Secangkir Jawa, Rekomendasi Tempat Nongkrong Orang Madura di Jogja yang Rindu Kampung Halaman

Secangkir Jawa, Rekomendasi Tempat Nongkrong Orang Madura di Jogja yang Rindu Kampung Halaman

Secangkir Jawa, Rekomendasi Tempat Nongkrong Orang Madura di Jogja yang Rindu Kampung Halaman (Unsplash.com)

Orang Madura yang tengah merantau ke Jogja nggak usah takut homesick. Kalau kangen kampung halaman, mampir aja ngopi ke Secangkir Jawa.

Jogja memang terbuat dari rindu, tapi kota istimewa ini tak melarang orang-orang rantauan merindukan kampung halaman. Sebagai perantau dari Madura, saya juga sesekali pengin pulang; merindukan keluarga, tetangga, dan suasana tanah kelahiran. Untuk mengobati hal itu, menemui kawan-kawan sesama orang Madura menjadi sebuah keniscayaan.

Di Jogja, tak sedikit orang Madura. Mereka bisa kalian temui di mana-mana, entah penjaga toko kelontong, mahasiswa, tukang pangkas rambut, dan lainnya. Namun, untuk menemukan nuansa dan suasana yang khas Madura sulit sekali dicari, paling mentok mungkin cuma bercakap-cakap dengan sesama Madura memakai bahasa kita. Apalagi di warung kopi, paling satu atau dua orang bahkan tidak sama sekali yang saya temui.

Akan tetapi, dari sekian banyak warkop di Jogja, nyatanya ada warkop yang menjadi tempat nongkrong sekaligus tempat “pulang” orang-orang Madura yang ingin merasakan suasana kampung halaman. Nama tempat nongkrongnya Secangkir Jawa.

Secangkir Jawa buka full 24 jam kayak warung kelontong Madura

Perlu diketahui, warkop Secangkir Jawa ini beralamat di Gg. Salak, Jomblangan, Banguntapan, Kec. Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Ada juga cabangnya di Jetis, Wedomartani, Kec. Ngemplak, Sleman. Warkop ini secara dekorasi memang tak menampakkan khas Madura. Maksudnya, nggak ada celurit yang digantung di dinding seperti warung kelontong di Jakarta atau pakai atribut kain merah putih yang melambangkan pakaian khas Sakera.

Dekorasi Secangkir Jawa mungkin sama sekali nggak menampakkan ke-Madura-annya, namun warkop ini buka full 24 jam. Setidaknya hal ini menggambarkan bagaimana etos kerja orang Madura di perantauan layaknya warung kelontong itu.

Karyawan dan pengunjungnya mayoritas orang Madura yang merantau ke Jogja

Yang membuat Secangkir Jawa terasa kayak rumah sendiri adalah semua karyawan di sini merupakan orang Madura. Saya ingat sekali kali pertama berkunjung ke sini. Seperti biasa, saya menuju warkop ini bareng teman-teman dari Sumatra atas rekomendasi seorang teman. Awalnya, saya nggak tahu kalau Secangkir Jawa merupakan “markas” orang Madura yang merantau ke Jogja.

Saat memesan menu, saya menggunakan bahasa Indonesia sambil meniru logat Sumatra agar orang nggak gampang mengenali jika saya orang Madura. Bukan karena saya nggak cinta Madura lho ya, tapi saya cuma coba-coba apakah logat saya bisa hilang saat berbicara dengan bahasa Indonesia.

Samar-samar terdengar para karyawan yang berada di ruang belakang kasir Secangkir Jawa menggunakan bahasa Madura. Keheranan saya makin menjadi-jadi ketika sampai di meja pelanggan. Beberapa orang di sisi kiri kanan meja saya, bahkan mungkin hampir 90 persen, bicara dalam bahasa Madura. Sumpah, rasanya kayak pulang kampung beneran, Cuk!

Setelan musik yang khas Madura

Konon katanya lagu sering mengingatkan kita terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang berkesan dalam hidup. Mungkin kalian yang dulu waktu SMP udah pacaran, ketika mendengar lagu-lagunya Kangen Band, Ungu, Peterpan, atau bahkan ST12, bakal teringat mantan kekasih dulu. Sama halnya dengan itu, mendengar lagu yang dulu kerap di putar di rumah, membuat saya teringat akan suasana kampung.

Musik-musik yang saya dengar di Secangkir Jawa biasanya lagu hits di Madura seperti Fajar Syahid, Irwan, dll. Atau biasanya karyawan warkop ini menyetel musik-musik remix dan DJ yang notabene juga sering saya dengarkan waktu di Madura dulu.

Ah, meski namanya bukan Secangkir Madura, nongkrong warkop satu ini saya serasa sedang ngopi di Madura. Ini bukan promosi ya, hanya sebuah rekomendasi dari saya buat orang Madura yang merantau di Jogja dan kebetulan kangen dengan kampung halaman. Barangkali kalian malah punya rekomendasi lainnya, bolehlah berbagi info.

Penulis: Abd. Muhaimin
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Orang Madura Tak Lagi Merantau untuk Mengais Rezeki, tapi Adu Gengsi!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version