Saat dulu pertama kali masuk sebagai mahasiswa di jurusan sejarah, saya coba-coba iseng bertanya kepada teman-teman satu jurusan apa motivasinya memilih jurusan sejarah. Well, kebanyakan dari mereka memilih bukan karena pilihan utama, melainkan hanya sebagai “syarat” kuota pemilihan jurusan dan alternatif yang tidak alternatif amat. Pokoknya, yang penting masuk kampus negeri. Gokil ya, saya masih ingat pertanyaan iseng saya saat itu. Sebab ingat, makanya saya tulis di sini.
Saya juga ikut mengamini pernyataan teman-teman saya tersebut, sebab kenyataannya memang seperti itu. Siapa sih yang kepikiran masuk jurusan sejarah di hari ini? Ada sih ada, tapi kayak sekian dari ratusan sampai ribuan orang yang memilih secara sadar. Kebanyakan memilih jurusan sejarahnya yang kira-kira persaingannya tidak terlalu berat, begitu.
Saya pribadi juga memilih sejarah karena persaingannya tidak terlalu ketat dengan jurusan lain, macam Hubungan Internasional atau Sastra Inggris misalnya. Namun, tidak seperti orang-orang lain yang masuk sejarah tanpa niat, saya punya niat dan keinginan. Aneh, ya? Biarlah. Saya juga baru sadar hari ini, kok bisa-bisanya memilih jurusan sejarah yang suka dianggap jurusan aneh.
Saya ingat sekali, dulu milih jurusan Ilmu Sejarah terus. Mulai dari SNMPTN, SBMPTN, sampai saya ikut SIMAK UI. Demi masuk UI, saya pilih jurusan itu terus. Tentu saja, karena saya juga merasa suka dengan jurusan sejarah. Well, gagal juga ujung-ujungnya. Tembusnya malah di UI negeri alias UIN Jakarta, hahaha. Sama-sama sejarah juga, tapi pakai peradaban Islam di belakangnya.
Ada cerita menarik juga soal jurusan saya ini, cerita tentang orang-orang yang memilihnya tapi dengan alasan yang lebih spesifik dari sekadar biar masuk kampus negeri. Perlu diketahui, saya adalah mahasiswa di jurusan Sejarah Peradaban Islam, sebuah jurusan di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta. UIN Jakarta yang dikenal sebagai kampus PTKIN tentu saja memiliki banyak jurusan yang berbasis Agama Islam, walaupun hari ini sudah banyak yang jurusan umum.
Tapi begitulah, jurusan umum banyak peminatnya. Apalagi, peminatnya kebanyakan adalah calon mahasiswa dari sekolah umum, bukan aliyah atau pesantren. Sebab, bagi mereka memilih jurusan agama sama saja dengan bunuh diri. Takut keteteran. Ya, nggak semuanya sih. Sorry pukul rata, cuman bebannya bakal lebih hebat. Makanya, memilih jurusan umum adalah pilihan yang masuk akal.
Well, tapi ada juga yang walaupun lulusan umum tapi memang berniat masuk jurusan agama. At least, jurusan yang ada kajian keislaman tapi tidak berat-berat amat. Paham dong maksudnya saya ini? Iya, banyak calon-calon mahasiswa ini yang pada akhirnya memilih jurusan semi-agama (sebuah jurusan yang mix antara umum dan agama). Salah satunya adalah jurusan saya, Sejarah Peradaban Islam.
Udah mah sejarah dianggap medioker, ini juga ditambah lagi sebagai medioker bagi calon-calon mahasiswa yang ingin belajar kajian keislaman, tapi nggak mau terlalu berat-berat amat, wqwqwq. Nasib emang nasib. Tapi, memang kebanyakan begitu sih. Belakangan, banyak mahasiswa-mahasiswa di jurusan saya ini yang justru bukan lulusan pesantren atau aliyah, melainkan SMA. Mereka ini banyak yang pengin belajar di disiplin yang ada agamanya, tapi nggak harus belajar Bahasa Arab yang menjadi halangan. Ada juga yang memilih Sejarah Peradaban Islam karena dianggap masih ada (((bau-bau))) umumnya.
Nggak salah juga sih dengan alasan macam itu, sebab memang Sejarah Peradaban Islam tidak seperti jurusan Sastra Arab yang memang belajar ilmu alat dan harus memiliki basic dasar dalam bahasa Arab. Tidak juga seperti jurusan di Fakultas Syariah yang akan mempelajari Fiqih hukum. Sejarah Peradaban Islam mempelajari kajian sejarah, khususnya sejarah dalam dunia Islam, tapi juga belajar sejarah umum. Selain itu, mata kuliah keislaman tersedia sebagai mata kuliah wajib. Jadi gimana, tertarik menjadikan SPI (Sejarah Peradaban Islam) jurusan alternatif kamu? Wqwqwq~
BACA JUGA 4 Hal yang Bikin UIN Jauh Lebih Unggul dari UI dan artikel Nasrulloh Alif Suherman lainnya.