Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Musik

Sejarah ‘Ayang-ayang Gung’, Lagu Anak Sunda tentang Bangsawan yang Haus Kekuasaan

Ananda Bintang oleh Ananda Bintang
7 Juni 2021
A A
Sejarah ‘Ayang-ayang Gung’, Lagu Anak Sunda tentang Bangsawan yang Haus Kekuasaan terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Jauh sebelum Iwan Fals mengkritik pemerintah lewat lagu-lagunya dan menjelaskan betapa bengisnya Westerling sampai sukar tersenyum, orang-orang Sunda dahulu sudah terlebih dulu membuat sebuah lagu berjudul “Ayang-Ayang Gung”.

Lagu Sunda yang sering dinyanyikan oleh anak-anak ketika bermain ini merupakan sebuah lagu yang kurang lebih menceritakan seorang wedana yang mengkhianati bangsanya sendiri demi kekuasaan yang semu. Berikut liriknya dalam bahasa Sunda:

Ayang-ayang gung—gung (Dua orang berjalan bahu-membahu)

Gung gongna ramé—mé (Sebuah gong berbunyi keras)

ménak ki Mas Tanu—nu (Seorang bangswan, Tuan Tanu)

nu jadi Wadana—na (Dia menjadi Wedana)

naha maneh kitu—tu (kenapa dia begitu?)

tukang olo-olo—lo (dia adalah seorang pembujuk)

Baca Juga:

Trotoar Jatinangor Bukan Tempat Jalan Kaki, tapi Tempat Uji Kekebalan Tubuh dan Memperpendek Usia

Menata Ulang Kawasan Gedung Sate Bandung Adalah Hal yang Sia-Sia

loba anu giru—ru (banyak orang yang tidak suka padanya) 

rucah jeung kumpeni—ni (dekat  dengan pemerintah kolonial)

niat jadi pangkat—kat (berniat untuk naik pangkat)

kantun kagoréngan—ngan (kejahatannya terbongkar)

nganteur Kangdjeng Dalem—lem (dia menanti Bupati)

lempa-lempi-lempong (lempa-lempi-lempong)

ngadu pipi jeung nu ompong (mengadu pipi dengan orang ompong)

Wedana itu bernama Ki Mas Tanu. Menurut Hendi Jo dalam bukunya berjudul Zaman Perang: Orang Biasa dalam Sejarah Luar Biasa (2015), Ki Mas Tanu adalah seorang Sunda asal Sumedang yang memiliki nama asli Raden Tanuwijaya. Pada tahun 1687, beliau mendapat perintah dari Gubernur Jenderal VOC saat itu, Joanes Camphuijs, untuk membuka hutan bekas Kerajaan Pajajaran dan mendirikan berbagai kampung bersama Sersan Scipio. Salah satu kampung yang didirikannya menjadi cikal bakal lahirnya Kabupaten Bogor dan menjadi penguasa Bogor versi VOC.

Ia juga disebut sebagai Luitenant der Javanen atau letnan orang-orang Jawa yang dianggap senior di antara teman-temannya. Meskipun menjabat sebagai Letnan, Ki Mas Tanu merasa tidak dihormati oleh Sersan Scipio yang merupakan Belanda Totok. Ia harus tunduk terhadap Scipio yang sebenarnya secara jabatan lebih rendah dibanding yang dimiliki Ki Mas Tanu.

Tidak puas dengan itu, akhirnya ia memberontak VOC dan menjadi agen ganda untuk membeberkan strategi perang VOC kepada pemberontak yang kala itu sangat menyusahkan VOC bernama Prawatasari. Namun, pada tahun 1705, persekutuan antara Prwatasari dan Ki Mas Tanu tercium VOC dan membuat dirinya dibuang ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan.

Jika dilihat dari lirik lagu “Ayang-Ayang Gung”, terdapat beberapa keselerasan cerita dengan apa yang terjadi pada Ki Mas Tanu. Dalam beberapa versi lagu “Ayang-Ayang Gung”, ada penambahan kalimat “Jalan ka Batawi kosong” yang menyiratkan bahwa jalan menuju kekuasaan sangatlah kosong (Batawi atau Batavia merupakan pusat kekuasaan VOC saat itu). Hal ini menyindir Ki Mas Tanu yang begitu dekat dengan kekuasaan VOC. Hal tersebut dipertegas juga dengan penggalan lirik “rucah jeung kumpeni” di mana kumpeni merujuk pada VOC (baca: company/kumpeni).

Selain menceritakan betapa hinanya ki Mas Tanu yang mengkhianati bangsanya sendiri dengan menjadi antek VOC, dalam lagu tersebut juga diceritakan bahwa ki Mas Tanu “lempa-lempi-lempong ngadu pipi jeung nu ompong”. Menurut M.A Salmun dalam Majalah Intisari, lirik tersebut mengartikan bahwa Letnan Jawa itu telah mengejar harapan kosong dan “bermesraan” dengan orang tidak bergigi. Konon, orang yang tidak punya gigi tersebut adalah Prawatasari yang pada akhirnya kalah dalam perjuangannya.

Dari lirik tersebut pun kita jadi mengetahui bahwa lagu ini diciptakan setelah Ki Mas Tanu dibuang ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Di mana cerita tentang wedana yang berniat naik pangkat tapi “kantun kagorengan” atau kejelekannya terumbar, telah membuat dirinya sendiri kena getahnya karena haus akan kekuasaan.

Sampai saat ini, lagu anak Sunda tersebut dinyanyikan oleh anak-anak dengan gembira, sebuah hal yang menarik karena tak biasanya lagu yang sebenarnya memiliki niat mengkritik kekuasaan dan menceritakan seorang wedana yang licik dan banyak pribumi yang tidak menyukainya justru dinyanyikan dengan riang gembira. Seolah satu-satunya cara melawan kekuasaan yang picik adalah dengan menertawakannya atau mungkin melawannya, karena selain itu, apalagi yang bisa diperbuat bagi orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan?

Sumber Gambar: YouTube Ijah TV

BACA JUGA Another Round’, Film tentang Alkohol dan Guru Sejarah Membosankan dan tulisan Ananda Bintang lainnya. 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 Agustus 2021 oleh

Tags: Bahasa SundaJawa BaratLagu AnakNusantara Terminal
Ananda Bintang

Ananda Bintang

ArtikelTerkait

Kecamatan Gedebage Bandung, Kecamatan Paling Mentereng (Unsplash)

Kecamatan Gedebage Bandung, Kecamatan Paling Mentereng di Seluruh Kota Bandung

30 Mei 2024
Papa T Bob anak lagu anak mojok

Mengenang Papa T Bob: Maestro Pencipta Lagu Anak-anak yang Tak Lekang Zaman

12 Juli 2020
Panduan Memperkenalkan Kabupaten Bekasi ke Orang Awam Tanpa Perlu Fafifu

Panduan Memperkenalkan Kabupaten Bekasi ke Orang Awam Tanpa Perlu Fafifu

27 Januari 2024
Kota Banjar Jawa Barat Memang Banyak Kekurangan, tapi Jadi "Penyelamat" bagi Warga Majenang Jawa Tengah dan sekitarnya Mojok.co

Kota Banjar Jawa Barat Memang Banyak Kekurangan, tapi Jadi Penyelamat Warga Majenang Jawa Tengah dan sekitarnya

25 April 2024
5 Kesalahan Saya Sebagai Seorang Perantau Jawa Newbie di Tanah Pasundan terminal mojok

5 Kesalahan Saya Sebagai Seorang Perantau Jawa Newbie di Tanah Pasundan

10 Agustus 2021
Depok Memang Layak Dapat Penghargaan Penataan Transportasi Umum, Selamat!

Depok Memang Layak Dapat Penghargaan Penataan Transportasi Umum, Selamat!

12 September 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.