Daftar Isi
Emang ada yang berhasil?
Ini adalah pertanyaan yang paling sering muncul. Jawabannya sih simpel: ada dan banyak! Kalau boikot hanya menjadi kegagalan, tidak mungkin protes pasif ini masih dilakukan sampai sekarang.
Salah satu contoh boikot selain kejadian saat Perang Irlandia adalah Montgomery Bus Boycott. Akar masalah boikot ini adalah segresi sosial terhadap kelompok kulit hitam di Amerika Serikat. Boikot ini terjadi sebagai perwujudan kecewa terhadap salah satu warga kulit hitam yang dipenjara karena menolak memberikan kursi pada warga kulit putih saat naik bus.
Boikot yang dilakukan adalah gerakan menolak menggunakan bus di daerah Montgomery. Protes ini berlangsung selama 381 hari dan menyebabkan kerugian pada perusahaan bus tersebut. Supreme Court Amerika Serikat akhirnya memutuskan segresi sosial di bus tadi inkonstitusional.
Butuh contoh skala dunia? Ada Anti-Apharteid Movement, yaitu gerakan penolakan hukum Apartheid di Afrika Selatan. Berbagai kelompok aktivisme menyuarakan boikot untuk mengisolasi Afrika Selatan dari investasi luar. Bahkan sampai mengakibatkan Afrika Selatan diboikot untuk mengikuti acara olahraga dunia. Boikot yang dipadukan gerakan resisten di Afrika Selatan berbuah manis dengan penghapusan hukum apartheid.
Butuh contoh lokal? Sebenarnya ada banyak. Tapi saya ambil contoh dari Boikot Belanda saat era revolusi Indonesia 1945-1949. Boikot ini bertujuan untuk menekan pergerakan ekonomi Belanda. Proses boikot ini juga bertujuan untuk membangun nasionalisme serta mempromosikan produk lokal. Hasilnya bisa kita lihat sendiri hari ini. Kombinasi boikot, gerakan bersenjata, dan diplomasi berhasil mengusir Belanda dari Indonesia.
Apa bisa bikin rugi sendiri?
“Gausah boikot-boikotan! Ntar malah PHK massal!” Ini salah satu ujaran paling lantang saat menolak boikot. Ada ketakutan bahwa boikot pada perusahaan pendukung Israel akan berbuah PHK. Sebuah logika yang mungkin terkesan benar ketika kita tidak berpikir kritis.
Masalah boikot dan PHK massal mungkin terkesan beririsan, tapi itu dua hal yang berbeda. Pertama, sebuah kebodohan direksi ketika membiarkan perusahaan bangkrut dengan boikot. Kapital mereka dipertaruhkan lho. Mereka bisa menyelamatkan diri dengan menarik dukungan atau mengambil sikap terhadap alasan boikot.
Saya sendiri tidak menemukan contoh spesifik dari boikot yang berbuah PHK. Bukan karena boikot yang gagal, tapi karena perusahaan peka terhadap masalah ini. Tekanan boikot pasti akan dipertimbangkan sebelum menghancurkan bisnis mereka. Sekali lagi, hanya jajaran direksi goblok yang membiarkan perusahaannya hancur karena boikot.
Tapi ada yang lebih penting. Jika boikot berujung PHK, ada hukum lain yang harus ditegakkan. Yaitu hukum ketenagakerjaan. Kalau sampai PHK massal terjadi tanpa mengindahkan hukum ini, maka ini menjadi kasus berbeda. Dan setiap korban PHK serta yang bersimpati berhak menuntut hak termasuk keamanan sosial.
Kenapa nggak main diplomasi saja daripada boikot Israel?
Gimana, sudah lebih paham tentang boikot? Waktunya saya menjawab argumen para moralis yang sok-sokan netral dan goblok. Salah satu argumen menolak boikot adalah masih ada cara lain. Ada metode yang dianggap lebih beradab seperti diplomasi ataupun petisi. Atau dengan cara yang lebih jinak, yaitu bicara baik-baik.
Sebuah argumen yang terkesan keren ketika diujarkan sosok pujaan. Tapi maaf, ini guoblok!
Kenapa kita tidak berdiplomasi ketika ada isu seperti penjajahan Israel? Ya karena kita tidak punya akses ke situ! Masyarakat umum tidak punya cukup kapital secara politis untuk terlibat langsung dalam upaya perdamaian berbasis diplomasi. Makanya bentuk dukungan dan perlawanan yang diberikan adalah melalui boikot.
Salah satu alasan lain boikot jadi populer adalah bisa dilakukan siapa saja. Mau Anda itu akademisi, karyawan, wiraswasta, sampai influencer. Jangan lupa, kekuatan boikot memang dari keterlibatan massa dari berbagai lapisan masyarakat. Maka model perlawanan ini sangat inklusif terutama bagi masyarakat tanpa kapital politis tertentu.
Lagipula kok masih mikir solusi diplomasi? Kalau diplomasi berhasil, maka Palestina sudah merdeka hari ini! Logikanya mbok dipakai sedikit.
Justru boikot Israel lahir dari kegagalan diplomasi. Banyak orang muak dengan aneksasi berdarah Israel. Sedangkan PBB dan berbagai pemerintah gagal menekan penjajahan. Maka kita, orang-orang biasa seperti warga Palestina, ikut ambil bagian dalam perlawanan ini. Dari jauh kita tekan dan serang Israel dengan cara boikot.
Ada banyak cara untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina. Anda bisa pilih cara manapun sesuai kemampuan. Namun satu yang pasti, Palestina akan dan harus merdeka, dari sungai sampai lautan, Palestina Merdeka!
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya