membuktikan bahwa pendekatan yang humanis dan inklusif bisa berdampingan dengan capaian akademik yang membanggakan. Buktinya, Sekolah Tumbuh bisa mengantarkan murid-muridnya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Ada yang ke Belanda, ada yang ke Australia, bahkan ada juga yang lanjut ke Cina.

Kabar baiknya, meski melanjutkan belajar di luar negeri, alumni Sekolah Tumbuh tetap dapat beradaptasi dengan baik karena di sekolah asal mereka, murid-murid sekolah inklusi ini sudah dibiasakan untuk berpikir terbuka, percaya diri, punya empati dan berjiwa kolaboratif. The real definisi membawa nilai-nilai keberagaman dari Sekolah Tumbuh, ke mana pun mereka pergi.

Pada akhirnya…

Kalian pasti setuju kan kalau saya bilang masa depan yang manusiawi dimulai dari kelas yang tidak diskriminatif? Setuju juga dong jika pendidikan bukan semata bisa mengerjakan soal trigonometri sambil merem atau hafal deret kimia?

Tetapi pendidikan seyogyanya jadi proses tumbuh menjadi manusia yang utuh. Yaitu, manusia yang tahu caranya menghargai, berempati, dan hidup berdampingan dengan orang yang berbeda. Seperti prinsip yang selama ini dipegang teguh oleh Sekolah Tumbuh.

Dengan semua dedikasi yang telah diberikan, rasanya tak berlebihan jika kita beri apresiasi setinggi-tingginya untuk Sekolah Tumbuh.

Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sebaiknya Permendikbud No. 70/2009 Tidak Usah Bawa Embel-embel Pendidikan Inklusif kalau Masih Meleset.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version